Ternyata orang Tetum, Belu-NTT telah lama memiliki tradisi berdebat. Tradisi berdebat dalam kebiasaan orang Tetun di Belu disebut Toe Malu. Dengan suara tinggi kedua pihak bertemu muka ke muka, misalnya di halaman rumah lalu mulai berdebat. Oleh karena suara mereka sangat nyaring maka seluruh isi kampung berlarian ke arah asal suara itu untuk menonton atau menjaga agar tidak terjadi perkelahian antara kedua belah pihak yang sedang Toe Malu. Suara orang yang sedang Toe Malu terdengar nyaring, terus bersambung dengan ekspresi yang sesuai dengan isi debat. Suara mereka yang terlibat Toe Malu terdengar sangat nyaring dan riuh rendah terus melengking tinggi dan bersahut-sahutan. Suasana kampung menjadi ramai oleh teriakan orang.
Kedua pihak yang berseberangan terus beradu dalam mengemukakan berbagai alasan dan bukti nyata sehingga dapat menyakinkan pihak seberang. Masalah-masalah yang menjadi topik Toe Malu ialah persoalan ternak, kebun, adat, belis, pencurian, persinahan, pembagian kekayaan, pembagian tanah atau hak ulayat, pelanggaran adat, belis, denda, dll. Lamanya Toe Malu bisa berjam-jam tanpa terputus. Selama berjam-jam, kedua pihak terlibat saling adu kekuatan suara dan mengadu kemampuan mengemukakan gagasan secara beruntun dan lancar dalam bahasa Tetun. Selanjutnya pihak yang lain, terus membalas dengan beragam alasan dan gagasan. Saling tuding menuding, saling mengadu gagasan, berjalan silih berganti.
Pengalaman menunjukkan bahwa kedua pihak yang terlibat Toe Malu tidak ada yang dinyatakan menang atau kalah. Namun dengan adanya Toe Malu, masyarakat tradisional Belu mampu memberikan rasa keseimbangan dalam hidup mereka. Persoalan menjadi lebih jernih dan terbuka untuk umum. Tidak ada rahasia yang perlu ditutupi lagi karena semuanya begitu transparan akibat saling adu argumen dengan menggunakan suara keras dan terbuka serta disaksikan oleh seluruh isi kampung atau seluruh desa.
Oleh karena kedua belah pihak membutuhkan penyelesaian yang mengandung kekuatan hukum adat, maka masalah yang diperdebatkan kedua belah pihak akhirnya perlu di bawah ke tingkat pengadilan desa atau kampung. Di pengadilan kampung, keduanya diminta keterangan secara berganti-ganti. Lalu majelis adat mulai melakukan kompromi. Hasilnya ialah kesepakatan mengenai denda yang diatur secara adil. Pihak yang bersalah memberikan denda yang besarnya ditetapkan dewan adat. Sedangkan pihak yang benar menerima denda bersama para pemuka kampung atau desa. Namun bila tidak ada yang salah atau tidak ada yang benar, maka keduanya perlu didamaikan. Perdamaian adat harus dilaksanakan setelah masing-masing pihak menyatakan menerima dan saling memaafkan, dilanjutkan dengan pemberian benda atau uang sebagai tanda perdamaian. Dalam hal ini, kepada dewan hakim kampung atau desa yang berfungsi sebagai dewan pendamai dan pemutus hukuman yang adil dan merata.
Sayangnya tradisi Toe Malu yang merupakan simbol keterbukaan dan transparansi selalu ditanggapi negatif. Padahal nilai Toe Malu ini sungguh tinggi, teristimewa agar masalah-masalah yang dihadapi manusia tidak disimpan atau dirahasiakan sendiri, namun perlu dikeluarkan dan dibahasakan secara terbuka dan disaksikan masyarakat serta dewan adat kampung atau desa. Dalam iklim Demokrasi, orang perlu berdebat demi mencapai kata sepakat. Berdebat tentu perlu seninya, bukan asal teriak apalagi sampai mengganggu ketenteraman dan kedamaian. Salah satu nilainya ialah bahwa dengan Toe Malu orang berjuang untuk mampu mengungkapkan diri, mengemukakan gagasan demi membela integritas dirinya demi mencapai keadilan, permusyawaratan, kemanusiaan, persatuan dan keharmonisan dalam hidup.
sumber: https://www.kompasiana.com/1b3las-mk/54f79cd6a33311807b8b48c5/toe-malu-tradisi-berdebat-orang-tetum-belu-ntt
#SBJ
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja