Komposisi tari putri klasik gaya Yogyakarta yang dianggap sebagai pusaka dibawakan oleh sembilan penari puteri dan bertemakan cerita legenda, babad atau sejarah.
Misalnya :
- Bedhaya semang, yang merupakan pusaka Mataram, menggambarkan pertemuan leluhur antara Panembahan Senopati dan Ratu Kidul.
Tari Bedhaya disebut Bedhaya sanga karena penarinya berjumlah sanga atau sembilan, sebuah komposisi tari kelompok puteri yang ditarikan oleh sembilan penari wanita.
Tari bedhaya ini termasuk tarian putri yang halus, luhur, serta adiluhung, indah dan ritual. Melalui tari bedhaya para putri sultan dilatih dan ditanamkan pendidikan tentang etika, estitika dan kehalusan budi pekerti oleh sultan sebagai bekal hidup di lingkungan istana. Menurut Babad Nitik, Bedhaya adalah gubahan Kanjeng Ratu Kidul.
Pada masa Sultan Hamengku Buwana I beliau membangun tari bedhaya tersebut sebagai tarian ritual istana. Disebut ritual karena ada persyaratan-persyaratan tertentu di dalam penyelenggaraannya. Misal : penari harus suci (tidak sedang menstruasi), sebelum pertunjukan harus berpuasa, tempatnya suci di Bangsal Kencana, ada sesaji, waktunya tertentu, ada pemimpin, dan lain-lain.
Secara umum Beksan Bedhaya ditarikan oleh sembilan orang remaja putri yang disusun sesuai dengan keadaan badan manusia. Dengan sifatnya yang sakral, artibedhaya lazim mengambil makna filosofis, sosio religi, etis dan moral, serta ajaran hidup yang dipandang aktual. Dalam suatu masa tertentu segi-segi tersebut tampaknya secara turun temurun telah menjadi konsep baku yang mendasari konsep estetis dan konsep koreografis tari bedhaya.
Tari Bedhaya Semang
Salah satu tari putri klasik di Istana Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I dan dianggap sebagai pusaka. Hal ini dapat dibuktikan pada saat awal pertunjukannya para penari keluar dari Bangsal Prabayeksa, yaitu tempat untuk menyimpan pusaka-pusaka Kraton menuju Bangsal Kencono.
Tari Bedhaya Semang yang sangat disakralkan oleh Kraton merupakan reaktualisasi hubungan mistis antara keturunan Panembahan Senopati sebagai Raja Mataram Islam dengan penguasa Laut Selatan atau Ratu Laut Selatan, yaitu Kanjeng Ratu Kidul. Menurut Babad Nitik, Bedhaya adalah gubahan Kanjeng Ratu Kidul, sedangkan nama semang (Bedhaya semang) diberikan oleh Sultan Agung. Tari bedhaya semang tersebut dipagelarkan untuk kepentingan ritual istana, seperti peristiwa jumenengan. Berdasarkan tradisi yang telah ada, jumlah penari bedhaya terdiri dari sembilan orang. Penari Bedhaya tersebut mendapatkan status sebgai pegawai Kraton dengan sebutan abdi dalem Bedhaya (Lihat abdi dalem bedhaya). Jumlah penari sembilan orang dipahami sebagai lambang arah mata angin, arah kedudukan bintang-bintang (planet-planet) dalam kehidupan alam semesta, dan lambang lubang hawa sebagai kelengkapan jasmaniah manusia (babadan hawa sanga, Jawa), yakni dua lubang hidung, dua lubang mata, dua lubang telinga, satu lubang kemaluan. Satu lubang mulut dan satu lubang dubur. Penari Bedhaya semang yang berjumlah sembilan orang terdiri dari : batak, endhel, jangga (gulu), apit ngajeng, apet wingking, dhadha, endhel wedalam ngajeng, endhel wedalan wingking dan buntil.
Para penari Bedhaya semang memakai busana yang sama. Hal itu merupakan simbolisasi bahwa setiap manusia terlahir dalam keadaan dan wujud yang sama. Namun demikian tata busana yang dipakai para penari mengalami perubahan sesuai dengan kehendak sultan yang sedang memerintah. Busana yang dikenakan para penaribedhaya semang pada masa Sultan Hamengku Buwono I tidak diketahui bagaimana bentuknya karena tidak diketemukan gambar atau dukumen lainnya. Baru pada masa kekuasaan Sultan Hamengku Buwono V diperoleh gambaran secara rinci. Busana dan tata rias Tari Bedhaya semang mirip dengan busana dan rias mempelai istana. Busana tari Bedhaya semang mirip dengan hyusana dan rias mempelai istana. Busana Tari Bedhaya semang pada masa Sultan Hamengku Buwana VI adalah sebagai berikut : mekak (kemben, kain penutup badan atau dada), kain batik motif paranmg rusak sereden, udher cindhe, slepe dan keris sebagai lambang keprabon , hiasan kepala :rambut gelung bokor pakai klewer bunga melati, dikerik dipaes layaknya pengantin, cundhuk mentul, kelat bahu dan gelang yang kesemuanya menyerupaui pengantin istana.
Pada masa pemerintahan Sultan Hamenku Buwana VII secara garis besar, busana yang dikenakan para penari Bedhaya semang masih sama dengan sebelumnya ( Sultan Hamengku Buwana VI) yaitu menggunakan baju tanpa lengan yang diberi gombyok, kain seredan, udhet cindhe, irambut digelung bokor dengan klewer di balut dengan bunga melati, cunduk mentul, dipaes juga seperti halnya pengantin, memakai gelang, slepe dan keris. Pada masa Sultan Hamengku Buwana VIII pakaian penariBedhaya semang sudah agak berbeda, tidak kerikan, tetapi menggunakan hiasan kepala jamang dan bulu-bulu, gelung bokor, ron kalung sung-sun, kelat bahu, gelang, baju tanpa lengan seperti pada masa Hamengku Buwana VII, kain seredan motif prang rusak, udhet cindhe. Pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana IX dan X yang dikenakan penari sama dengan yang digunakan pada masa Sultan Hamengku Buwana VIII. Properti yang digunakan pada Tari Bedhaya Semangi dalam adegan peperangan dipergunakan senjata, yaitu : keris.
Komposisi tari Bedhaya yang berjumlah sembilan juga diasosiasikan dengan struktur tubuh manusia yang terdiri dari satu hati, satu kepala, satu leher, dua lengan, satu dada, dua tungkai, dan satu organ seks. Susunan penari tari dalam Bedhaya semang sebagai berikut :
Keterangan :
1. Endhel
2. Batak
3. Jangga
4. Apit ngajeng
5. Apit wingking
6. Dhadha
7. Endhel wedalan ngajeng
8. Endhel wedalan wingking
9. Buntil
Jumlah angka sembilan melambangkan jumlah bilangan terbesar dan mempunyai arti yang sangat penting dalam pemikiran-pemikiran metafisika maupun kepercayaan orang Jawa. Selain itu jumlah sembilan dapat juga dipahami sebagai lambang mikroskopis (jagading manusia), yang dapat dilihat dalam peran yang yang dibawakan pada seiap penari yaitu :
§ Peran penari batak merupakan simbol akal pikiran dalam setiap jiwa manusia.
§ Peran endhel merupakan simbol dari perwujudan nafsu yang timbul dari hati,
§ Peran dhadha, merupakan perwujudan dhadha manusia , tempat mengendalikan diri.
§ Peran jangga, merupakan perwujudan leher (gulu, jawa) manusia.
§ Peran apit ngajeng merupakan perwujudan lengan kanan manusia
§ Peran apit wingking, merupakan perwujudan lengan kiri manusia
§ Peran endhel wedalan ngajeng merupakan perwujudan tungkai kanan manusia
§ Peran endhel wedalan wingking merupakan perwujudan tungkai kiri manusia.
§ Peran buntil merupakan perwujudan alat kelamin (organ seks).
Dalam tari Bedhaya semang, batak merupakan peran utama. Sedangkan endhel merupakan simbol kehendak di dalam setiap diri manusia. Peperangan terjadi antara peranan batak melawan endhel dalam posisi jengkang. Gerakan-gerakan tari Bedhaya semang bersifat kaku dan tidak boleh dilanggar, karena dalam setiap gerakan memiliki makna dan menyimbolkan maksud- maksud tertentu.
Gending yang dipergunakan untuk mengurangi tari bedhaya semang merupakan gending khusus dan perangkat gamelan khusus pula. Iringan yang dipakai dalam tariBedhaya semang merupakan perpaduan antara instrumen musik jawa dengan instrumen musik Barat meliputi : alat tiup (trombone), dan instrumen musik gesek. Tercatat Serat Babad Nut Semang Bedhaya merupakan acuan dalam mengiringi tari Bedhaya semang. Lirik yang ada pada tari Bedhaya semangmengisahkan percintaan antara Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kencono sari atau Ratu Kidul. Pada perkembangan selanjutnya tari Bedhoyo semang menjadi induk dari beksan Budhaya di Kraton Yogyakarta.
(Sumber: http://www.tasteofjogja.org/contentdetil.php?kat=artk&id=Mjg0&fle=Y29udGVudC5waHA=&lback=a2F0PWFydGsmYXJ0a2thdD0yNyZsYmFjaz0=)
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...