Dikisahkan, pada jaman dahulu kala, di puncak gunung Kelimutu yang disebut Bhua Ria (hutan lebat yang selalu berawan), bermukim Konde Ratu bersama rakyatnya. Di kalangan rakyat kala itu, terdapat dua tokoh yang sangat disegani, yaitu Ata Polo si tukang sihir jahat dan kejam yang suka memangsa manusia, dan Ata Bupu yang dihormati karena sifatnya yang berbelas kasih serta memiliki penangkal sihir Ata Polo.
Walaupun memiliki kekuatan gaib yang tinggi dan disegani masyarakat, keduanya berteman baik serta tunduk dan hormat kepada Konde Ratu. Ata Bupu dikenal sebagai petani yang memiliki ladang kecil di pinggir Bhua Ria, sedangkan Ata Polo lebih suka berburu mangsa berupa manusia di seluruh jagat raya.
Pada masa itu, kehidupan di Bhua Ria berlangsung tenang dan tenteram, sampai kedatangan sepasang Ana Kalo (anak yatim piatu) yang meminta perlindungan Ata Bupu karena ditinggal kedua orang tuanya ke alam baka. Karena sifatnya yang berbelas kasih, permintaan kedua anak yatim piatu tersebut dikabulkan oleh Ata Bupu namun dengan satu syarat, yaitu mereka harus menuruti nasehatnya untuk tidak meninggalkan areal ladangnya agar tidak dijumpai dan dimangsa oleh Ata Polo.
Pada suatu hari, Ata Polo datang menjenguk Ata Bupu di ladangnya. Setibanya di ladang Ata Bupu, Ata Polo mencium bau menusuk (bau mangsa) dalam pondok Ata Bupu. Segera meleleh air liur Ata Polo yang kemudian hendak mencari mangsanya di dalam pondok tersebut. Niat jahat Ata Polo tersebut diketahui oleh Ata Bupu yang segera menahan langkah Ata Polo sambil menyarankan kepadanya untuk datang kembali kelak setelah anak-anak tersebut sudah dewasa, karena saat ini mereka masih anak-anak, lagi pula dagingnya tentu tidak sedap untuk disantap.
Saran ini diterima oleh Ata Polo, yang kemudian pergi meninggalkan Ata Bupu yang sedang kebingungan memikirkan cara terbaik menyelamatkan dua anak manusia tadi.
Ancaman Ata Polo tadi begitu menakutkan bagi kedua anak manusia tersebut, sehingga ketika mereka mulai beranjak remaja atau menjadi Ko'ofai (gadis muda) dan Nuwa Muri (pemuda), mereka memohon izin pada Ata Bupu untuk mencari tempat persembunyian di gua-gua yang ada di luar ladang Ata Bupu.
Mereka akhirnya berhasil menemukan sebuah gua yang terlindung turnbuhan rotan dan akar beringin.
Ketika tiba saatnya, sesuai waktu yang telah disepakati, Ata Polo mendatangi pondok Ata Bupu untuk menagih janji. Namun karena ketika tiba di pondok Ata Bupu, dilihatnya kedua anak tersebut tidak berada di tempat, maka Ata Polo pun marah dan menyerang Ata Bupu dengan ganasnya. Menanggapi serangan Ata Polo yang tidak main-main, Ata Bupu segera membalas serangan itu dengan ilmu andalannya "magi puti" untuk menangkal "magi hitam" Ata Polo. Pada awalnya perkelahian keduanya berjalan seimbang karena keduanya memiliki ilmu yang tinggi dan setingkat. Namun, lama kelamaan tenaga Ata Bupu yang sudah tua kian melemah, sementara gempuran semburan api Ata Polo semakin gencar dan menjadi-jadi. Ata Bupu hanya bisa mengelak dengan gempa bumi. Akibatnya timbul gempa bumi dan kebakaran besar hingga kaki gunung Kelimutu. Ketika merasa tak mampu lagi menandingi kekuatan Ata Polo, Ata Bupu memutuskan untuk raib ke perut bumi. Akibatnya Ata Polo menjadi semakin murka dan menggila.
Ketika mencim bau dua remaja yang tengah bersembunyi di dalam gua, Ata Polo pun bertambah beringas. Namun takdir akhirnya menentukan bahwa Ata Polo harus tewas di telan bumi karena sepak terjangnya yang kelewatan. Kedua remaja yang tengah bersembunyi juga turut menjadi korban. Gua tempat persembunyian Ko'ofai dan Nuwa Muri runtuh akibat gempa dan menguburkan keduanya hidup-hidup.
Beberapa saat setelah kejadian itu, ditempat Ata Bupu raib ke perut bumi, timbul danau berwarna biru. Di tempat Ata Polo tewas ditelan bumi terbentuk danau yang warna airnya merah darah yang selalu bergolak. Sedangkan di tempat persembunyian Ko'ofai dan Nuwa Muri, terbentuk sebuah danau dengan warna air hijau tenang.
Ketiga danau berwarna tersebut, masing-masing oleh masyarakat setempat diberi nama sesuai dengan sejarah terbentuknya tadi, yaitu Tiwu Ata Polo (dipercayai sebagai danau tempat berkumpulnya arwah-arwah para tukan tenung atau orang jahat yang meninggal), Tiwu Nuwa Muri Ko'ofai (dipercayai sebagai danau tempat berkumpulnya arwah muda mudi yang meninggal), dan Tiwu Ata Mbupu (dipercayai sebagai danau tempat berkumpulnya arwah-arwah para tetua yang sudah meninggal).
Hingga kini, penduduk sekitar gunung Kelimutu percaya bahwa mereka dapat melakukan kontak dengan arwah orang tua atau leluhur mereka dengan memanggil nama orang tua atau Ieluhurnya sebanyak tiga kali di depan Tiwu Ata Mbupu. Menurut kepercayaan, setelah pemanggilan dilakukan, biasanya arwah orang tuanya atau leluhur akan datang dan memberikan petunjuk melalui mimpi. Kontak dengan orang tua/leluhur tersebut biasa dilakukan untuk mendapatkan petunjuk apabila terjadi musibah, seperti kehilangan barang atau ternak.
http://dongengceritarakyat.com/cerita-legenda-telaga-warna-tiga/
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...