Wayang Orang adalah seni drama tari yang mengambil cerita Ramayana dan Mahabarata sebagai induk ceritanya. Dari segi cerita, Wayang Orang adalah perwujudan drama tari dari Wayang Kulit Purwa. Pada mulanya, yakni pertengahan abad ke-18, semua penari Wayang Orang adalah penari pria, tidak ada penari wanita. Jadi agak mirip dengan pertunjukan ludruk di Jawa Timur dewasa ini. Dalam berbagai buku mengenai budaya wayang disebutkan, Wayang Orang diciptakan oleh Kangjeng Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I (1757 - 1795). Para pemainnya waktu itu terdiri atas abdi dalem istana.
Menilik dari sejarah seni pertunjukan budaya Jawa, mayoritas dipengaruhi oleh kisah Mahabharata dan Ramayana dari India yang telah berbaur dengan budaya lokal. Tetapi dari kedua sumber budaya ini, Mahabharatalah yang menjadi runutan hampir mayoritas seni pertunjukan Jawa seperti wayang purwa, wayang orang dan lain sebaginya. Mahabhrata memiliki inti cerita seputar konflik antara Pandawa dan Kurawa mengenai sengketa pemerintahan Negara Astina yang puncaknya terjadi pada perang Bharatayudha. Mahabharata mulai populer di Jawa sekitar abad 10 masehi pada masa pemerintahan Dharmawangsa Teguh ( 991-1016 M) dari Kediri. Lalu berkembang semakin populer dalam bentuk Kakawin atau bentuk puisi lawas dengan metrum India berbahasa Jawa kuno. Pencipta kakawin yang paling terkenal adalah Mpu Sedah dalam karya Bharatayudha yang ditujukan sebagai persembahan kepada Prabu Jaya Baya diakhir pemerintahannya. Kisah Mahabharata ini mengilhami terciptanya beragam jenis kesenia daerah jawa seperti seni arsitektur yang terlihat pada candi, seni tari seni lukis, dan pertunjukan. Sumber-sumber Mahabharata diera kerajaan Jawa kuno banyak ditulis di daun lontar yang berisi tentang filosofi-filosofi kehidupan sosio-budaya-politik masyarakat Jawa.
Pertama kali Wayang Orang itu dipentaskan secara terbatas pada tahun 1760. Namun, barn pada pemerintahan Mangkunegara V pertunjukan Wayang Orang itu lebih memasyarakat, walaupun masih tetap terbatas dinikmati oleh kerabat keraton dan para pegawainya. Pemasyarakatan seni Wayang Orang hampir bersamaan waktunya dengan lahirnya drama tari Langendriyan. Pada masa pemerintahan Mangkunegara VII (1916 -1944) kesenian Wayang Orang mulai diperkenalkan pada masyarakat di luar tembok keraton. Usaha memasyarakatkan kesenian ini makin pesat ketika Sunan Paku Buwana X (1893-1939) memprakarsai pertunjukan Wayang Orang bagi masyarakat umum di Balekambang, Taman Sriwedari, dan di Pasar Malam yang diselenggarakan di alun-alun. Para pemainnya pun, bukan lagi hanya para abdi dalem, melainkan juga orang-orang di luar keraton yang berbakat menari.
Penyelenggaraan pertunjukan Wayang Orang secara komersial baru dimulai pada tahun 1922. Mulanya, dengan tujuan mengumpulkan dana bagi kongres kebudayaan. Kemudian pada tahun 1932, pertama kali Wayang Orang masuk dalam siaran radio, yaitu Solosche Radio Vereeniging, yang mendapat sambutan hebat dari masyarakat.Wayang Orang juga menyebar ke Yogyakarta. Pada zaman pemerintahan Sultan Hamengku Buwana VII (1877 -1921) keraton Yogyakarta dua kali mempergelarkan pementasan Wayang Orang untuk tontonan kerabat keraton. Waktu itu lakonnya adalah Sri Suwela dan Pregiwa - Pregiwati. Wayang Orang di Yogyakarta ini disebut Wayang Wong Mataraman.
Pakaian para penari Wayang Orang pada awalnya masih amat sederhana, tidakjauh berbeda dengan pakaian adat keraton sehari-hari, hanya ditambah dengan selendang tari. Baru pada zaman Mangkunegara VI (1881-1896), penari Wayang Orang mengenakan irah-irahan terbuat dari kulit ditatah apik, kemudian disungging dengan perada.Sejalan dengan perkembangan Wayang Orang. terciptalah gerak-gerak tari baru yang diciptakan oleh para seniman pakar tari keraton. Gerak tari baru itu antara lain adalah sembahan, sabetan, lumaksono. ngombak banyu, dan srisig.
Karena ternyata kesenian Wayang Orang mendapat sambutan hangat dari masyarakat, bermunculanlah berbagai perkumpulan Wayang Orang; mula-mula dengan status amatir, kemudian menjadi profesional. Perkumpulan Wayang orang yang cukup tua dan terkenal, di antaranya Wayang Orang (WO) Sriwedari di Surakarta dan WO Ngesti Pandawa di Semarang. Wayang Orang Sriwedari merupakan kelompok budaya komersial yang pertama dalam bidang seni Wayang Orang. Didirikan tahun 1911, perkumpulan Wayang Orang ini mengadakan pentas: secara tetap di `kebon raja' yakni taman hiburan umum milik Keraton Kasunanan Surakarta.
Patut juga dicatat, peranan masyarakat keturunan Cina di Surakarta dan Malang yang aktif mengembangkan kesenian Wayang Orang. Mereka bergabung dalam perkumpulan kesenian PMS (Perkumpulan Masyarakat Surakarta) yang secara berkala mengadakan latihan tari dan pada waktu-waktu tertentu mengadakan pementasan untuk pengumpulan dana dan amal. Perkembangan seni Wayang Orang di Surakarta lebih bersifat populer dibandingkan di Yogyakarta. Kreasi seniman Surakarta untuk melengkapi pakaian tari Wayang Orang, mengarah pada `glamour' dengan kemewahan tata panggung. Untuk pemeran tokoh wayang bambangan seperti Arjuna, Abimanyu, dan sejenisnya, digunakan penari wanita. Sedangkan di Yogyakarta tetap mempertahankan penari pria.
Di Jakarta, pada tahun 1960 - 1990, pernah pula berdiri beberapa perkumpulan Wayang Orang, di antaranya Sri Sabda Utama, Ngesti Budaya, Ngesti Pandawa, Cahya Kawedar, Adi Luhung, Ngesti Widada, Panca Murti, dan yang paling lama bertahan Bharata.
Pentas seni Wayang Orang juga melahirkan seniman-seniman tari yang menonjol, antara lain Sastradirun, Rusman, Darsi, dan Surana dari Surakarta; Sastrasabda dan Nartasabda dari Semarang; Samsu dan Kies Slamet dari Jakarta.
Source: http://labsky2012.blogspot.com/2012/09/tugas-5-wayang-orang-sebuah-lakon_5202.html
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja