Tarian
Tarian
Tarian Jawa Barat Subang
Tarian topeng menor
- 24 Juni 2014
Topeng Menor, bukanlah sebutan bagi suatu jenis kesenian. Sebutan itu sebenarnya hanya untuk menunjukkan seseorang sebagai penari topeng. Menor adalah nama lain bagi seorang yang bernama Carini. Ia adalah buah perkawinan dari Sutawijaya (ayah) dan Sani (ibu). Sutawijaya adalah dalang wayang kulit dan Sani dalang topeng. 
Menor adalah julukan bagi Carini, seorang dalang topeng berdarah Cirebon yang tinggal di Dusun Babakan Bandung, Desa Jati, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang. Sebutan Menor diberikan karena ia adalah satu-satunya anak perempuan dari empat bersaudara keturunan Sutawijaya. Menor adalah nama kesayangan, karena semasa remajanya Carni itu memang menor, alias cantik atau genit. Ia adalah anak tertua dari empat bersaudara (Sunaryo, Supendi, dan Komar).
Sani ibunya, berasal dari daerah Kalisapu, Kanoman, Cirebon, sementara ayahnya Suta berasal dari daerah Pamayahan, Kabupaten Indramayu. Sutawijaya masih mempuyai pertalian saudara dengan Rasinah, seorang dalang topeng terkenal dari daerah Pekandangan Indramayu. Ia juga masih punya pertalian saudara dengan dalang-dalang wayang terkenal seperti Rusdi dan Tomo, dari daerah Celeng, Indramayu.
Topeng Cirebon yang berada di Cipunagara pada mulanya berasal dari dua daerah pusat persebaran topeng, yaitu Cirebon dan Indramayu. Menurut penuturan Carini (Menor), sekitar tahun 30-an Aki Resa diminta nopeng oleh Ama Patih dan Juragan Demang di Cimerta. Ia diberi imbalan rumah tempat tinggal di daerah Pagaden Subang. Pada waktu itu, Pangga (salah seorang anak Resa), yang juga dalang topeng, ikut pula. Sebagai pimpinan rombongan topeng, ia pun seringkali dipanggil untuk nopeng oleh Juragan Demang dengan mendapatkan imbalan rumah dan tanah di daerah Sindang Kasih. Kemudian mereka menetap di daerah tersebut. 
Pangga mewariskan seni topeng kepada keturunannya: Winda, Talim, Aminah, Sutawijaya, dan Rudiah. Sekitar tahun 40-an, Pangga dan keluarga pindah ke Desa Jati karena jembatan Cigadung yang dekat dengan rumahnya akan dihancurkan oleh Belanda. Rumah dan tanah di Babakan Bandung, Desa Jati, yang kini ditempati itu, pada awalnya adalah pemberian Lebe Pahing-Desa Jati. 
Lahir tahun 1955. Ia sekolah hanya sampai kelas 4 SD. Ketidaktamatan sekolahnya bukan karena tidak pandai. Ia memang sering tidak masuk sekolah, penyebabnya tak lain adalah karena terlalu sering manggung. Kalau tidak nopeng, ia menjadi pesinden dalam pertunjukan wayang kulit atau wayang golek. 
Pertama kali belajar menari topeng kepada Ibu Dari dari Bogis-Indramayu saat masih berumur sekitar 10 tahun dengan bayaran setengah kuintal padi. Ia belajar menari topeng bersama-sama dengan Arni, putrinya Ibu Dari. Tarian yang pertama kali dipelajarinya adalah topeng Pamindo. Setelah tarian tersebut dikuasai, ia kemudian diajak bebarang (ngamen) oleh ibunya, keliling daerah Subang, seperti ke daerah Sirap, Tanjungsiang, Jalan Cagak, bahkan sampai ke daerah Bandung, (Cidamar) Cimindi. Bebarang dilakukannya sekitar tahun 1962. Selanjutnya, ia mulai mendapat panggungan saat masih berumur belasan tahun. Ia manggung di daerah Kihiang, Citra, Tumaritis, Sakurip, Cipicung, dan sebagainya.
Pada sekitar tahun tujuh puluh, saat sedang tenar-tenarnya menjadi dalang topeng, ia dilamar oleh seseorang. Oleh orang tuanya ia diperbolehkan menikah dengan syarat, bahwa laki-laki yang meminangnya harus sanggup menyediakan speaker sebagai mas kawinnya. Lelaki yang melamar itu berasal dari Salahaur, Kartomo namanya, kemudian ia menyanggupi permintaan calon mertuanya.  Menor pun menikah.
Pernikahan itu tak langgeng. Mereka kemudian bercerai pada tahun 1973. Namun, membran bermerek Toa itu masih ada sampai sekarang. Tahun 1974 Menor menikah lagi dengan seorang lelaki dari Desa Jati, Enen namanya. Akan tetapi pernikahan itu juga tidak berlangsung lama. Mereka bercerai pada tahun 1977. Pada tahun 1977 akhir, menikah lagi dengan seorang Wakil Kepala Desa Kawung Anten, Kana, dan bercerai lagi tahun 1992. Pada tahun 1994, Menor menikah lagi dengan Waspan, Wakil Dusun Sindang. Waspan suaminya, kini  menjadi staf desa di bagian LPMD (Lembaga Pembangunan Masyarakat Desa); Ketua Kelompok Tani; Juru Tulis bagian PBB; dan Bendahara Desa. Dari semua perkawinannya, Menor belum dikaruniai satu pun keturunan. 
Menor, termasuk seniman serba bisa. Ia selain menjadi dalang topeng, juga menjadi pesinden wayang kulit dan juga wayang golek. Pernah belajar berbagai tarian Keurseus saat ia dibawa uanya Aminah ke daerah Tanjung Priok Jakarta. Aminah pada saat itu bersuamikan seorang polisi yang di asramanya ada kegiatan tari-menari. Karena itulah Menor pun bisa menari Keurseus, seperti tari Lenyepan, dan tari Gawil. Ia juga belajar Pencak Silat kepada Eyang Kuwu Cibogo.
Masa-masa bebarang dan panggungan adalah masa-masa belajar yang menghasilkan berbagai pengalaman menarik. Salah satu yang masih diingatnya ialah, saat orang tuanya tidak memberikan kesempatan untuk melaksanakan hajat buang air kecil. Menurut ayahnya, Sutawijaya, kepalang jika tarian dihentikan karena tengah ditonton orang banyak. Tentu saja Menor tak kuat menahan desakan untuk buang air kecil, sampai akhirnya ia ngompol (kencing tanpa membuka celana dalam) di tengah kalangan. Melihat keadaan itu, para penonton geger garena penarinya kencing di kalangan. Pada saat itulah ia mendapat julukan Dalang Ngompol dari masyarakat.
Saat ia belajar menari ia ditempa ayahnya dengan berbagai  perlakuan yang kadang-kadang terasa sangat menyusahkan bahkan menakutkan. Misalnya, ia sempat diikat di sebuah pohon buah sambil diasapi oleh pembakaran tikar. Puasa wedal, senin-kamis, niis, mutih, dan laku asketik lainnya ia lakukan dengan penuh kesabaran. Tujuannya tak lain hanya untuk supaya ia mempunyai kepercayaan diri sebagai seniman. Laku seperti tersebut memang adalah kebisaan yang umum di kalangan seniman, khususnya seniman topeng dan wayang kulit di Cirebon.
Penulis: Toto Amsar Suanda
- See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/ensiklo-det.php?id=87&lang=id#sthash.SCdeulU1.dpuf

