Produk Arsitektur
Produk Arsitektur
Produk Arsitektur Sulawesi Utara Minahasa
Watu Pinawetengan, Awal Mula Peradaban Minahasa

Syahdan ketika Tu’ur Intana atau pemukiman awal telah dipenuhi oleh keturunan Toar’ dan Lumi’muut (suku Minahasa asli), datanglah berbagai bencana yang mengisyaratkan mereka untuk membuka pemukiman baru. Maka tibalah keturunan minahasa pada sebuah perbukitan (tonduraken), di tempat tersebut terdapat batu besar yang kemudian dinamakan dengan Watu Pinawetengan.

Pemilihan lokasi perbukitan tersebut bukan tanpa alasan, ada tiga faktor yang mendukung hal tersebut. Faktor tersebut antara lain, dekatnya lokasi perbukitan dengan sumber mata air, perbukitan tersebut dianggap sebagai lokasi yang berada di tengah-tengah wilayah Minahasa, dan tidak adanya gangguan.

Ari, juru pelihara Situs Watu Pinawetengan, ketika ditemui mengatakan, Nama Watu Pinawetengan berasal dari bahasa Minahasa, Watu artinya batu, sedangkan Pinawetengan bisa dimaknakan dengan tempat pembagian. Watu Pinawetengan dahulu digunakan oleh para leluhur (apo) sebagai tempat pertemuan dan musyawarah untuk menentukan sesuatu.

Musyawarah terpenting yang pertama kali dilakukan adalah pembicaraan mengenai pembagian wilayah yang akhirnya menghasilkan sub-etnis minahasa. Pembagian tersebut terdiri dari 9 suku, yang setiap suku mempunyai bahasa dan wilayahnya masing-masing.  Sembilan suku tersebut antara lain suku Tontempoan, suku Tombolo, suku Tonsea, suku Tolowur, suku Tonsawang, suku Pasang, suku Penosakan, suku Bantik, dan suku Siau.

Uniknya, hasil pembagian wilayah dan etnis suku Minahasa yang dilakukan di Watu Pinawetengan tersebut  digoreskan pada batu. “banyak para peneliti yang datang kesini, meneliti goresan-goresan yang terterah di batu. Mereka mengatakan ini bahasa simbol, namun belum ada yang berhasil menterjemahkannya,” begitu tutur Ari melanjutkan.

Selain awalnya digunakan sebagai tempat bermusyawarah membagi wilayah suku Minahasa, Watu Pinawetengan juga digunakan sebagai tempat pertemuan keluarga Minahasa. Hal ini dilakukan sebagai ajang untuk mempererat tali kekeluargaan antar sesamanya. Dari pertemuan-pertemuan tersebut, tercetus beberapa amanat antara lain, Masawawangan yang artinya cipta rasa saling tolong menolong, Masasan yang artinya cipta rasa persatuan dan kesatuan, danMalioliosan (baku-baku bae) yang berarti saling berbuat baik.

Menurut Ari, ketiga amanat tersebutlah yang kemudian menginspirasi Sam Ratulangi, sebagai tokoh pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia, mencetuskan slogan “Si Tou Timou Tomou Tou” yang memiliki makna, orang hidup bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk menghidupkan orang lain.

Tidak jauh dari Watu Pinawetengan, terdapat batu-batu lain, batu tersebut adalah Watu Kopero dan Watu Siouw Kurur. Kedu batu ini menjadi tanda bahwa di tempat tersebut terdapat makam para leluhur suku Minahasa.

Mengingat arti penting Watu Pinawetengan sebagai awal mula peradaban suku Minahasa di nusantara, pada 1 Desember 1974, HV Worang, sebagai Gubernur Sulawesi Utara pada saat itu meresmikan berdirinya Situs Watu Pinawetengan. Kemudian berdasarkan UU No 11 tahun 2010, Situs Watu Pinawetengan diangkat menjadi bangunan cagar budaya yang dilindungi pemerintah. Status tersebut membuktikan, Watu Pinawetengan bukan hanya seenggok batu, tetapi dari sanalah awal mula peradaban Minahasa dibangun dan nilai-nilai kemanusiaan diwariskan.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline