Kuliner yang unik di Suku Dayak sangat banyak, salah satunya adalah Wadi. Wadi merupakan kuliner yang berbahan dasar daging ikan, tapi kadang juga daging babi. Santapan ini bermula dari kebiasaan dan kehidupan masyarakat Dayak yang merupakan peladang yang tangguh, dengan tinggal di tempat yang berbeda dan berpindah-pindah. Kondisi ini yang membuat mereka menguasai teknik pengawetan, salah satunya pengawetan ikan. Pengawetan ikan yang mereka lakukan dengan proses fermentasi yang alami.Kuliner yang unik di Suku Dayak sangat banyak, salah satunya adalah Wadi. Wadi merupakan kuliner yang berbahan dasar daging ikan, tapi kadang juga daging babi. Santapan ini bermula dari kebiasaan dan kehidupan masyarakat Dayak yang merupakan peladang yang tangguh, dengan tinggal di tempat yang berbeda dan berpindah-pindah. Kondisi ini yang membuat mereka menguasai teknik pengawetan, salah satunya pengawetan ikan. Pengawetan ikan yang mereka lakukan dengan proses fermentasi yang alami.Kuliner yang unik di Suku Dayak sangat banyak, salah satunya adalah Wadi. Wadi merupakan kuliner yang berbahan dasar daging ikan, tapi kadang juga daging babi. Santapan ini bermula dari kebiasaan dan kehidupan masyarakat Dayak yang merupakan peladang yang tangguh, dengan tinggal di tempat yang berbeda dan berpindah-pindah.
Kondisi ini yang membuat mereka menguasai teknik pengawetan, salah satunya pengawetan ikan. Pengawetan ikan yang mereka lakukan dengan proses fermentasi yang alami.Kuliner yang unik di Suku Dayak sangat banyak, salah satunya adalah Wadi. Wadi merupakan kuliner yang berbahan dasar daging ikan, tapi kadang juga daging babi. Santapan ini bermula dari kebiasaan dan kehidupan masyarakat Dayak yang merupakan peladang yang tangguh, dengan tinggal di tempat yang berbeda dan berpindah-pindah. Kondisi ini yang membuat mereka menguasai teknik pengawetan, salah satunya pengawetan ikan. Pengawetan ikan yang mereka lakukan dengan proses fermentasi yang alami.
Wadi merupakan makanan berbahan dasar ikan kadang juga memakai daging babi, Pengolahanya yaitu ikan atau daging yang hendak diolah dibersihkan terlebih dahulu, selanjutnya direndam selama 5-10 jam dalam air garam. Kemudian daging atau ikan diangkat dan dibiarkan mengering. Setelah cukup kering ikan atau daging dicampur dengan Sa’mu sampai merata. Kemudian daging disimpan dalam kotak kaca, stoples, atau plastik kedap udara yang ditutup rapat-rapat. Simpan kurang lebih selama 3-5 hari. Untuk daging disarankan simpan lebih dari 1 minggu, Setelah selesai, wadi harus diolah kembali antara lain dengan cara digoreng atau dimasak.
Pertama-tama, ikan yang sudah dipotong-potong seukuran separuh telapak tangan orang dewasa itu ditaburi garam selama sehari semalam. Keesokan paginya, potongan ikan tersebut dicuci untuk menghilangkan garam. Selanjutnya, potongan ikan itu direndam larutan gula aren sehari semalam. Keesokan harinya, potongan ikan ditiriskan dan ditaburi irisan bawang putih agar beraroma harum. Kemudian, potongan ikan tersebut dimasukkan ke dalam toples. Di atas ikan tersebut, ditaburkan butiran beras berwarna coklat kekuningan ke potongan ikan. Butiran beras itu pun sebelumnya juga menjalani serangkaian proses. Diawali pencucian, penirisan selama semalam, disangrai hingga coklat kekuningan, hingga beras tersebut digiling kasar. Sekitar seminggu kemudian, potongan ikan yang sudah ditaburi beras menjadi wadi. Ikan terfermentasi yang menyengat baunya, tetapi lezat rasanya.
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang