Ornamen
Ornamen
candi Jawa Tengah kabupaten karang anyar
candi sukuh
- 15 Agustus 2014
CANDI SUKUH
 
Sebuah candi yang dibangun pada sekitar abad XV terletak di lereng gunung Lawu di Wilayah Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah . Dari permukaan air laut, ketinggiannya sekitar 910 M. Berhawa sejuk dengan panorama yang indah. Kompleks Situs purbakala Candi Sukuh mudah dicapai dengan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat, dengan jarak 27 Km dari kota Karanganyar. Situs purbakala Candhi Sukuh ini ditemukan oleh Residen Surakarta “Yohson” ketika masa penjajahan Inggris.
 
Mulai saat itu banyak kalangan sarjana mengadakan penelitian Candhi Sukuh antara lain Dr. Van der Vlis tahun 1842, Hoepermen diteruskan Verbeek tahun 1889, Knebel tahun 1910, dan sarjana Belanda Dr. WF. Stutterheim. Untuk mencegah kerusakan yang semakin memprihatinkan, Dinas Purbakala setempat pernah merehabilitasi Candi Sukuh pada tahun 1917, sehingga keberadaan Candi Sukuh seperti kondisi yang kita lihat sekarang. Candi Sukuh terdiri tiga tiga trap. Setiap trap terdapat tangga dengan suatu gapura. Gapura-gapura itu amat berbeda bila dibandingkan dengan gapura umumnya candi di Jawa Tengah, apa lagi gapura pada trap pertama. Bentuk bangunannya mirip candi Hindu dipadu dengan unsur budaya asli Indonesia yang nampak begitu kentara, yakni kebudayaan Megaliticum. Trap I Candi Sukuh menghadap ke barat.
 
Seperti yang sudah diutarakan, trap pertama candi ini terdapat tangga. Bentuk gapuranya amat unik yakni tidak tegak lurus melainkan dibuat miring seperti trapesium, layaknya pylon di Mesir (Pylon : gapura pintu masuk ke tempat suci). Pada sisi gapura sebelah utara terdapat relief “manusia ditelan raksasa” yakni sebuah “sengkalan rumit” yang bisa dibaca “Gapura buta mangan wong “(gapura raksasa memakan mansuia). Gapura dengan karakter 9, buta karakternya 5, mangan karakter 3, dan wong mempunyai karakter 1. Jadi candra sengkala tersebut dapat dibaca 1359 Saka atau tahun 1437 M, menandai selesainya pembangunan gapura pertama ini. Pada sisi selatan gapura terdapat relief raksasa yang berlari sambil menggigit ekor ular. Menurut KC Vrucq, relief ini juga sebuah sangkalan rumit yang bisa dibaca : “Gapura buta anahut buntut “(gapura raksasa menggigit ekor ular), yang bisa di baca tahun 1359 Seperti tahun pada sisi utara gapura.
 
Menaiki anak tangga dalam lorong gapura terdapat relief yang cukup vulgar. terpahat pada lantai. Relief ini menggambarkan phallus yang berhadapan dengan vagina. Sepintas memang nampak porno, tetapi tidak demikian maksud si pembuat. Sebab tidakmungkin di tempat suci yang merupakan tempat peribadahan terdapat lambang-lambang yang porno. Relief ini mengandung makna yang mendalam. Relief ini mirip lingga-yoni dalam agama Hindu yang melambangkan Dewa Syiwa dengan istrinya (Parwati). Lingga-yoni merupakan lambang kesuburan. Relief tersebut sengaja di pahat di lantai pintu masuk dengan maksud agar siapa saja yang melangkahi relief tersebut segala kotoran yang melekat di badan menjadi sirna sebab sudah terkena “suwuk”.
 
Boleh dikata relief tersebut berfungsi sebagai “suwuk” untuk “ngruwat”, yakni membersihkan segala kotoran yang melekat di hati setiap manusia. Dalam bukunya Candi Sukuh Dan Kidung Sudamala Ki Padmasuminto menerangkan bahwa relief tersebut merupakan sengkalan yang cukup rumit yaitu : “Wiwara Wiyasa Anahut Jalu”. Wiwara artinya gapura yang suci dengan karakter 9, Wiyasa diartikan daerah yang terkena “suwuk” dengan karakter 5, Anahut (mencaplok) dengan karakter 3, Jalu (laki-laki) berkarakter 1. Jadi bisa di temui angka tahun 1359 Saka. Tahun ini sama dengan tahun yang berada di sisi-sisi gapura masuk candhi.
 
Trap Kedua Trap kedua lebih tinggi daripada trap pertama dengan pelataran yang lebih luas. Gapura kedua ini sudah rusak, dijaga sepasang arca dengan wajah komis. Garapannya kasar dan kaku, mirip arca jaman pra sejarah di Pasemah. Di latar pojok belakang dapat dijumpai seperti jejeran tiga tembok dengan pahatan-pahatan relief, yang disebut relief Pande Besi. Relief sebelah selatan menggambarkan seorang wanita berdiri di depan tungku pemanas besi, kedua tangannya memegang tangkai “ububan”( peralatan mngisi udara pada pande besi). Barangkali maksudnya agar api tungku tetap menyala. Ini menggambarkan berbagai peristiwa sosial yang menonjol pada saat pembangunan candhi sukuh ini.Pada bagian tengah terdapat relief yang menggambarkan Ganesya dengan tangan yang memegang ekor.
 
Inipun salah satu sengkalan yang rumit pula yang dapat dibaca : Gajah Wiku Anahut Buntut, dapat ditemui dari sengkalan ini tahun tahun 1378 Saka atau tahun 1496 M. Relief pada sebelah utara menggambarkan seorang laki-laki sedang duduk dengan kaki selonjor. Di depannya tergolek senjata-senjata tajam seperti keris, tumbak dan pisau. Trap Ketiga Trap ketiga ini trap tertinggi yang merupakan trap paling suci. Candhi Sukuh memang dibuat bertrap-trap semakin ke belakang semakin tinggi. Berbeda dengan umumnya candhi-candhi di di Jawa Tengah, Candi Sukuh dikatakan menyalahi pola dari buku arsitektur Hindu Wastu Widya. Di dalam buku itu diterangkan bahwa bentuk candhi harus bujur sangkar dengan pusat persis di tengah-tengahnya, dan yang ditengah itulah tempat yang paling suci.
 
Sedangkan ikwal Candi Sukuh ternyata menyimpang dari aturan-aturan itu, hal tersebut bukanlah suatu yang mengherankan, sebab ketika Candi Sukuh dibuat, era kejayaan Hindu sudah memudar, dan mengalami pasang surut, sehingga kebudayaan asli Indonesia terangkat ke permukaan lagi yaitu kebudayaan prahistori jaman Megalithic, sehingga mau tak mau budaya-budaya asli bangsa Indonesia tersebut ikut mewarnai dan memberi ciri pada candhi Sukuh ini. Karena trap ketiga ini trap paling suci, maka maklumlah bila ada banyak petilasan. Seperti halnya trap pertama dan kedua, pelataran trap ketiga ini juga dibagi dua oleh jalan setapa yang terbuat dari batu. Jalan batu di tengah pelataran candi ini langka ditemui di candi-candi pada umumnya. Model jalan seperti itu hanya ada di “bangunan suci” prasejarah jaman Megalithic.
 
