Honai merupakan rumah adat suku Dani di Lembah Baliem propinsi Papua, terbuat dari kayu dengan atap berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami atau gulma atau reeds, bentuknya seperti jamur. Honai rumah sengaja dibangun ruang sempit atau ruangan kecil dan tanpa jendela untuk menahan pegunungan dingin Papua. Honai biasanya dibangun setinggi 2,5 meter dan di tengah-tengah rumah disiapkan tempat untuk membangun api untuk menghangatkan mereka. Bangunan Rumah Honai terdiri dari 2 lantai dengan tinggi bangunan kurang lebih 2,5 m dan lebar 2 0 2,5 m. Rumah adat Honai dengan kesederhanaan arsitektur dapat ditemukan di lembah-lembah dan pegunungan di tengah pulau Papua, Puncak Jaya dalam iklim yang cukup dingin, ketinggian yang. 2.500 meter di atas permukaan laut. Inilah yang membuat kebiasaan ini rumah dirancang pendek, memiliki satu pintu kecil dan tanpa jendela, untuk mengurangi angin dingin bertiup dari pegunungan, udara dingin dan keamanan dari binatang buas. Tata Ruan...
Rumah adat Kariwari adalah rumah adat suku Tobati-Enggros yang menghuni tepian Danau Sentani di Kabupaten Jayapura. Rumah ini aslinya ditujukan khusus untuk laki-laki, perempuan tidak diperkenankan masuk. Anak laki-laki yang dimaksud adalah yang usianya kira-kira 12 tahun. Mereka dikumpulkan dan dididik mengenai pencarian pengalaman hidup. Dari mulai belajar memahat, membuat perisai, membuat perahu, hingga teknik perang. Intinya, mereka diajarkan agar lebih kuat, terampil, dan pintar. Bangunan ini berbentuk limas segi delapan dengan atap kerucut, kuat menahan angin kencang dari 8 penjuru arah yang berhembus ke bangunan. Sedangkan bentuk atapnya yang kerucut ke atas lebih mengarah kepada kepercayaan masyarakat dalam mendekatkan diri dengan roh para leluhur. Material yang digunakan adalah kulit kayu untuk lantai, bambu air yang dibelah dan dicacah-cacah untuk dinding, dan daun sagu untuk atap. Yang unik, struktur bangunan di dalam rumah menggunakan 8 buah kayu utuh di mana...
Rumah adat Rumsram merupakan rumah adat suku Biak Numfor di Pantai Utara Papua. Rumah ini aslinya ditujukan untuk kaum laki-laki. Sama halnya dengan Kariwari, perempuan dilarang masuk atau mendekati rumah ini. Fungsinya pun mirip, sebagai kegiatan dalam mengajar dan mendidik para lelaki yang mulai beranjak remaja, dalam mencari pengalaman hidup. Bangunannya berbentuk persegi dengan atap berbentuk perahu terbalik. Bentuk ini tak terlepas dari mata pencaharian mereka sebagai pelaut. Material yang digunakan adalah kulit kayu untuk lantai, bambu air yang dibelah dan dicacah-cacah untuk dinding, dan daun sagu untuk atap. Khusus untuk dinding, aslinya hanya ada sedikit jendela dan posisinya di depan dan belakang. Rumsram memiliki tinggi kurang lebih 6—8 m dan dibagi menjadi 2 zona yang dibedakan dengan tingkatan lantainya. Lantai 1 sifatnya terbuka dan tanpa dinding. Hanya kolom-kolom bangunan yang terlihat. Di tempat inilah, para lelaki dididik belajar memahat,...
Dalam budaya Muyu, setiap keluarga inti boleh-boleh saja tinggal di rumahnya sendiri. Namun, biasanya beberapa keluarga inti menempati sebuah rumah tinggal bersama. Tinggal bersama di sebuah rumah seperti itu bukanlah sebuah keharusan, kecuali barangkali untuk alasan keamanan— untuk memperbesar kekuatan menghadapi musuh. Meskipun sebenarnya memperbesar kekuatan itu juga dapat dilakukan dengan membangun beberapa rumah saling berdekatan. Kehidupan orang Muyu tercermin dari tipe-tipe rumah yang mereka bangun. Mereka tinggal di rumah panggung yang terbuat dari kayu dan daun-daun nibung. Rumah pohon ini biasa disebut Ayomru . Rumah-rumah itu dibangun setinggi 3—10 meter di atas tanah, dan seluas 4 hingga 8 meter persegi. Rumah-rumah itu dibangun di atas satu atau lebih tonggak pohon yang dipotong dan biasanya ditopang oleh tiang-tiang. Dindingnya dibuat dari dua lapis papan kayu. Rumahnya dibagi menjadi beberapa ruangan. Satu sebagai ruang bersama untuk pa...
