Tari Beksan Lawung Ageng atau yang kerap disebut juga Tari Beksan Lawung merupakan tarian tradisional yang berasal dari Keraton Yogyakarta. Tarian ini pada umumnya akan dibawakan oleh 16 orang penari yang keseluruhannya adalah laki-laki dan terdiri dari 2 orang botoh, 4 orang jajar, 4 orang pengampil, 4 orang lurah, dan 2 orang salaotho.
Menurut sejarahnya, salah satu tarian beksan ini diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I atau Pangeran Mangukubumi di tahun 1755-1792. Beksan ini diilhami dalam keadaan di mana ada kegiatan para prajurit sebagai abdi dalam raja selalu mengadakan latihan watangan. Latihan watangan ini sendiri merupakan latihan ketangkasan berkuda dengan membawa sebuah watang atau lawung, yakni sebuah tongkat panjang yang ukurannya sekitar 3 meter dengan ujungnya yang tumpul, serta silang menyodok untuk menjatuhkan lawan. Tari Beksan Lawung Ageng ini adalah bentuk usaha dari sang Sultan dalam mengalihkan pehatian penjajah Belanda terhadap kegiatan para prajurit di Kraton Yogyakarta. Pada saat itu dalam suasana perang dan sultan harus mengakui serta tunduk terhadap segala kekuasaan Belanda di Kasultanan Yogyakarta.
Sultan harus patuh terhadap segala perintah maupun peraturan yang sudah ditentukan, termasuk dilarangnya latihan keprajuritan dengan memakai senjata. Karena hal itu sang Sultan mengalihkan olah keprajuritan tersebut ke dalam bentuk besan, yakni Beksan Lawung. Melalui Tari Beksan Lawung inilah sang sultan berusaha untuk membangkitkan sifat dari kepahlawanan prajurit kraton di masa perang tersebut.
Tari Beksan Lawung Ageng ini merupakan tarian yang menunjukkan keberanian dan juga semangat. Oleh sebab itu tema yang dipakai pada Tari Beksan Lawung umumnya bertemakan kepahlawanan. Tarian Beksan ini berisi sindiran-sindiran secara halus sebagai bentuk ungkapan rasa tidak senang dari sultan terhadap para pembesar-pembesar Belanda di Kraton Yogyakarta.
Selain itu Beksan lawung ini diangkat sebagai tarian ritual Wakil Sultan di dalam upacara perkawinan putra dan putrinya. Hal ini tentunya bukan semata-mata sebagai wakil yang wedang, namun juga wakil kawruh urip yang harus dicerna oleh kedua mempelai melalui keseluuruhan pagelaran.
Hakekat yang terkandung dari pesan ini secara transparan diutarakan melalui lagon di awal pertunjukan Tari Beksan Lawung untuk petuah dari Sang Sultan mengenai perkawinan yang akan diakhiri dengan simbol kesuburan. Di dalam Bekasn Lawung, laki-laki akan disimbolkan dengan tongkat atau lawung, sedangkan untuk perempuan akan dilambangkan dengan tanah. Tanah ini sebagai bumi kerap disebut ibu pertiwi sebagai lambang perempuan.
Tari Beksan Lawung Ageng, D.I. Yogyakarta
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja