Masyarakat Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Tolaki adalah masyarakat agraris, artinya kehidupannya sangat tergantung pada pertanian. Masyarakat Tolaki juga adalah masyarakat adat, hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai masyarakat adat tentu sangat terikat dengan berbagai kearifan lokal sebagai panduan kehidupan sosial, kemasyarakatan, maupun berbangsa dan bernegara. Kearifan lokal itu diantaranya yang berhubungan dengan pertanian seperti, Monahu Ndau’upada pesta syukuran pasca panen dan memasuki musim tanam berikutnya. Dalam acara Monahu Ndau’uitu terdiri dari beberapa tahapan kegiatan yang harus dilaksanakan, yaitu:
Pengertian mombaka secara harfiah adalah memberi makan, tetapi makna yang sesungguhnya adalah mensucikan; yang disucikan itu adalah peralatan pertanian mulai dari alat-alat yang akan digunakan dalam pengolahan kebun sampai alat untuk memproses padi sampai menjadi beras yang siap untuk dikonsumsi. Alat-alat itu seperti parang, sabit, pacul, kapak, lesung, niru, alu, dan lain sebagainya.
Pengertiannya adalah mengusir, mencegah, atau menyampaikan permohonan serta permintaan agar tidak mengganggu seluruh tanaman, baik itu hewan pengerat, makhluk halus (roh), dan termasuk serangga-serangga yang dapat mengganggu tanaman sehingga dapat menimbulkan kegagalan panen. Pelaksanaannya ini adalah dalam bentuk sesajen berupa nasi ketan hitam yang dimuat pada daun khusus yang dalam bahasa Tolaki disebut Tawa Umera.
Pengertian mosehe adalah pemulihan, perdamaian, atau rekonsiliasi. Dalam konteks ini adalah terkait keberadaan manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki ketergantungan dengan makhluk lainnya. Ketergantungan itu meliputi hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan, manusia dengan lingkungannya, maupun dengan Sang Hyang (Tuhan). Moseheini merupakan puncak kegiatan dari seluruh acara Monahu Ndau’u. Di wilayah Konawe (Kerajaan Konawe), dulunya tempat pelaksanaan Monahu Ndau’u hanya dilangsungkan pada tiga tempat yaitu:
Yaitu wilayah bagian barat Kerajaan Konawe.
Yaitu wilayah bagian selatan Kerajaan Konawe yang sekarang ini sudah menjadi wilayah Kabupaten Konawe Selatan.
Yaitu bagian utara Kerajaan Konawe yang letaknya ± 3 km dari ibukota Kabupaten Konawe.
Peralatan Mosehe terdiri dari beberapa jenis, yang masing-masing jenisnya memiliki makna yang juga langsung berhubungan dengan kehidupan manusia. Alat-alat itu adalah:
Sebelum rangkaian acara di atas dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan kegiatan yang bersifat olahraga dan kesenian dalam rangka menyongsong acara puncak Monahu Ndau’u. Kegiatan itu disebut sambaka (suatu jenis permainan yang hanya dapat dilaksanakan pada momen-momen tertentu saja) sehingga pelaksanaan Monahu Ndau’u itu sangat ramai layaknya orang sedang melaksnakan pasar malam. Karena selain mengikuti olahraga dan kesenian, masyarakat juga berdatangan dari berbagai penjuru sambil membawa varietas yang akan ditanam pada musim tanam berikutnya.
Sumber : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbsulsel/upacara-adat-monahu-ndauu/
Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati
Bangunan GKJ Pakem merupakan bagian dari kompleks sanatorium Pakem, yang didirikan sebagai respon terhadap lonjakan kasus tuberculosis di Hindia-Belanda pada awal abad ke-20, saat obat dan vaksin untuk penyakit ini belum ditemukan. Sanatorium dibangun untuk mengkarantina penderita tuberculosis guna mencegah penularan. Keberadaan sanatorium di Indonesia dimulai pada tahun 1900-an, dengan pandangan bahwa tuberculosis adalah penyakit yang jarang terjadi di negara tropis. Kompleks Sanatorium Pakem dibangun sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan kapasitas di rumah sakit zending di berbagai kota seperti Solo, Klaten, Yogyakarta, dan sekitarnya. Lokasi di Pakem, 19 kilometer ke utara Yogyakarta, dipilih karena jauh dari keramaian dan memiliki udara yang dianggap mendukung pemulihan pasien. Pembangunan sanatorium dimulai pada Oktober 1935 dan dirancang oleh kantor arsitektur Sindoetomo, termasuk pemasangan listrik dan pipa air. Sanatorium diresmikan oleh Sultan Hamengkubuwono VIII pada 23...
Bahan-bahan 4 orang 2 bungkus mie telur 4 butir telur kocok 1 buah wortel potong korek api 5 helai kol 1 daun bawang 4 seledri gula, garam, totole dan merica 1 sdm bumbu dasar putih Bumbu Dasar Putih Praktis 1 sdm bumbu dasar merah Meal Prep Frozen ll Stok Bumbu Dasar Praktis Merah Putih Kuning + Bumbu Nasi/ Mie Goreng merica (saya pake merica bubuk) kaldu jamur (totole) secukupnya kecap manis secukupnya saus tiram Bumbu Pecel 1 bumbu pecel instant Pelengkap Bakwan Bakwan Kriuk bawang goreng telur ceplok kerupuk Cara Membuat 30 menit 1 Rebus mie, tiriskan 2 Buat telur orak arik 3 Masukkan duo bumbu dasar, sayuran, tumis hingga layu, masukkan kecap, saus tiram, gula, garam, lada bubuk, penyedap, aduk hingga kecap mulai berkaramel 4 Masukkan mie telur, kecilkan / matikan api, aduk hingga merata 5 Goreng bakwan, seduh bumbu pecel 6 Siram diatas mie, sajikan dengan pelengkap
Wisma Gadjah Mada terletak di Jalan Wrekso no. 447, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma Gadjah Mada dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada yang dikelola oleh PT GAMA MULTI USAHA MANDIRI. Bangunan ini didirikan pada tahun 1919 oleh pemiliknya orang Belanda yaitu Tuan Dezentje. Salah satu nilai historis wisma Gadjah Mada yaitu pada tahun 1948 pernah digunakan sebagai tempat perundingan khusus antara pemerintahan RI dengan Belanda yang diwakili oleh Komisi Tiga Negara yang menghasilkan Notulen Kaliurang. Wisma Gadjah Mada diresmikan oleh rektor UGM, Prof. Dr. T. Jacob setelah di pugar sekitar tahun 1958. Bangunan ini dikenal oleh masyarakat sekitar dengan Loji Cengger, penamaan tersebut dikarenakan salah satu komponen bangunan menyerupai cengger ayam. Wisma Gadjah Mada awalnya digunakan sebagai tempat tinggal Tuan Dezentje, saat ini bangunan tersebut difungsikan sebagai penginapan dan tempat rapat. Wisma Gadjah Mada memiliki arsitektur ind...
Bangunan ini dibangun tahun 1930-an. Pada tahun 1945 bangunan ini dibeli oleh RRI Yogyakarta, kemudian dilakukan renovasi dan selesai tanggal 7 Mei 1948 sesuai dengan tulisan di prasasti yang terdapat di halaman. Bangunan bergaya indis. Bangunan dilengkapi cerobong asap.