Kuda lumping, jika kita mendengar dua kata ini pasti asosiasi kita langsung tertuju pada salah satu kesenian tradisional yang sangat kental dengan suasana mistik. Dan memang secara garis besar kesenian kuda lumping yang sudah ada sejak dulu dan tidak diketahui siapa pencetus pertamanya ini berisiskan atraksi mendebarkan seperti makan beling, makan arang, dan sebagainya yang dilakukan oleh sang penari kuda lumping. Nama kuda lumping sendiri kemungkinan besar didapat dari kekhasan para penarinya yang selalu menunggangi kuda bohongan yang terbuat dari lumping (kulit binatang) dalam setiap aksinya. Dalam tiap pertunjukkan para penari kuda lumping yang pada awal kemunculannya selalu diperankan oleh anak-anak remaja putri (kini seiring perkembangan zaman para penari kuda lumping umumnya digantikan oleh para remaja putra dan kalaupun tetap menyertakan penari putri itu hanya semata-mata sebagai hiasan saja karena tak lagi ikut melakukan aksi-aksi yang mendebarkan seperti maka...
Kuda Renggong merupakan salah satu seni pertunjukan rakyat yang berasal dari Sumedang. Kata "renggong" di dalam kesenian ini merupakan metatesis dari kata ronggeng yaitukamonesan (bahasa Sunda untuk "ketrampilan") cara berjalan kuda yang telah dilatih untuk menari mengikuti irama musik terutama kendang, yang biasanya dipakai sebagai media tunggangan dalam arak-arakan anaksunat.
Boboyongan dengan nama lain Surak Ibra, diciptakan oleh Rd. Djadjadiwangsa putera Rd. Wangsa Muhammad (Pangeran Papak) pada tahun 1910 di Kampung Sindangsari Desa Cinunuk Kecamatan Wanaraja. Kesenian ini menggambarkan keinginan masyarakat untuk mempunyai pemerintah dan pemimpin sendiri, dengan semangat kebersamaan untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan antara pemerintah dan masyarakat. Kesenian ini didukung oleh 40 sampai 100 orang pemain, dengan alat kesenian yang digunakan seperti kendang penca, angklung, dog-dog, kentongan dan lain-lain. Kesenian ini juga berupa sindiran/protes terhadap pemerintahan Belanda yang bertindak sewenang-wenang terhadap masyarakat pribumi.
Pencak Silat adalah olah raga seni beladiri, yang merupakan ciri khas kebudayaan etnis sunda. Dilihat dari unsur seni, pencak silat merupakan seni budaya yang sangat menarik untuk ditonton (SiIlat Ibing), permainan seni pencak silat ini biasanya diperagakan dengan diiringi musik gendang, terompet, dan lain sebagainya.
Badeng suatu jenis kesenian tradisional dari Desa Sanding Kec. Malangbong. Kesenian ini di ciptakan pada tahun 1800 oleh penyebar Agama Islam bernama Arfaen atau lebih dikenal dengan nama Lurah Acok. Badeng suatu jenis kesenian sebagai media untuk menyebarkan Agama Islam dengan cara membawakan lagu-lagu sunda buhun dan sholawatan. Badeng itu sendiri artinya bermusyawarah atau berunding, alatnya terdiri dari angklung kecil dan besar serta dog-dog lonjor.
Kesenian ini merupakan sebuah kesenian pertunjukan akrobatik dalam seutas tali sepanjang 6 meter yang dibentangkan dan dikaitkan diantara dua buah bamboo dengan ketinggian 12 sampai 13 meter. Kesenian Lais di ambil dari nama seseorang yang sangat terampil memanjat pohon kelapa yang bernama ”Laisan” yang sehari-hari di panggil Pak Lais. Lais ini sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda, tempatnya di Kampung Nangka Pait, Kec. Sukawening. Atraksi yang di tontonkan mula-mula pelais memanjat bambu lalu pindah ke tambang sambil menari-nari dan berputar di udara tanpa menggunakan sabuk pengaman dengan diiringi musik reog, kendang penca, dog-dog dan terompet.
Kata Tutunggulan berasal dari kata,"Nutu" yang artinya "Menumbuk" sesuatu. Sesuatu yang ditumbuk, biasanya adalah gabah kering hingga menjadi beras atau,dari beras menjadi tepung. Menumbuk gabah menjadi beras tersebut, biasanya di kerjakan oleh ibu-ibu, tiga sampai empat orang. Ayunan alunya mengenai lesung yang menimbulkan suara khas berirama,dengan tujuan agar tidak membosankan dalam menumbuk padi, SENInya di Tutunggulan. ,Ini dilakukan hingga pekerjaan selesai.
Di masa lalu pemain rampak bedug terdiri dari semuanya laki-laki. Tapi sekarang sama halnya dengan banyak seni lainnya terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mungkin demikian karena seni rampak bedug mempertunjukkan tarian-tarian yang terlihat indah jika ditampilkan oleh perempuan (selain tentunya laki-laki). Jumlah pemain sekitar 10 orang, laki-laki 5 orang dan perempuan 5 orang. Adapun fungsi masing-masing pemain adalah sebagai berikut pemain laki-laki sebagai penabuh bedug dan sekaligus kendang sedangkan p emain perempuan sebagai penabuh bedug, baik pemain laki-laki maupun perempuan sekaligus juga sebagai penari. Busana yang dipakai oleh pemain rampak bedug adalah pakaian Muslim dan Muslimah yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan unsur kedaerahan. Pemain laki-laki misalnya mengenakan pakaian model pesilat lengkap dengan sorban khas Banten, tapi warna-warninya menggambarkan kemoderenan: hijau, ungu, merah, dan lain-lain (bukan hitam atau putih saja). Adapun...
Pandingdang Pandeglangan Kesenian ini merupakan hasil kolaborasi dari berbagai kesenian daerah, yaitu Rampak Bedug Pandeglang dengan Kendang Pencak, Tarian Saman, Teriakan Beluk, Lagu-lagu Buhun Gendereh, Tarian Pencak Silat, Angklung Dodod, dan jenis seni tradisi lainnya yang ditata sesuai kebutuhan. Dapat juga ditambahkan seni pertunjukkan modern di dalamnya, yaitu pola tabuhan perkusi melalui Waditera Bedug, Kendang, dan Terbang yang terbalut rapi dengan melodi vokal dan aransemen musik Saman, Beluk, dan Sholawatan Terbang Tandak, serta lengkingan Terompet Pencak.