Masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah memiliki tradisi yang unik dalam proses melahirkan, yaitu posisi ibu ketika berbaring. Posisi tubuh ibu pada proses persalinan, yaitu tubuh miring, kepalanya dibagian atas dan kakinya di bagian bawah. ibu dibaringkan di suatu tempat yang disebut sangguhan. Petugas yang biasanya menolong ibu melahirkan biasanya bidan kampung atau dukun. Kelengkapan prose melahirkan berupa tempat ari-ari (kusak tabuni), pemotong tali pusar (sembilu), tempat bersalin (sangguhan manak), tempat pakaian (saak), tempat menyimpan air panas ( botol), parafin, tempat air untuk mencuci atau memandikan bayi (kandarah), dan lain-lain.
Masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah memiliki tradisi yang unik dalam proses melahirkan, yaitu posisi ibu ketika berbaring. Posisi tubuh ibu pada proses persalinan, yaitu tubuh miring, kepalanya dibagian atas dan kakinya di bagian bawah. ibu dibaringkan di suatu tempat yang disebut sangguhan. Petugas yang biasanya menolong ibu melahirkan biasanya bidan kampung atau dukun. Kelengkapan prose melahirkan berupa tempat ari-ari (kusak tabuni), pemotong tali pusar (sembilu), tempat bersalin (sangguhan manak), tempat pakaian (saak), tempat menyimpan air panas ( botol), parafin, tempat air untuk mencuci atau memandikan bayi (kandarah), dan lain-lain.
Masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah memiliki tradisi yang unik dalam proses melahirkan, yaitu posisi ibu ketika berbaring. Posisi tubuh ibu pada proses persalinan, yaitu tubuh miring, kepalanya dibagian atas dan kakinya di bagian bawah. ibu dibaringkan di suatu tempat yang disebut sangguhan. Petugas yang biasanya menolong ibu melahirkan biasanya bidan kampung atau dukun. Kelengkapan prose melahirkan berupa tempat ari-ari (kusak tabuni), pemotong tali pusar (sembilu), tempat bersalin (sangguhan manak), tempat pakaian (saak), tempat menyimpan air panas ( botol), parafin, tempat air untuk mencuci atau memandikan bayi (kandarah), dan lain-lain.
Masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah meyakini bahwa masa kehamilan memerlukan upacara khusus. Ritual tersebut dilakukan ketika seorang ibu positif hamil dan ketika usia kandungan berumur tiga bulan, tujuh bulan, dan sembilan bulan. Ritual untuk usia kandungan tiga bulan disebut Paleteng Kalangkang Sawang. Ritual ini bertujan agar ibu yang hamil tidak diganggu oleh roh jahat dari dalam air. Ritual usia kandungan tujuh bulan disebut Nyaki Ehet atau Nyaki Dirit. yang hakikatnya untuk memilih leluhur mana yang akan menyertai dan melindungi ibu dan anak yang dikandung. Kemudian, ritual pada usia kandungan sembilan bulan disebut Mangkang Kahang Badak, bertujuan agar bayinya tidak lahir prematur. Sebagai tanda permohonan agar persalinan berjalan normal, dipasanglah lilitan seperti stagen dari kuningan berisi manik-manik dan dilingkarkan di pinggang ibu. Syarat-syarat ritual untuk semua usia kandungan adalah hewan kurban (ayam dan babi) manik-manik untuk ehet, tambak, behas tawur, ses...
Upacara Nahunan adalah Upacara pemberian nama bayi atau anak - selain ungkapan syukur atas kondisi sehat ibu dan anak setelah proses kelahiran dan kesempatan membalas jasa kepada orang yang telah membantu proses persalinan. Nahunan berasal dari kata nahun yang berarti seorang bayi atau anak sudah mulai bertambah usia. Syarat-syarat upacara Nahunan adalah hewan kurban (ayam dan babi), manik-manik (manas), batang sawang,rotan, rabayang, tunas kelapa, tambak,behas tawur, sesajen, abu perapian, patung (hampatung) pasak, tanggul layah/tanggul dare, batu asah, dan lain-lain.
Beberapa hari setelah lahir, seorang bayi mengalami penyembuhan tali pusar (puput). Waktu itu dilaksanakan upacara Maruah Awau, tanda seorang bayi sudah bisa dibawa keluar rumah dan dapat beradatasi dengan lingkungan. Upacara ini sekaligus bentuk pelepasan pantangan yang dilakukan oleh orangtua selama si bayi dalam kandungan. Pantangan dilakukan untuk menghindarkan bayi menderita cacat fisik atau mental. Syarat-syarat upacara Maruah Awau adalah hewan kurban (ayam dan babi), manik-manik (manas) untuk gelang bayi, tambak,behas tawur, sesajen dan lain-lain.
Ritual Balian Mampandui Awau merupakan upacara yang lebih sakral dalam ritual pemberian nama kepada bayi atau anak. Ritual ini sudah langka, karena diperlukan waktu lebih lama, selain biayanya cukup mahal. Balian Mampandui Awau biasanya dilakukan oleh masyarakat berekonomi mapan, mereka yang sulit mendapatkan anak atau mereka yang mendambakan anak laki-laki atau anak hajat. Syarat-syarat Balian Mampandui Awau adalah hewan kurban (ayam, babi, dan bahkan sapi atau kerbau), sesajen, manik-manik (manas dan lilis lamiang), pohon sawang, tunas kelapa, tambak, behas tawur, sesajen, damar (nyating), sahewan tamiang, patung (hampatung) pasak, tanggui dare, dan lain-lain.Syarat lain adalah kelengkapan hidup berupa alat bercocok tanam, berburu, rumah tangga, dan lain-lain. Ritual ini dipandu oleh beberapa orang ulama (basir balian).
Ritual Hakumbang Auh merupakan tradisi masyarakat Dayak Kalimantan Tengah untuk memperbincangkan sebelum acara adat melamar dan meminang seroang gadis. Hakumbang Auh merupakan pembicaraan untuk menyampaikan niat laki-laki melamar gadis atau perempuan. Keinginan tersebut disampaikan melalui orang ketiga disertai dengan tanda bukti. Tanda bukti itu boleh berupa gucci, uang, perhiasan, dan lain-lain. Jika pembicaraan lamaran disetujui maka tanda bukti diterima oleh keluarga perempuan. Sebaliknya jika pembicaraan tidak disetuji tanda bukti dikembalikan.