|
|
|
|
Upacara adat Hodo Tanggal 16 Apr 2015 oleh Ubaydillah . |
Upacara adat Hodo merupakan upacara untuk meminta hujan, yang diselenggarakan oleh warga Dukuh Pariopo, Desa Bantal, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo. Upacara ini dilakukan berdasarkan tradisi lisan yang masih hidup di kalangan warga Desa Bantal, yakni tradisi yang terkait dengan kisah perjalanan Raden Damarwulan, seorang tokoh dari Kerajaan Majapahit.
Raden Damarwulan konon diutus untuk memerangi Kadipaten Blambangan. Setelah berhasil menaklukkan Blambangan, Raden Damarwulan dan prajuritnya kembali ke Majapahit. Pada saat tiba di tempat kering dan tandus yang diapit oleh dua bukit (tempat ini kemudian dikenal dengan nama “Dukuh Pariopo”), mereka kehausan dan kelaparan.
Mereka lalu membuat batu tomang (tungku) sebagai tempat untuk memasak. Namun karena kesulitan air, Raden Damarwulan lalu bersemadi di sebuah gua di sebelah utara batu tomang. Dalam semadi tersebut Raden Damarwulan mendapat petunjuk agar memotong hewan kurban berupa kambing berwarna hitam di kaki Gunung Masali, dan membuat sajian di sekitar batu tomang sebagai sarana memohon hujan kepada Yang Mahakuasa. Petunjuk tersebut dijalankan, dan tak lama kemudian hujan turun menyelamatkan warga dari bencana kekeringan.
Rangkaian upacara Hodo terdiri atas kegiatan yang meliputi:
1) selama satu malam di dalam gua untuk memohon kepada Tuhan agar hal-hal yang akan dikerjakan esok harinya mendapat izin dan ridho-Nya;
2) menyucikan diri: semua peserta Hodo melakukan mandi, keramas, dan bersuci di Sungai Masali untuk membersihkan diri, lahir dan batin;
3) memotong hewan kurban: menyembelih kambing sebagai binatang kurban untuk perlengkapan sajian;
4) membuat tumpeng agung: dengan mengenakan pakaian kebesaran semua peserta membawa tumpeng agung dan panji-panji serta bakaran dupa menuju altar pemujaan, yaitu Bato Tomang; dan
5) memanjatkan doa: semua pelaku ritual berdoa kepada Tuhan dipimpin oleh pemangku spiritual. bersemadi dengan cara melekan “tidak tidur”
Upacara Hodo diawali dengan pembakaran dupa wangi yang dilakukan oleh pemangku spiritual. Kidung tua dilantunkan oleh seorang pelaku ritual dan sesekali diikuti oleh para penari. Pada akhir kidung semua pelaku ritual membunyikan tabuhan secara bersahutan, dilanjutkan dengan melantunkan pujian. Para pengrawit membunyikan gamelan dan para penari menggerakkan tangan dan kepala yang menggambarkan penyembahan dan permohonan kepada Sang Pencipta. Para penari menggerakkan tubuhnya dengan khidmat untuk memohon turunnya hujan. Di bagian akhir para penari menarikan tarian suka ria yang menggambarkan bahwa permohonannya dikabulkan oleh Sang Pencipta, diikuti para peserta lain. Pemangku spiritual menaburkan bunga sebagai pertanda selesainya seluruh rangkaian upacara.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |