Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Sejarah Islam Sunda Jawa Barat Karawang-Subang
Syekh Quro
- 27 Agustus 2014

Karawang pada masa Islam juga merupakan kawasan penting. Pelabuhan Caravan yang sudah eksis sejak masa Kerajaan Sunda tampaknya terus berperan hingga masa Islam. Salah satu situs arkeologi dari masa Islam di Karawang adalah makam Syech Quro. Menurut tulisan yang tertera pada panil di depan komplek makam, Nama lengkap Syech Quro adalah Syech Qurotul A’in. Menurut naskah Purwaka Caruban Nagari, Syech Quro adalah seorang ulama yang juga bernama Syeh Hasanudin. Beliau adalah putra ulama besar Perguruan Islam dari negeri Campa yang bernama Syech Yusuf Siddik yang masih ada garis keturunan dengan Syech Jamaluddin serta Syech Jalaluddin ulama besar Mekah. Pada tahun 1418 datang di Pelabuhan Muara Jati, daerah Cirebon. Tidak lama di Muara Jati, kemudian pergi ke Karawang dan mendirikan pesantren. Disebutkan bahwa letak bekas pesantren Syech Quro berada di Desa Talagasari, Kecamatan Talagasari, Karawang. Di Karawang dikenal sebagai Syech Quro karena beliau adalah seorang yang hafal Al-Quran (hafidz) dan sekaligus qori yang bersuara merdu. Sumber lain mengatakan bahwa Syech Quro datang di Jawa pada 1416 dengan menumpang armada Laksamana Cheng Ho yang diutus Kaisar Cina Cheng Tu atau Yung Lo (raja ketiga jaman Dinasti Ming). Tujuan utama perjalanan Cheng Ho ke Jawa dalam rangka menjalin persahabatan dengan raja-raja tetangga Cina di seberang lautan. Armada tersebut membawa rombongan prajurit 27.800 orang yang salah satunya terdapat seorang ulama yang hendak menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Mengingat Cheng Ho seorang muslim, permintaan Syech Quro beserta pengiringnya menumpang kapalnya dikabulkan. Syech Quro beserta pengiringnya turun di pelabuhan Karawang, sedangkan armada Cina melanjutkan perjalanan dan berlabuh di Pelabuhan Muara Jati Cirebon.

Syekh Quro atau Syekh Qurotul Ain Pulobata adalah pendiri pesantren pertama di Jawa Barat, yaitu Pesantren Quro di Tanjung Pura, Karawang pada tahun 1428.

Nama asli Syekh Quro ialah Syekh Hasanuddin atau ada pula yang menyebutnya Syekh Mursahadatillah. Beberapa babad menyebutkan bahwa ia adalah muballigh (penyebar agama) penganut madzhab Hanafi yang berasal dari Makkah, yang berdakwah di daerah Karawang dan diperkirakan datang ke Pulau Jawa melalui Champa atau kini Vietnam selatan.

Dalam menyampaikan ajaran Islam, Syekh Quro melakukannya melalui pendekatan yang disebut Dakwah Bil Hikmah, sebagaimana firman ALLAH dalam Al-Qur’an Surat XVI An Nahl ayat 125, yang artinya : “Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah (kebijaksanaan) dan dengan pelajaran yang baik, dan bertukar pikiranlah dengan mereka dengan cara yang terbaik”.

Sebagian cerita menyatakan bahwa pada Tahun 1409, Kaisar Cheng Tu dari Dinasti Ming memerintahkan Laksamana Haji Sampo Bo untuk memimpin Armada Angkatan Lautnya dan mengerahkan 63 buah Kapal dengan prajurit yang berjumlah hampir 25.000 orang untuk menjalin persahabatan dengan kesultanan yang beragama Islam.

Dalam Armada Angkatan Laut Tiongkok itu rupanya diikutsertakan Syekh Hasanuddin dari Campa untuk mengajar Agama Islam di Kesultanan Malaka, Sebab  Syekh Hasanuddin adalah putra seorang ulama besar Perguruan Islam di Campa yang bernama Syekh Yusuf Siddik yang masih ada garis keturunan dengan Syekh Jamaluddin serta Syekh Jalaluddin, ulama besar Makkah.

Bahkan menurut sumber lain, garis keturunannya sampai kepada Sayyidina Husein bin Sayyidina Ali  KRW, menantu Rasulullah SAW.

Adapun pasukan angkatan laut Tiongkok pimpinan Laksamana Sam Po Bo lainnya ditugaskan mengadakan hubungan persahabatan dengan Ki Gedeng Tapa, Syahbandar Muara Jati Cirebon dan sebagai wujud kerjasama itu maka kemudian dibangunlah sebuah menara di pantai pelabuhan Muara Jati.

