Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Lege Bengkulu Bengkulu
Ular N'daung
- 14 November 2018

Pada zaman dahulu kala, di kaki sebuah gunung di daerah Bengkulu hidup seorang janda tua bersama dengan tiga orang anaknya. Mereka hidup sangat kekurangan di sebuah gubug tua berdinding anyaman bambu dan beratap daun rumbia. Untuk dapat menyambung hidup sang janda beserta anak-anaknya menjual buah-buahan hasil kebun mereka yang tidak seberapa luas.
Suatu hari sang janda tua itu sakit keras. Ia lalu dibawa berobat ke orang pintar yang ada di desanya. Kata sang orang pintar, dia harus diberi ramuan khusus berupa daun-daunan hutan yang dimasak secara gaib dari bara yang ada di puncak gunung. Apabila hal itu tidak segera dilakukan, maka penyakitnya semakin bertambah parah dan akan berujung pada kematian.
Alangkah sedihnya anak-anak sang janda mendengar berita tersebut. Mereka menjadi sedih karena konon bara yang ada di puncak gunung itu dijaga oleh seekor ular gaib bernama n’Daung. Ular itu dipercaya oleh penduduk sekitar akan memangsa siapa saja yang mencoba mendekati bara.

Saat terjadi kebimbangan tersebut, tiba-tiba si bungsu yang parasnya sangat cantik menyatakan dirinya sanggup untuk mencari dedaunan hutan dan memasaknya di puncak gunung. Tanpa menanti jawaban dari saudara-saudaranya yang lain ia langsung pergi menuju ke tengah hutan. Setelah dedaunan didapat ia segera berangkat menuju puncak gunung untuk memasaknya.
Sesampainya di puncak gunung, tiba-tiba ia mendengar suara bergemuruh disertai sebuah raungan yang sangat keras. Inilah pertanda bahwa Si Ular n’Daung merasa terusik karena ada orang yang berani mendekati tempat tinggalnya. Dengan sangat ketakutan, si bungsu mendekatinya dan berkata, “Wahai ular n’Daung, berilah saya sebutir bara gaib guna memasak dadaunan yang aku bawa ini untuk dijadikan obat bagi ibuku.”
Melihat kecantikan wajah si bungsu, Si Ular n’Daung sangat tertarik. Ia lalu berkata, “Aku akan memberikan bara gaib sebanyak yang kau minta, tapi syaratnya engkau harus mau menjadi isteriku. Bagaimana?”

Si Bungsu yang menduga bahwa perkataan ular itu hanya mengujinya, tanpa berpikir panjang segera menyanggupinya. Ia lalu mendapatkan beberapa buah bara api untuk memasak dedaunan ramuan obat untuk ibunya. Setelah selesai, Si Bungsu segera pamit pulang pada Ular n’Daung. Ia berjanji akan datang lagi setelah memberikan ramuan obat itu pada ibunya.
Keesokan harinya, setelah sholat ashar Si Bungsu berangkat lagi ke puncak gunung. Waktu bertemu dengan Ular n’Daung hari telah malam. Saat itu sang ular tiba-tiba berumah menjadi seorang ksatria tampan yang bernama Pangeran Abdul Rahman Alamsjah. Sebenarnya Pangeran ini telah disihir oleh pamannya sendiri menjadi ular. Ia dapat beralih wujud menjadi manusia kembali hanya pada saat matahari telah terbenam. Apabila matahari mulai terbit, tubuhnya berangsur-angsur menjadi ular lagi.
Di lain tempat, setelah mendapat obat dari Si Bungsu, Sang ibu menjadi sehat seperti sediakala. Sementara kakak-kakaknya menjadi iri hati. Mereka ingin mengetahui apa yang dilakukan oleh Si Bungsu hingga ia berhasil mendapatkan bara gaib dari Si Ular n’Daung. Untuk itu, mereka pun berangkat menyusul Si Bungsu ke puncak gunung.

Sesampai di puncak gunung, kedua saudara Si Bungsu menjadi sangat terkejut melihat Si Ular n’Daung sedang beralih ujud menjadi seorang lelaki tampan. Melihat ketampanan si Ular n’Daung timbullah perasaan iri dan ingin memfitnah Si Bungsu. Mereka lalu mengendap ke dalam gua dan mencuri kulit ular itu dan membakarnya dengan harapan si ksatria akan marah dan mengusir Si Bungsu.


Tetapi yang terjadi justeru sebaliknya. Akibat kulit ularnya telah terbakar, maka secara tidak sengaja kutukan pada Sang Ksatria pun otomatis sirna. Sang Ksatria yang bernama Pangeran Alamsjah tersebut segera berlari ke arah Si Bungsu dan segera memeluknya. Selanjutnya mereka lalu pergi meninggalkan gua menutuk menuju istana Sang Pangeran. Sesampainya di istana Sang Pangeran langsung mengusir sang paman yang telah menyihirnya menjadi seekor ular. Ia selanjutnya dinobatkan menjadi raja dan hidup berbahagia dengan Si Bungsu. 

Sumber:

https://www.romawiki.org/cerita-rakyat-dari-bengkulu-ular-ndaung/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Kertodadi
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Cepet Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Potro
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Sambal Matah
Makanan Minuman Makanan Minuman
Bali

Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati

avatar
Reog Dev