Tarian Topeng  Menor, bukanlah sebutan bagi suatu jenis kesenian. Sebutan itu sebenarnya hanya untuk menunjukkan seseorang sebagai penari topeng. Menor adalah nama lain bagi seorang yang bernama Carini. Ia adalah buah perkawinan dari Sutawijaya (ayah) dan Sani (ibu). Sutawijaya adalah dalang wayang kulit dan Sani dalang topeng. 

Menor adalah julukan bagi Carini, seorang dalang topeng berdarah Cirebon yang tinggal di Dusun Babakan Bandung, Desa Jati, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang. Sebutan Menor diberikan karena ia adalah satu-satunya anak perempuan dari empat bersaudara keturunan Sutawijaya. Menor adalah nama kesayangan, karena semasa remajanya Carni itu memang menor, alias cantik atau genit. Ia adalah anak tertua dari empat bersaudara (Sunaryo, Supendi, dan Komar).

Sani ibunya, berasal dari daerah Kalisapu, Kanoman, Cirebon, sementara ayahnya Suta berasal dari daerah Pamayahan, Kabupaten Indramayu. Sutawijaya masih mempuyai pertalian saudara dengan Rasinah, seorang dalang topeng terkenal dari daerah Pekandangan Indramayu. Ia juga masih punya pertalian saudara dengan dalang-dalang wayang terkenal seperti Rusdi dan Tomo, dari daerah Celeng, Indramayu.

Topeng Cirebon yang berada di Cipunagara pada mulanya berasal dari dua daerah pusat persebaran topeng, yaitu Cirebon dan Indramayu. Menurut penuturan Carini (Menor), sekitar tahun 30-an Aki Resa diminta nopeng oleh Ama Patih dan Juragan Demang di Cimerta. Ia diberi imbalan rumah tempat tinggal di daerah Pagaden Subang. Pada waktu itu, Pangga (salah seorang anak Resa), yang juga dalang topeng, ikut pula. Sebagai pimpinan rombongan topeng, ia pun seringkali dipanggil untuk nopeng oleh Juragan Demang dengan mendapatkan imbalan rumah dan tanah di daerah Sindang Kasih. Kemudian mereka menetap di daerah tersebut. 

Pangga mewariskan seni topeng kepada keturunannya: Winda, Talim, Aminah, Sutawijaya, dan Rudiah. Sekitar tahun 40-an, Pangga dan keluarga pindah ke Desa Jati karena jembatan Cigadung yang dekat dengan rumahnya akan dihancurkan oleh Belanda. Rumah dan tanah di Babakan Bandung, Desa Jati, yang kini ditempati itu, pada awalnya adalah pemberian Lebe Pahing-Desa Jati.

Lahir tahun 1955. Ia sekolah hanya sampai kelas 4 SD. Ketidaktamatan sekolahnya bukan karena tidak pandai. Ia memang sering tidak masuk sekolah, penyebabnya tak lain adalah karena terlalu sering manggung. Kalau tidak nopeng, ia menjadi pesinden dalam pertunjukan wayang kulit atau wayang golek. 

Pertama kali belajar menari topeng kepada Ibu Dari dari Bogis-Indramayu saat masih berumur sekitar 10 tahun dengan bayaran setengah kuintal padi. Ia belajar menari topeng bersama-sama dengan Arni, putrinya Ibu Dari. Tarian yang pertama kali dipelajarinya adalah topeng Pamindo. Setelah tarian tersebut dikuasai, ia kemudian diajak bebarang (ngamen) oleh ibunya, keliling daerah Subang, seperti ke daerah Sirap, Tanjungsiang, Jalan Cagak, bahkan sampai ke daerah Bandung, (Cidamar) Cimindi. Bebarang dilakukannya sekitar tahun 1962. Selanjutnya, ia mulai mendapat panggungan saat masih berumur belasan tahun. Ia manggung di daerah Kihiang, Citra, Tumaritis, Sakurip, Cipicung, dan sebagainya.

Pada sekitar tahun tujuh puluh, saat sedang tenar-tenarnya menjadi dalang topeng, ia dilamar oleh seseorang. Oleh orang tuanya ia diperbolehkan menikah dengan syarat, bahwa laki-laki yang meminangnya harus sanggup menyediakan speaker sebagai mas kawinnya. Lelaki yang melamar itu berasal dari Salahaur, Kartomo namanya, kemudian ia menyanggupi permintaan calon mertuanya.  Menor pun menikah.

Pernikahan itu tak langgeng. Mereka kemudian bercerai pada tahun 1973. Namun, membran bermerek Toa itu masih ada sampai sekarang. Tahun 1974 Menor menikah lagi dengan seorang lelaki dari Desa Jati, Enen namanya. Akan tetapi pernikahan itu juga tidak berlangsung lama. Mereka bercerai pada tahun 1977. Pada tahun 1977 akhir, menikah lagi dengan seorang Wakil Kepala Desa Kawung Anten, Kana, dan bercerai lagi tahun 1992. Pada tahun 1994, Menor menikah lagi dengan Waspan, Wakil Dusun Sindang. Waspan suaminya, kini  menjadi staf desa di bagian LPMD (Lembaga Pembangunan Masyarakat Desa); Ketua Kelompok Tani; Juru Tulis bagian PBB; dan Bendahara Desa. Dari semua perkawinannya, Menor belum dikaruniai satu pun keturunan. 

Menor, termasuk seniman serba bisa. Ia selain menjadi dalang topeng, juga menjadi pesinden wayang kulit dan juga wayang golek. Pernah belajar berbagai tarian Keurseus saat ia dibawa uanya Aminah ke daerah Tanjung Priok Jakarta. Aminah pada saat itu bersuamikan seorang polisi yang di asramanya ada kegiatan tari-menari. Karena itulah Menor pun bisa menari Keurseus, seperti tari Lenyepan, dan tari Gawil. Ia juga belajar Pencak Silat kepada Eyang Kuwu Cibogo.

Masa-masa bebarang dan panggungan adalah masa-masa belajar yang menghasilkan berbagai pengalaman menarik. Salah satu yang masih diingatnya ialah, saat orang tuanya tidak memberikan kesempatan untuk melaksanakan hajat buang air kecil. Menurut ayahnya, Sutawijaya, kepalang jika tarian dihentikan karena tengah ditonton orang banyak. Tentu saja Menor tak kuat menahan desakan untuk buang air kecil, sampai akhirnya ia ngompol (kencing tanpa membuka celana dalam) di tengah kalangan. Melihat keadaan itu, para penonton geger garena penarinya kencing di kalangan. Pada saat itulah ia mendapat julukan Dalang Ngompol dari masyarakat.

Saat ia belajar menari ia ditempa ayahnya dengan berbagai  perlakuan yang kadang-kadang terasa sangat menyusahkan bahkan menakutkan. Misalnya, ia sempat diikat di sebuah pohon buah sambil diasapi oleh pembakaran tikar. Puasa wedal, senin-kamis, niis, mutih, dan laku asketik lainnya ia lakukan dengan penuh kesabaran. Tujuannya tak lain hanya untuk supaya ia mempunyai kepercayaan diri sebagai seniman. Laku seperti tersebut memang adalah kebisaan yang umum di kalangan seniman, khususnya seniman topeng dan wayang kulit di Cirebon.

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline