×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

teater

Elemen Budaya

Seni Pertunjukan

Provinsi

Kepulauan Riau

Asal Daerah

Kepulauan Riau

Teater Bangsawan, Kepulauan Riau

Tanggal 15 Apr 2016 oleh Ressy vemialita.

Konon, kesenian yang bernama Bangsawan ini pada masa lalu bernama Wayang Parsi. Menurut Ediruslan dan Hasan Junus (t.t), kedatangan rombongan seniman wayang parsi ke Pulau Penang (1870) bukanlah dari Persia (Iran), melainkan dari orang-orang Majusi yang melarikan diri ke India karena tidak mau di-Islam-kan. Keturunan orang-orang Majusi yang banyak bermukim di Mumbay inilah yang akhirnya membawa wayang parsi ke Pulau Penang. Dari Penang, wayang parsi kemudian menyebar ke seluruh semenanjung Malaysia, dan juga ke kesultanan-kesultanan Melayu di Sumatera Utara, Riau, dan Kalimantan Barat.
 
Wayang parsi yang telah berubah menjadi Bangsawan diperkirakan masuk Penyengat tahun 1906. Dari Pulau Penyengat[1], akhirnya menyebar pula ke berbagai daerah di wilayah Kepulauan Riau. Walaupun demikian, kesenian ini tidak tumbuh subur di Penyengat, tetapi justeru di tempat lain, seperti Daik-Lingga dan Dabo-Singkep. Malahan, sekarang seolah-olah yang “memilikinya” adalah kedua masyarakat tersebut. Indikator ini terlihat dari setiap kali ada penampilan Bangsawan, terutama di ibukota Propinsi (Tanjungpinang), kalau tidak Bangsawan dari Dabo-Singkep, adalah dari Daik-Lingga. Oleh karena itu, setiap orang jika mendengar kata Bangsawan, maka seringkali yang terbayang dalam benaknya adalah dari kedua daerah tersebut.
 
Penamaan Bangsawan itu sendiri, untuk pertama kalinya, konon diberikan oleh Abu Muhammad Adnan, yang sering disebut juga dengan Mamak Phusi, kepada perkumpulan yang didirikannya. Lengkapnya adalah Phusi Indra Bangsawan of Penang. Jenis seni pertunjukan tradisional yang berupa komedi stambul dengan ceritera seputar kehidupan istana ini juga dikenal dengan nama Wayang Bangsawan atau Indra Bangsawan.
 
Ketika seni pertunjukan ini sedang berlangsung, maka lagu-lagu yang mengiringinya, disamping lagu-lagu yang sering dinyanyikan dalam joged atau tarian Zapin, adalah lagu-lagu Stambul Dua, Stambul Opera, dan Dondang Sayang. Sedangkan, ceritera yang dimainkan antara lain: 1001 Malam, Rakyat Melayu, Dongeng India dan Cina, dan Hikayat Melayu. Setiap ceritera terbagi dalam beberapa babak atau adegan. Dan, setiap adegan diselingi dengan sret atau selang waktu untuk menceriterakan apa yang akan terjadi pada adegan berikutnya. Jadi, semacam pengantar agar para penonton mengetahui apa yang akan disajikan adegan berikutnya.
 
Para tokoh pemainnya terdiri atas: Sri Panggung (diperankan oleh pemain yang tercantik yang akan menjadi primadona panggung), anak muda, raja, permaisuri, menteri, hulubalang, saudagar-saudagar, inang-dayang, dan pelawak yang oleh masyarakat setempat sering disebut sebagai Khadam. Bahasa yang dipergunakan adalah Melayu dengan dialek Riau-Kepulauan, dengan tata cara istana atau bangsawan. Berikut ini adalah penggalan dialog antara Dayang dan Hadang dalam sebuah pementasan Bangsawan.
 
Dayang: “Manelah Panglime Hadang nih? Sudah bermain-main di taman tak ade. Sebentar lagi kalau Tuan Puteri sudah datang kemari pasti akan murke kalau melihat Panglime Hadang tak ade. Bencilah same die. Pak Hadang, Pak Hadang, o…Pak Hadang. Kemane aje wak nih?”
 
Hadang: “Lagi sibuk betul aku, patik…e salah, e…sesat. Jalan-jalan ke taman larangan nih, nyari-nyari jelutung. Untunglah ada Mak Inang di belakang nunjuk sane tu…tu..hah…baru sampai”.
 
Pesan yang ingin disampaikan dalam berbagai cerita yang disuguhkan adalah seorang raja akan dihargai oleh rakyatnya apabila bijaksana, sebagaimana ungkapan yang tidak asing lagi bagi masyarakat Melayu, yaitu: Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah dan Hukum adil kepada rakyat, tanda raja beroleh inayat.
 
Pemain (pelakon) seni pertunjukan ini terdiri atas: Sri Panggung dan anak muda yang merupakan tokoh utama, raja, seorang khadam, dan beberapa peran pembantu raja, menteri, hulubalang, inang-dayang, dan pengukuh lakon lainnya. Jadi, jumlahnya jika ditambah dengan pemain musik kurang lebih 20 sampai dengan 25 orang.
 
Durasi pementasannya bergantung pada ceritera dan waktu yang tersedia. Sedangkan waktu pementasannya pada malam hari. Pada mulanya seni pertunjukan ini tampil dalam rangka mengisi acara-acara upacara lingkaran hidup individu (khitanan dan perkawinan), hari-hari besar agama Islam, dan hari-hari nasional seperti peringatan hari kemerdekaan Indonesia, serta peringatan-peringatan lainnya. Namun, dewasa ini hanya terbatas pada hari kemerdekaan saja, itu pun tidak selalu. Dengan kata lain, bergantung pada pemerintah daerah setempat, baik di kecamatan, kabupaten, maupun propinsi.
 
Berbeda dengan seni pertunjukan modern, seni pertunjukan ini tidak memerlukan sutradara, walaupun setiap group mempunyai seorang pemimpin. Satu hal yang mesti ada (terbuat) adalah tempat para pemain berlaga (panggung). Panggung sebuah pementasan yang disebut sebagai Bangsawan ini dilengkapi dengan layar berlapis yang disebut dengan layar stret. Layar-layar tersebut dibubuhi dengan lukisan istana, taman, hutan (pemandangan alam) dan lain sebagainya. Maksudnya untuk menggambarkan situasi dan kondisi di mana sebuah dialog atau perseteruan terjadi. Jadi, jika suatu peristiwa terjadi di istana, maka layar yang ditampilkan adalah yang berlukisan istana, dan seterusnya.
 
Seni pertunjukan yang disebut sebagai Bangsawan ini adalah kesenian yang menggabungkan musik, lagu, tari dan laga. Peralatan musik yang mengiringi pementasannya terdiri atas: biola, akordion, gendang, gong dan tambur. Sesuai dengan namanya, yaitu Bangsawan, kostum yang digunakan adalah tata rias yang menyerupai orang-orang di kalangan Bangsawan. Sedangkan, perlengkapan pendukungnya menyesuaikan dengan ceritera yang ditampilkan, karena patokan yang khusus tidak ada.
 
Adapun urut-urutan pementasannya adalah sebagai berikut:
(1) pentas dibuka dengan lagu-lagu dan tarian pembuka yang mengisahkan ceritera yang akan dimainkan. Sebagai catatan, setiap kelompok biasanya mempunyai lagu pembuka tersendiri yang sekaligus menjadi ciri khasnya;
(2) peralihan dari satu adegan ke adegan berikutnya diikuti dengan pergantian layar; terkadang diselingi dengan lagu atau nyanyian yang berisi ceritera yang akan dimainkan pada adegan berikutnya; dan
(3) pentas ditutup dengan lagu dan tarian penutup. 
 
 
 
[1] Penyengat adalah nama sebuah pulau yang kemudian dijadikan nama sebuah desa (desa-pulau). Pulau ini secara administratif terdapat dalam Kecamatan Tanjungpinang. Pulau ini sangat populer karena pernah menjadi pusat Kerajaan Riau-Lingga. Konon, pulau ini pada masa lalu menjadi sarang serangga yang suka menyengat. Suatu saat ada awak kapal tersengat dan meninggal dunia ketika sedang mengambil air tawar. Dan, sejak saat itu pulau tersebut dinamai “Pulau Penyengat”.
 
 
Sumber:
Amanrisa, Ediruslan dan Hasan Junus. t.t. Seni pertunjukan Tradisional (Teater Rakyat) Daerah Riau.
 
Galba, Sindu dan Siti Rohana. 2002. Peta Kesenian Rakyat Melayu Kebupaten kepulauan Riau, Tanjungpinang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
 
Marden, William. 1999. Sejarah Sumatera. Bandung: Remaja Rosdakarya
 
 
 

DISKUSI


TERBARU


Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

Refleksi Realit...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Refleksi Keraton Yogyakarta Melalui Perspektif Sosiologis

Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Adanya manusia menjadi penyebab munculnya kebudayaan. Kebudayaan sangat penting dalam k...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...