Wayang kulit adalah seni pertunjukan yang populer di Jawa dan sekitarnya. Ceritanya biasanya diangkat dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tapi bukan sebuah keharusan. Wayangnya sendiri terbuat dari kulit sapi yang kemudian diproses dan diukir. Tangkainya yang digerakkan oleh dalang juga dibuat dari bagian dari sapi, yaitu tanduknya. Dalang adalah bagian terpenting dari pertunjukan wayang kulit. Dalanglah yang menggerekkan wayang. Tak hanya menggerakkan, ia juga bernyanyi secara naratif, mengubah karakter suara, berguyon, menuangkan segala emosi, jiwa dan raga. Seorang dalang harus tau segala seluk beluk cerita, sifat dari masing-masing karakter yang diperankan oleh wayangnya masing-masing, bahkan kadang bercerita dengan interpretasinya sendiri. Dalang memainkan wayangnya dibelakang layar putih yang disebut kelir, yang disorot lampu minyak, sehingga penonton melihat gerakan wayang dari bayangannya.

Wayang selalu diringi dengan gamelan yang dimainkan oleh nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Walaupun wayang sulit dinikmati khalayak luas--terutama karena bahasa dan ketidakfamiliarannya publik akan cerita Mahabharata dan Ramayana--tetapi gamelan dapat dinikmati semua orang, bahkan sampai mendunia. Salah satu idola saya, seorang pemain saksofon jazz dari Amerika, Kamasi Washington, sangat menikmati musik gamelan. 

Wayang kulit diadopsi oleh salah satu Wali Songo--Sunan Kalijaga--dari Wayang Beber yang berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha.

Wayang kulit ada banyak jenisnya--salah satunya Wayang Kulit Gagrag Yogyakarta, yang mempunyai bentuk, pewarnaan dan penatahan yang khas. Unsur-unsurnya pun berbeda dari yang lain; narasinya, alur ceritanya, dan properti panggungnya mempunyai keunikan tersendiri. Tokoh-tokohnya, antara lain: Antasena, Wisanggeni dan Punokawan.

OSKM2018