Pundek berundak itu berada tak jauh dari tepi sungai Cibanten yang konon pada zaman dahulu bisa dlayari sepanjang 13 KM dari Teluk Banten sampai ke Banten Girang. Tinggi punden berundak itu sekitar 5 meter dari permukaan tanah, dari tepian sungai terdapat anak tangga yang menuju punden berundak. Diduga pada zaman dahulu anak tangga itu digunakan para penganut tradisi megalitik untuk mensucikan diri di sungai sebelum melakukan upacara ritual.
Banten Girang adalah sebuah wilayah yang berada di sebelah selatan Banten oleh para arkeolog mengatakan bahwa Banten Girang adalah pernah menjadi Ibukota Kerajaan Hindu yang besar. Situs Banten Girang ini memiliki pelabuhan sendiri dan sudah berhubungan dagang dengan luar negeri. Sebagai barang dagangan yang utama masa itu adalah merica/lada. Terbukti dengan ditemukannya banyak tembikar dan keramik asing yang berasal dari abad XI sampai abad XIX Masehi.
Wilayah yang berjarak 10 KM sebelah utara Serang merupakan pusat perdagangan teramai Asia Tenggara pada Abad XVI. Terdapat Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama yang menyimpan berbagai macam benda purbakala yang memiliki nilai sejarah tinggi. Disini pula tertinggal sejarah pasang surut Kesultan Banten yang diawali abad XV sampai keruntuhannya abad XIX.
Keraton Surosowan adalah keraton yang didirikan oleh Kesultan Banten dihancurkan oleh kolonial Belanda pada tahun 1813. Di sana terdapat Loro Denok dan Pancoran Mas adalah kolam pemandian keluarga Sultan Banten. Memiliki luas kurang lebih 4,5 hektar sudah termasuk areal benteng dan keraton. Namun kini yang tersisa hanya tinggal pondasi dan puing-puing yang berserakan.
Keraton Tirtayasa terletak di Desa Tirtayasa, Kecanatan Tirtayasa Banten. Keraton yang dibangun pada abad XVII oleh Pangeran Surya atau Abdul Fath’ Abdul Fattah atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Kota Tirtayasa ini memiliki sistem tata kota yang baik. Didukung infrastuktur perkotaan yang lengkap dengan pertanian serta irigasi dan kanal untuk transportasi jalur air. Kini hampir seluruh puing-puing bangunan sudah tidak tersisa lagi.
Masjid Agung Banten memiliki menara yang berbentuk seperti pagoda setinggi 30 meter. Dalam kompleks bangunan tempat ibadah ini terdapat bangunan utama dengan makam keluarga raja. Masjid Agung ini didirikan pada masa pemerintahan Maulana Hasanudin, Sultan Banten pertama sekitar abad XVI yang disempurnakan putranya Maulan Yusuf. Masjid Agung Banten memiliki arsitek bernama Hendrik Lucas Cardeel seorang arsitek Belanda. dan dalam catatan sejarah turut berperan pula arsitek dari Bangsa Mongol, Cek Ban Cut.
Mesjid Pacinan Tinggi merupakan nama yang diberikan buat bangunan tempat ibadah yang dibangun di sekitar Pacinan, perkampungan penduduk Cina di Banten. Sebelum Sultan Hasannudin membangun Mesjid Agung Banten, ayahnya Syarif Hidayatullah pernah membangun sebuah mesjid di Pacinan pada abad XVI. Bangunan bersejarah itu kini tinggal bekas-bekas fondasi yang terbuat dari batu karang dan batu bata. Sebagian sisa bangunan yang masih utuh hanya mihrabnya atau tempat pengimaman mesjid. Letak Mesjid Pacinan berada di jalan antara Kelenteng Banten dengan Tasikardi.
Mesjid Koja salah satu mesjid yang pernah dibangun di sekitar komplek peninggalan purbakala Banten Lama. Mesjid ini dibangun di tengah perkampungan masyarakat keturunan Arab dan Persia. Letak masjid ini antara Benteng Speelwijk dan Karangantu. Kini bangunan tersebut sudah bubar dan rata dengan tanah. Tetapi sejarah mencatat bahwa di sekitar mesjid Koja dulu pernah tinggal bangsa India, Cina, Jepang, Arab, Persia yang datang sebagai pedagang.
Dinamakan mesjid Kenari karena letak mesjid yang berada di Kampung Kenari sekitar 3 KM dari Mesjid Agung Banten ke arah selatan. Tempat ibadah ini termasuk mesjid tua yang masih berfungsi sampai sekarang, sebagai peninggalan dari Sultan Abdul Mufachkir Abdul Kadir Kanari (1651). Sultan pertama yang mendapat gelar Sultan dari Mekkah. Beliau putra Sultan Muhammad Pangeran Ratu Ing Banten. Di lokasi ini terdapat makam puteranya Sultan Ma’ali Achmad.