Dikisahkan pula bahwa setelah Syekh Hasanuddin menunaikan tugasnya di Malaka, selanjutnya beliau mengadakan kunjungan ke daerah Martasinga, Pasambangan, dan Jayapura melalui pelabuhan Muara Jati. Kedatangan ulama besar tersebut disambut baik oleh Ki Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Jumajan Jati putra bungsu Prabu Wastu Kancana, Syahbandar di Cerbon Larang (yang menggantikan Ki Gedeng Sindangkasih yang telah wafat). Ketika kunjungan berlangsung, masyarakat di setiap daerah yang dikunjungi merasa tertarik dengan ajaran Islam yang dibawa Syekh Quro, sehingga akhirnya banyak warga yang memeluk Islam.

Kegiatan penyebaran Agama Islam oleh Syekh Hasanuddin rupanya sangat mencemaskan penguasa Pajajaran waktu itu, yaitu Prabu Wastu Kencana atau Prabu Angga Larang yang menganut ajaran Hindu. Sehingga beliau diminta agar penyebaran agama tersebut dihentikan.

Oleh Syekh Hasanuddin perintah itu dipatuhi. Kepada utusan yang datang kepadanya ia mengingatkan, bahwa meskipun dakwah itu dilarang, namun kelak dari keturunan Prabu Angga Larang akan ada yang menjadi seorang Waliyullah. Beberapa saat kemudian Syekh Hasanuddin mohon diri kepada Ki Gedeng Tapa.

Sebagai sahabat, Ki Gedeng Tapa sendiri sangat prihatin atas peristiwa yang menimpa ulama besar itu, Sebab ia pun sebenarnya masih ingin menambah pengetahuannya tentang Agama Islam. Oleh karena itu, sewaktu Syekh Hasanuddin kembali ke Malaka, putrinya yang bernama Nyai Subang Karancang atau Nyai Subang Larang dititipkan ikut bersama ulama besar ini untuk belajar Agama Islam di Malaka.

Beberapa waktu lamanya berada di Malaka, kemudian Syekh Hasanuddin membulatkan tekadnya untuk kembali ke wilayah Kerajaan Hindu Pajajaran. Dan untuk keperluan tersebut, maka telah disiapkan 2 perahu dagang yang memuat rombongan para santrinya termasuk Nyai Subang Larang.

Sekitar tahun 1418 Masehi, setelah rombongan ini memasuki Laut Jawa, kemudian memasuki Muara Kali Citarum yang pada waktu itu ramai dilayari oleh perahu para pedagang yang memasuki wilayah Pajajaran. Selesai menyusuri Kali Citarum ini akhirnya rombongan perahu singgah di Pura Dalam atau Pelabuhan Karawang. Kedatangan rombongan ulama besar ini disambut baik oleh petugas Pelabuhan Karawang dan diizinkan untuk mendirikan musholla yang digunakan juga untuk belajar mengaji dan tempat tinggal.

Setelah beberapa waktu berada di pelabuhan Karawang, Syekh Hasanuddin menyampaikan dakwahnya di musholla yang dibangunnya dengan penuh keramahan. Uraiannya tentang agama Islam mudah dipahami, dan mudah pula untuk diamalkan, karena ia bersama santrinya langsung memberi contoh. Pengajian Al-Qur’an memberikan daya tarik tersendiri, karena ulama besar ini memang seorang Qori yang merdu suaranya. Oleh karena itu setiap hari banyak penduduk setempat yang secara sukarela menyatakan masuk Islam.

Berita tentang dakwah Syeh Hasanuddin (yang kemudian lebih dikenal dengan nama Syekh Quro) di pelabuhan Karawang rupanya telah terdengar kembali oleh Prabu Angga Larang, yang dahulu pernah melarang Syekh Quro melakukan kegiatan yang sama tatkala mengunjungi pelabuhan Muara Jati Cirebon. Sehingga ia segera mengirim utusan yang dipimpin oleh sang putra mahkota yang bernama Raden Pamanah Rasa untuk menutup Pesantren Syekh Quro.

Namun tatkala putra mahkota ini tiba di tempat tujuan, rupanya hatinya tertambat oleh alunan suara merdu ayat-ayat suci Al-Qur’an yang dikumandangkan oleh Nyai Subang Larang. Putra Mahkota (yang setelah dilantik menjadi Raja Pajajaran bergelar Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi) itu pun mengurungkan niatnya untuk menutup Pesantren Quro, dan tanpa ragu-ragu menyatakan isi hatinya untuk memperistri Nyi Subang Larang yang cantik itu dan halus budinya.

Lamaran tersebut rupanya diterima oleh Nyai Subang Larang dengan syarat mas kawinnya haruslah berupa “Bintang Saketi”, yaitu simbol dari “tasbih” yang berada di Negeri Makkah.

Sumber lain menyatakan bahwa hal itu merupakan kiasan bahwa sang Prabu haruslah masuk Islam, dan patuh dalam melaksanakan syariat Islam. Selain itu, Nyai Subang Larang juga mengajukan syarat, agar anak-anak yang akan dilahirkan kelak haruslah ada yang menjadi Raja. Semua hal tesebut rupanya disanggupi oleh Raden Pamanah Rasa, sehingga beberapa waktu kemudian pernikahan pun dilaksanakan, bertempat di Pesantren Quro (atau Mesjid Agung sekarang) dimana Syekh Quro sendiri bertindak sebagai penghulunya.

Pernikahan di musholla yang senantiasa menganggungkan asma ALLAH SWT itu memang telah membawa hikmah yang besar, dan Syekh Quro memegang peranan penting dalam masuknya pengaruh ajaran Islam ke keluarga Sang Prabu Siliwangi. Sebab para putra-putri yang dikandung oleh Nyai Subang Larang yang muslimah itu, memancarkan sinar IMAN dan ISLAM bagi umat di sekitarnya. Nyai Subang Larang sebagai isteri seorang raja memang harus berada di Istana Pakuan Pajajaran, dengan tetap memancarkan Cahaya Islamnya.

Putra pertama yang laki-laki bernama

1.      Raden Walangsungsang ( 1423 Masehi)setelah melewati usia remaja, maka bersama adiknya yang bernama

2.      Raden Rara Santang,( 1426 Masehi)meninggalkan Istana Pakuan Pajajaran kemudian mendapat bimbingan dari ulama besar yang bernama Syekh Dzatul Kahfi di Paguron Islam di Cirebon. Setelah kakak beradik ini menunaikan ibadah Haji, maka Raden Walangsungsang menjadi Pangeran Cakrabuana memimpin pemerintahan Nagari Caruban Larang, Cirebon.

Sedangkan Raden Rara Santang sewaktu di Makkah diperistri oleh Sultan Mesir yang bernama Syarif Abdullah. Adik Raden Walangsungsang yang bungsu adalah laki-laki bernama

3.      Raden Sangara ( 1428 Masehi) atau Pangeran Kian Santang, pada masa dewasanya menjadi Muballigh untuk menyebarkan agama Islam di daerah Garut.

Adapun kegiatan Pesantren Quro yang lokasinya tidak jauh dari pelabuhan Karawang, rupanya kurang berkembangnya karena tidak mendapat dukungan dari pemerintah kerajaan Pajajaran. Hal tersebut rupanya dimaklumi oleh Syekh Quro, sehingga pengajian di pesantren agak dikurangi, dan kegiatan di masjid lebih dititik beratkan pada ibadah seperti shalat berjamaah.

Kemudian para santri yang telah berpengalaman disebarkan ke pelosok pedesaan untuk mengajarkan agama Islam, terutama di daerah Karawang bagian selatan seperti Pangkalan. Demikian juga ke pedesaan di bagian utara Karawang yang berpusat di Desa Pulo Kalapa dan sekitarnya.

Dalam semaraknya penyebaran agama Islam oleh Wali Songo, maka masjid yang dibangun oleh Syekh Quro, kemudian disempurnakan oleh para ulama dan Umat Islam yang modelnya berbentuk “joglo” beratap 2 limasan, hampir menyerupai Masjid Agung Demak dan Cirebon.

Pengabdian Syekh Quro dengan para santri dan para ulama generasi penerusnya adalah “menyalakan pelita Islam”, sehingga sinarnya memancar terus di Karawang dan sekitarnya.

Makam Syekh Quro terdapat di Dusun Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, Lokasi makam penyebar agama Islam tertua, yang konon lebih dulu dibandingkan Walisongo tersebut, berada sekitar 30 kilometer ke wilayah timur laut dari pusat kota Lumbung Padi di Jawa Barat itu.

Dalam sebuah dokumen surat masuk ke kantor Desa Pulokalapa tertanggal 5 November 1992, ditemukan surat keterangan bernomor P-062/KB/PMPJA/ XII/11/1992 yang dikirim Keluarga Besar Putra Mahkota Pangeran Jayakarta Adiningrat XII. Surat tersebut ditujukan kepada kepala desa, berisi mempertegas keberadaan makam Syekh Quro yang terdapat di wilayah Dusun Pulobata Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemah Abang bukan sekedar petilasan Syekh Quro tetapi merupakan tempat pemakaman Syekh Quro.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya