Tari Gegerit adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Sumatera Selatan. Tarian ini merupakan tari tradisional Lahat yang menceritakan tentang sebuah perjuangan kaum perempuan di dalam menghadapi penjajahan. Secara etimologi, kata Gegerit ini dapat diartikan dengan lelah atau capek, atau sepadan artinya dengan kata-kaku. Pengertian kaku ini mengacu pada gerakan Tari Gegerit yang lebih cenderung patah-patah dan kaku. Hal tersebut tergambar pada gerakan setengah jongkok sambil terus memainkan sayap-sayap di bahu.
Tari Gerigit biasanya ditarikan oleh 4 (empat) orang penari yang keseluruhannya seorang perempuan. Para penari ini mengenakan baju adat Lahat berwara merah marun. Di bagian bahunya terdapat kain songket yang menyerupai sayap. Sementara itu pada bagian kepala dihias dengan berbagai hiasan, seperti ayun-ayun, cempako, pilis, dan teratai.
Tari tradisional gegerit ini merupakan tarian yang sejak dahulu selalu ditarikan secara turun temurun oleh masyarakat Lahat. Namun, saat ini keberadaannya telah hampir punah karena makin jarang orang yang mementaskan Tari Gegeri ini.
Meskipun demikian, beberapa tahun belakangan ini masih ada orang-orang yang peduli, yang mempelajari dan juga menggali Tari Gegerit ini untuk dipentaskan kembali. Sebagai tarian tradisional, pementasan tarian ini diiringi oleh musik tradisional yang lebih didominasi oleh alat musik pukul, seperti, dol, kenong, dan gendang. Irama yang dihasilkan oleh perpaduan alat musik tersebut lebih cenderung motong dan menghentak. Hal tersebut disesuaikan dengan gerakan tarian yang kaku dan patah-patah.
Tari Gegerit mengandung amanat yang dalam tentang sebuah perjuangan para perempuan Lahat di dalam melawan penjajahan. Kandungan amanat tersebut tergambar pada gerakan para penari ketika menggenggam kudok, yaitu senjata tradisional khas Sumatera Selatan.
Amanat tersebut masih relevan dengan keadaan sekarang ini, dimana para perempuan masih terkungkung oleh filsafat maskulinisme, sehingga menjadikannya sebagai makhluk yang inferior di masyarakat. Namun yang terpenting pada tari gegerit ini juga mengamanatkan kepada generasi muda tidak bisa diam-diam saja, tetap harus terus berjuang walau tidak dalam keadaan berperang. Perjuangan yang dimaksud ialah perjuangan melawan angkara murka yang ada di dalam diri.
Sumber:
http://www.kamerabudaya.com/2016/12/tari-gegerit-tarian-tradisional-dari-sumatera-selatan.html
Lokasi Pusat Universitas Gadjah Mada memiliki bangunan cagar budaya Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada yang merupakan cikal bakal sarana pendidikan pertama dalam bentuk kompleks bangunan yang dirancang secara khusus dengan pola tata ruang simetris. Lokasi ini merupakan tempat kegiatan pembeIajaran/pendidikan tinggi pertama kali di Indonesia yang dibangun setelah kemerdekaan pada tahun 1951, lokasi ini juga merupakan bukti sejarah perhatian pemerintah Republik lndonesia pada peletakan batu pertama universitas oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno. Lokasi pusat Universitas Gadjah Mada memiliki struktur dan pola ruang yang memiliki kemiripan dengan konsep ruang arsitektur Jawa Kraton Kasultanan Yogyakarta. Salah satu cirinya adalah orientasi arah dan Ietak bangunan pada garis poros imajiner dengan dua arah ke Utara dan Selatan meskipun mengalami perubahan dari rencana semula. Awalnya. konsep pintu masuk utama dari arah utara melalui gerbang di tengah Arboretum, menuju Balairung...
Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia Mandala Bhakti Wanitatama merupakan kompleks dengan beberapa bangunan, yaitu Balai Srikandi, Balai Utari, Wisma Sembodro Lama, Wisma Sembodro Baru, Wisma Arimbi, Balai Shinta, Balai Kunthi, TK Karya Rini, dan SMK Karya Rini. Semua bangunan dikelola oleh Yayasan Hari Ibu Kowani. Dari beberapa bangunan tersebut ada dua bangunan yang mempunyai nilai penting bagi Yayasan Hari Ibu Kowani, yaitu Balai Srikandi dan Balai Utari.
Pada tanggal 2 Januari 1949 pasukan Belanda yang bermarkas di Watuadeg diserang pasukan KODM Pakem pimpinan Letda Asropah dan pasukan TP pimpinan Kapten Martono. Pasukan Belanda lari ke arah selatan, sampai di dusun Cepet jam 06.30 dihadang pasukan Subadri dari Gatep. Pertempuran terjadi sampai jam 10.00 wib. Korban dari pihak Belanda 4 orang. Kemudian pada tanggal 11 Januari 1949 terjadi pertempuran kembali antara Tentara Republik dengan pasukan Belanda. Dalam pertempuran ini gugur 2 orang dari Tentara Republik, yaitu : Letda Kasijan. Agen Polisi Soekardjo. Alamat : Cepet, Purwobinangun, Pakem
Waktu pendirian arca Ganesa Sumberwatu belum diketahui secara pasti. Di sekitar lokasi ini terdapat Stupa Sumberwatu, Stupa Dawangsari, dan Candi Barong, yang diperkirakan didirikan sekitar abad IX- X. Pada periode ini agama Hindu Budha berkembang di wilayah tersebut, sehingga kemungkinan arca Ganesa Sumberwatu didirikan pada periode tersebut. Arca Ganesa biasanya ditempatkan di dekat sungai atau suatu tebing, sebagaimana Arca Ganesa Sumberwatu ini.
Balai Padukuhan Klajuran merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional Jawa yang ditandai oleh bentuk atap limasan dan kampung. Bangunan ini terdiri dari pendhapa, nDalem, dan gandhok, serta menghadap ke selatan. Pendhapa memiliki denah persegi panjang dan merupakan bangunan terbuka dengan atap limasan srotong yang terbuat dari genteng vlam dan rangkaian bambu yang diikat dengan ijuk. Atap tersebut ditopang oleh 16 tiang kayu, termasuk 8 tiang utama dan 8 tiang emper, yang berdiri di atas umpak batu. Di belakang pendhapa terdapat pringgitan yang menyambung dengan nDalem, yang memiliki denah persegi panjang dan atap limasan srotong dengan atap emper di sebelah timur. Atap nDalem terbuat dari genteng vlam, dindingnya dari bata, dan disangga oleh empat tiang di bagian tengah. nDalem memiliki pintu masuk di bagian tengah serta pintu yang menghubungkan dengan gandhok, dan dilengkapi dengan senthong yang terdiri dari senthong tengen, senthong tengah, dan senthong kiwo. Di sebelah timur n...