Tidak hanya terkenal dengan kekayaan flora dan fauna. Papua memiliki suku-suku asli yang memiliki kehidupan menarik dan unik. Salah satunya adalah suku pedalaman asli papua yang hidup dan tinggal di rumah pohon setinggi hingga 50 meter yang dikenal dengan nama Suku Korowai. Suku Korowai mendiami wilayah Kaibar, Kabupaten Mappi, Papua. Suku Korowai baru detemukan oleh misionaris Belanda pada tahun 1974. Sebelumnya, mereka benar-benar tidak mengenal orang diluar kelompoknya. Tidak seperti suku lain yang membangun rumah Honai sebagai tempat hunian, mereka justru tinggal di rumaah pohon. Suku Korowai tinggal di rumah pohon setinggi mulai 15 hingga 50 meter. Mereka membangun rumah di atas pohon untuk menghindari binatang buas dan gangguan roh jahat. Suku Korowai percaya bahwa, semakin tinggi rumah mereka, semakin jauh dari gangguan roh-roh jahat. Bahan yang digunakan untuk membuat rumah pohon berasal dari hutan dan rawa di sekitar mereka, seperti kayu, rotan, akar dan ranting...
Masjid ini terletak di Jl Hi Rafana, memiliki luas tanah 12.588 meter persegi. Luas bangunan mencapai 1.512 meter persegi. Masjid ini dapat menampung 200 jamaah. Ciri khas masjid ini adalah terdapat empat tiang kuning penyangga di dalam masjid. Masjid ini memiliki satu kubah besar yang didominasi warna putih dan kubah kecil yang berada di sekitarnya berwarna hijau. Masjid ini dibangun pada 1505. Ketika itu, Islam disebarkan oleh imam besar Habib Rafana yang kini diabadikan sebagai nama jalan menuju masjid tersebut. Makamnya terletak di atas bukit Pulau Saonek, Raja Ampat. Dia dikuburkan bersama istri-istrinya dan kucing peliharaan kesayangannya Sumber : https://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/12/05/p0hdzj313-3-masjid-bersejarah-di-tanah-papua
Fort Du Bus merupakan benteng pertama pasukan Hindia Belanda yang berdiri di Papua. Berdiri pada 24 Agustus 1828. Berdirinya benteng ini menandai dimulainya koloni Hindia Belanda di Papua. Nama benteng ini diambil dari nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkuasa saat itu, L.P.J. Burggraaf du Bus de Gisignies. Meskipun daerah Papua sudah sejak tahun 1823 dianggap oleh pemerintah Belanda sebagai bagian dan tanah jajahan Belanda di Kepulauan Nusantara, kekuasaan pemerintah jajahan itu baru sungguh-sungguh terwujud di Papua pada akhir abad ke-l9. Segera setelah pendirian benteng pertama ini, hubungan antara pihak Belanda dan penduduk pribumi ditentukan dalam surat-surat perjanjian. Surat perjanjian ini ditandatangani oleh Raja Namatote, Kasa (Raja Lokajihia), Lutu (Orang Kaya di Lobo, Mewara dan Sendawan). Mereka diangkat sebagai kepala di daerah masing-masing oleh Belanda dengan diberi surat pengangkatan sebagai kepala daerah, berikut tongkat kekuasaan berkepala perak. S...
Museum Negeri Provinsi Papua , Jayapura Openingstijden: Senin – Jumat: 08.00 – 16.00, Sabtu: 08.00 – 15.00, Minggu: 11.00 – 16.00 Plaats: Jayapura Provincie: Papua Land:...
Museum Loka Budaya UNCEN, Jayapura Openingstijden: Senin - Minggu 08:00-15:00 Website: MuseumUncen.blogspot.com E-mail: MuseumUncen@yahoo.com Plaats: Jayapura Provincie: Papua Land: ...