Di sebelah selatan jalan batu, di pada pelataran terdapat fragmen batu yang melukiskan cerita Sudamala. Sudamala adalah salah satu 5 ksatria Pandawa atau yang dikenal dengan Sadewa. Disebut Sudamala, sebab Sadewa telah berhasil “ngruwat” Bathari Durga yang mendapat kutukan dari Batara Guru karena perselingkuhannya. Sadewa berhasil “ngruwat” Bethari Durga yang semula adalah raksasa betina bernama Durga atau sang Hyang Pramoni kembali ke wajahnya yang semula yakni seorang bidadari.di kayangan dengan nama bethari Uma Sudamala maknanya ialah yang telah berhasil membebaskan kutukan atau yang telah berhasil “ngruwat”.Adapun Cerita Sudamala diambil dari buku Kidung Sudamala. Sejumlah lima adegan yaitu : 1. Relief pertama menggambarkan ketika Dewi Kunti meminta kepada Sadewa agar mau “ngruwat” Bethari Durga namun Sadewa menolak. 2. Relief kedua menggambarkan ketika Bima mengangkat raksasa dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya menancapkan kuku “Pancanaka” ke perut raksasa. 3. Relief ketiga menggambarkan ketika Sadewa diikat kedua tangannya diatas pohoh randu alas karena menolak keinginan “ngruwat” sang Bethari Durga. Dan sang Durga mengancam Sadewa dengan sebuah pedang besar di tangnnya untuk memaksa sadewa.. 4. Relief keempat menggambarkan Sadewa berhasil “ngruwat” sang Durga. Sadewa kemudian diperintahkan pergi kepertapaan Prangalas.
 
Disitu Sadewa menikah dengan Dewi Pradapa 5. Relief kelima menggambarkan ketika Dewi Uma (Durga setelah diruwat Sadewa) berdiri di atas Padmasana. Sadewa beserta panakawan menghaturkan sembah pada sang Dewi Uma. Pada pelataran itu juga dapat ditemui soubasement dengan tinggi 85 cm, luasnya sekitar 96 M². Ada juga obelisk yang menyiratkan cerita Garudeya. Cerita ikwal Garudeya merupakan cerita “ruwatan” pula. Ceritanya sebagai berikut : Garuda mempunyai ibu bernama Winata yang menjadi budak salah seorang madunya yang bernama dewi Kadru. Dewi Winata menjadi budak Kadru karena kalah bertaruh tentang warna ekor kuda uchaiswara. Dewi Kadru menang dalam bertaruh sebab dengan curang dia menyuruh anak-anaknya yang berujud ular naga yang berjumlah seribu menyemburkan bisa-bisanya di ekor kuda uchaiswara sehingga warna ekor kuda berubahhitam Dewi Winata dapat diruwat sang Garuda dengan cara memohon “tirta amerta” (air kehidupan) kepada para dewa.
 
Demikianlah keterangan menurut kisah adhiparwa.. Pada sebelah selatan jalan batu ada terdapat candi kecil, yang di dalamnya terdapat arca dengan ukuran yang kecil pula. Menurut mitologi setempat, candi kecil itu merupakan kediaman Kyai Sukuh penguasa ghaib kompleks candi tersebut . Di dekat candi kecil terdapat arca kura-kura yang cukup besar sejumlah tiga ekor sebagai lambang dari dunia bawah yakni dasar gunung Mahameru, juga berkaitan dengan kisah suci agama Hindhu yakni “samudra samtana” yaitu ketika dewa Wisnu menjelma sebagai kura-kura raksasa untuk membantu para dewa-dewa lain mencari air kehidupan (tirta prewita sari). Ada juga arca garuda dua buah berdiri dengan sayap membentang. Salah satu arca garuda itu ada prasasti menandai tahun saka 1363. Juga terdapat prasasti yang menyiratkan bahwa Candi Sukuh dalam candi untuk pengruwatan, yakni prasasti yang diukir di punggung relief sapi.
 
Sapi tersebut digambarkan sedang menggigit ekornya sendiri dengan kandungan sengkalan rumit : Goh wiku anahut buntut maknanya tahun 1379 Saka. Sengkalan ini makna tahunnya persis sama dengan makna prasasti yang ada di punggung sapi yang artinya kurang lebih demikian : untuk diingat-ingat ketika hendak bersujud di kayangan (puncak gunung), terlebih dahulu agar datang di pemandian suci. Saat itu adalah tahun saka Goh Wiku anahut buntut 1379. Kata yang sama dengan ruwatan di sini yaitu kata : “pawitra” yang artinya pemandian suci. Karena kompleks Candi Sukuh tidak terdapat pemandian atau kolam pemandian maka pawitra dapat diartikan air suci untuk “ngruwat” seperti halnya kata “tirta sunya”. Tempat suci untuk Pengruwatan , seperti yang sudah diutarakan, dengan bukti-bukti relief cerita Sudamala, Garudeya serta prasasti-prasasti, maka dapat di pastikan Candi Sukuh pada jamannya adalah tempat suci untuk melangsungkan upacara-upacara besar (ritus) ruwatan. Tetapi dengan melihat adanya relief lingga-yoni di gapura terdepan dan pada bagian atas candhi induk, tentulah candhi Sukuh juga sebagai lambang ucapan sukur masyarakat setempat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesuburan.yang mereka peroleh Sedangkan dilihat dari bentuk candi yang mirip dengan “punden berundak” tentulah candi ini merupakan tempat pemujaan roh-roh leluhur.
 
Bukti-bukti bahwa Candi Sukuh merupakan tempat untuk upacara pengruwatan yakni : a. Relief lingga-yoni di gapura pertama selain berfungsi sebagai “suwuk” juga berfungsi untuk “ngruwat” siapa saja yang memasuki candi. b. Relief Sudamala yang menceritakan Sadewa “ngruwat” sang Durga. c. Relief Garudeya yang menggambarkan Garuda “ngruwat” ibunya yang bernama dewi Winata. d. Prasasti tahun 1363 Saka dalam kalimat “babajang maramati setra hanang bango”. e. Prasasti tahun 1379 Saka di punggung lembu yakni kata “pawitra” yang berarti air suci (air untuk pengruwatan). Ikwal upacara “ngruwat” yang dipaparkan di sini sudah barang tentu berbeda dengan upacara ruwatan pada jaman sekarang yang biasanya dilakukan oleh seorang dalang sejati. Yang sering di sebut dalam masyarakat jawa dalang Kandha Buwana.
 
Dan ada anak yang diruwat pun mempunyai “sukerta” karena posisinya dalam keluarga misalnya: anak ontang-anting, uger-uger lawang, kembang sepasang,kedhana kedhini, sendhang kapit pancuran. Pancuran kapit sendang dan sebagainya; juga karena kebiasaan sehari-hari yang tidak kita sadari misalnya: menjatuhkan “dandang” (tanakan nasi), membuang sampah dari jendela,berjalan seorang diri diwaktu siang hari bolong, atau karena bawaan sejak lahir misalnya gondang-kasih, bungkus, kalung usus; atau karena waktu kelahirannya misalnya julung serap, julung wangi dan sebagainya. Anak-anak yang mempunyai sukerta ini diruwat oleh dalang sejati agar terbebas dari incaran Bethara Kala. Yang dimaksud ruwat di candi Sukuh jelaskah berbeda dengan ruwatan anak-anak sukerta. tersebut diatas, tetapi ruwatan yang melingkupi sebuah masyarakat dan berbagai permasalahan yang melilit kehidupan mereka.
 
Namun di sini perlu kita cermati keberadaan candhi Sukuh ini yang merupakan tempat peribadahan yang suci yang menjadi saksi atas keta`atan sebuah generasi dan keutuhan sebuah masa yang begitu mengagungkan nilai-nilai kebudayaan dan peribadahan menjadi satu dalam wujud karya yang tiada ternilai harganya, maka picik bagi kita sebagai generasi pewaris bila tak ada niatan dalam hati kita untuk turut berbagi dalam upaya pelestarian nilai-nilai dan kandungan yang tersimpan di dalamnya.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline