Tape Uli merupakan satu dari sekian banyak panganan khas Betawi yang masih eksis. Pembuatan tape uli memiliki makna mendalam dalam budaya masyarakat Betawi, yaitu sebagai simbol kekeluargaan atau silaturahim yang terjalin antar keluarga. Mungkin tak banyak yang tahu, ternyata pembuatan tape uli mengandung sebuah arti. "Biasanya kaum pria yang menumbuk ketan, sedangkan para wanita kebagian tugas memasak atau membuat tape ulinya. Pembagian tugas itu ada maknanya, termasuk sebagai simbol kebersamaan bagi masyarakat Betawi". Bahan untuk membuat tape ketan khas Betawi: . 500gr beras jenis ketan bisa yg warna putih maupun warna hitam. . 10 gr ragi halus,jkgn lupa alat maupun tangan yg untuk mengahaluskan harus bersih dari garam dan kering. . Tempat yg kedap uadara untuk proses permentasi. . gula secukupnya . daun pisang untuk membungkus . tusuk gigi Proses pembuatan tape ketan khas Betawi: . Pertama cuci ketan hingga bersih lalu rendam hingga kurleb 2jam ,lalu angkat dan tiriskan. . kemudian kukus ketan hingga benar2 matang,lelau angkat dinginkan . Setelah dingin taburi semua ketan dgn ragi hingga rata . siapkan gula yg di carikan . Bungkus ketan menggunakan daun pisng dan beri setiat bungkus tape dgn 1 sendok larutan gula.setelah selsai pembungkusan letakan di tempat yg kedap udara selama 2 hari 2 malem untuk proses permentasi. . biasanya setelah 2 hari akan tercium bau harum itu menandakan tape ketan khas betawi siap di santam bersama uli. selanjutnya tinggal membuat ketan uli khas betawi. Siapkan : . 500 gr beras ketan yg warna putih . 1 buah kelapa di paurut . garam secukupnya Cara membuat ketan uli khas Betawi: Cuci beras ketan putih hingga bersih lalu rendam hingga kurang lebih 3 hingga 6 jam. Angkat masak dengan direbus/ diliwet atau bisa juga dikukus. Setalah matang angkat dan taburi dengan parutan kelapa juga garam, setelah rata tumbuk ketan yang telah di taburi kelapa parut dan garam selagi masih panas, setalah halus dan lengket itu menadakan uli ketan khas betawi telah jadi dan siap di makan menggunakan tape ketan maupun digoreng/dipanggang/ di makan langsung juga enak.
Sumber: http://www.cibinongonline.com/2015/03/tape-uli-khas-betawi-di-cibinong.html?m=1 http://cara-qsehat.blogspot.com/2014/07/Resep-tape-uli.html?m=1
Balai Padukuhan Klajuran merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional Jawa yang ditandai oleh bentuk atap limasan dan kampung. Bangunan ini terdiri dari pendhapa, nDalem, dan gandhok, serta menghadap ke selatan. Pendhapa memiliki denah persegi panjang dan merupakan bangunan terbuka dengan atap limasan srotong yang terbuat dari genteng vlam dan rangkaian bambu yang diikat dengan ijuk. Atap tersebut ditopang oleh 16 tiang kayu, termasuk 8 tiang utama dan 8 tiang emper, yang berdiri di atas umpak batu. Di belakang pendhapa terdapat pringgitan yang menyambung dengan nDalem, yang memiliki denah persegi panjang dan atap limasan srotong dengan atap emper di sebelah timur. Atap nDalem terbuat dari genteng vlam, dindingnya dari bata, dan disangga oleh empat tiang di bagian tengah. nDalem memiliki pintu masuk di bagian tengah serta pintu yang menghubungkan dengan gandhok, dan dilengkapi dengan senthong yang terdiri dari senthong tengen, senthong tengah, dan senthong kiwo. Di sebelah timur n...
Pesanggrahan Hargopeni adalah rumah tinggal milik Keluarga Kadipaten Pakualaman yang didirikan sekitar tahun 1930-an pada masa Paku Alam VII. Bangunan ini dirancang oleh Ir. Wreksodiningrat, insinyur pribumi pertama lulusan Belanda dan kerabat Kadipaten Pakualaman. Pesanggrahan ini pernah digunakan untuk menginap delegasi dari Australia selama Perundingan Komisi Tiga Negara pada 13 Januari 1948. Selama Agresi Militer II, bangunan ini menjadi camp tawanan perang Belanda. Saat ini, Pesanggrahan Hargopeni masih dimiliki oleh Kadipaten Pakualaman. Pesanggrahan Hargopeni adalah bangunan milik Kadipaten Pakualaman yang terletak di Jalan Siaga, Pedukuhan Kaliurang, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman. Difungsikan sebagai tempat penginapan bagi Keluarga Pakualaman, bangunan ini mengusung gaya arsitektur New Indies Style, sebuah perpaduan antara arsitektur modern Belanda dan tradisional Nusantara yang disesuaikan dengan iklim tropis Indonesia. Pesanggrahan Hargopeni menampilk...
Joglo milik Fajar Krismasto dibangun oleh Soerodimedjo (Eyang buyut Fajar Krismasto, seorang Lurah Desa), semula berbentuk limasan. Kemudian dilakukan rehabilitasi menjadi bangunan tradisional dengan tipe Joglo dan digunakan sebagai Kantor Kalurahan Karanglo, tempat pertemuan, pertunjukan kesenian dan kegiatan sosial lainnya. Pada masa perang kemerdekaan, rumah ini digunakan sebagai markas pejuang dan tempat pengungsian Agresi Militer II. Rumah milik Fajar Krismasto merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional Jawa tipe Joglo. Mempunyai empat sakaguru di bagian pamidhangan dengan atap brunjung, dan 12 saka pananggap di keempat sisinya. Di ketiga sisi, depan dan samping kiri-kanan terdapat emper. Saka emper terdapat Bahu Danyang untuk menahan cukit. Joglo ini mempunyai lantai Jerambah untuk bagian Pamidhangan dan Pananggap, dan Jogan pada bagian Emper. Di bagian depan dengan dinding dari kayu atau biasa disebut gebyok, sedangkan di bagian lain dengan tembok. Lantainya menggunakan t...
Ginonjing adalah istilah yang digunakan untuk menamai emansipasi Kartini. Istilah tersebut diambil dari nama gending Ginonjing yang digemarinya dan adik-adiknya. Ginonjing berasal dari kata gonjing dalam bahasa Jawa yang berarti "goyah karena tidak seimbang". Ginonjing juga bisa berarti “digosipkan”. Ungkapan ini mengingatkan kepada gara-gara dalam pewayangan yang memakai ungkapan gonjang-ganjing . Menurut St. Sunardi, istilah itu dipilih Kartini sendiri untuk melukiskan pengalaman batinnya yang tidak menentu. Saat itu, dia sedang menghadapi zaman baru dan mencoba menjadi bagian di dalamnya.
Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...