Ornamen
Ornamen
Alat Masak Daerah Istimewa Yogyakarta DI Yogyakarta
Tenggok - DI Yogyakarta - DI Yogyakarta - Peralatan Masak
- 30 April 2018

Alat dapur tradisional ini terbuat dari anyaman bambu. Bentuknya menyerupai tabung. Bagian bawah berbentuk segi empat, atasnya berbentuk lingkaran yang lebih besar. Bagian atas tenggok dilapisi bilahan bambu sebagai penguat. Bagian bawah bersisi antara 20-25 cm, sementara bagian tengah dan atas berdiameter antara 25-35 cm. Tinggi tenggok sekitar 30 cm.

Dalam kamus Jawa karangan WJS Poerwadarminta (1939) dikatakan bahwa tenggok hampir mirip dengan alat dapur yang bernama senik. Hanya saja tenggok berukuran kecil, senik berukuran besar. Namun, pada sebagian masyarakat Jawa, tidak membedakan antara istilah tenggok dan senik. Tenggok kadang disebut senik, demikian sebaliknya. Keduanya memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai tempat untuk menyimpan bahan makanan yang masih mentah, seperti beras, kacang tanah, kedelai, dan sebagainya.

Tenggok juga mempunyai fungsi lain, untuk memeram buah agar cepat masak, misalnya buah pisang, buah sawo, srikaya, mangga, dan buah-buahan lokal lainnya. Wadah ini sering juga dibawa oleh para wanita rumah tangga ke pasar sebagai tempat barang belanjaan, seperti sayuran, bumbu dapur, dan lainnya. Bersama dengan tampah di atasnya, berguna untuk menjajakan jajanan makanan rebusan, seperti kacang tanah, ketela, jagung, atau jajanan lainnya seperti pecel gendong, ketan, dan lain-lain. Sering juga dipakai sebagai alat pertanian bagi para petani wanita, untuk wadah gabah yang baru dipanen yang masih basah dan harus dijemur, maupun untuk mengumpulkan gabah yang sudah kering.

Tenggok di masa penjajahan dan revolusi sering digunakan oleh para pejuang wanita untuk menaruh alat-alat perjuangan, seperti senjata api, bahan makanan, obat, juga pesan-pesan sandi. Semua alat perjuangan itu ditaruh di dalam tenggok bagian bawah, kemudian di atasnya ditutup dengan sayur mayur. Hal itu dilakukan untuk mengelabuhi aparat keamanan penjajah yang lalu lalang di jalanan. Cara itu termasuk efektif untuk memasok kebutuhan para pejuang kita yang melakukan gerilya di kota maupun desa.

Tenggok atau senik memang termasuk alat dapur tradisional yang dibuat dengan cara manual. Bahan utamanya adalah bambu, seperti alat dapur tradisional lainnya, besek, cething, kalo, tampah, dan sebagainya. Hanya saja untuk pembuatan alat dapur yang bernama tenggok ini membutuhkan anyaman bambu yang lebih banyak, karena bentuknya lebih besar.

Pembuatan tenggok juga memerlukan bilahan bambu untuk kerangka dan bibir bagian atas. Hal itu dilakukan karena fungsi tenggok adalah untuk wadah barang-barang hasil bumi yang jumlahnya bisa lebih banyak jika dibandingkan dengan wadah-wadah lain yang berbahan sama dan agar lebih kuat.

Hingga saat ini masih banyak dijumpai beberapa perajin maupun penjual tenggok, terutama di pasar-pasar tradisional di Jawa. Pemakainya juga masih cukup lumayan banyak, selain digunakan oleh para ibu di desa untuk keperluan dapur dan belanja ke pasar, juga sering dipakai oleh para pedagang makanan tradisional maupun para penjual makanan di warung-warung sederhana pinggir jalan, utamanya untuk wadah nasi. Tidak ketinggalan pula, penjual jamu gendong keliling juga memakai tenggok sebagai wadah botol berisi jamu.

Di pinggir-pinggir jalan utama di banyak kota, seperti di Yogyakarta, Solo, hingga Surabaya banyak dijumpai para penjual soto, gudeg, nasi liwet, dan sejenisnya, yang menggunakan tenggok sebagai wadah nasi. Harga tenggok cukup bervariasi, mulai Rp 30.000 hingga Rp 60.000 sesuai ukuran dan kualitasnya.

Ada kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat Jawa zaman dulu, bahwa tidak boleh menduduki tenggok alias “ora ilok” atau tidak pantas. Karena, menurut para orang tua dulu, tenggok biasa digunakan sebagai wadah bahan makanan, sehingga sudah sepantasnya menghormati wadah tersebut. Sedangkan alasan logisnya, jika tenggok diduduki akan mudah rusak. Ada cerita lain tentang “kesakralan” tenggok. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Balai Pelestarian Nilai Budaya (dulu namanya Balai kajian Sejarah dan Nilai Tradisional) Yogyakarta tahun 1990-1991, para pedagang beras di Kotagede meyakini bahwa sebaiknya jika membeli tenggok dilakukan pada pasaran “Legi” dan perhitungan “Sri”, agar tenggok tersebut memberi keuntungan bagi pemiliknya.

Alat dapur tradisional yang umurnya sudah lebih seratus tahunan ini ternyata masih eksis hingga saat ini. Itu semua, karena tenggok mempunyai fungsi yang sangat luwes, masih banyak yang membutuhkan, masih ada perajinnya, harganya terjangkau, lebih awet, tahan panas, dan aman untuk wadah nasi.



 

Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2014/10/tenggok-wadah-multi-guna/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline