Makanan Minuman
Makanan Minuman
Makanan Sulawesi Tengah Palu
Sop Kaledo
- 22 Agustus 2017

Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Provinsi yang beribukota Palu ini memiliki banyak sekali kuliner. Salah satunya adalah Sop Kaledo. Sop Kaledo merupakan makanan khas kota Palu yang berbahan dasar daging sapi dan tulang kaki sapi. Sop Kaledo menjadi salah satu makanan wajib yang harus dicicipi saat berkunjung ke kota Palu.

Sop Kaledo sendiri memiliki berbagai manfaat, yaitu mencegah anemia, mencegah diabetes, meningkatkan sel darah merah, meningkatkan kesehatan kulit, dan mencegah serangan jantung. Banyaknya manfaat yang didapat dari Sop Kaledo karena makanan ini bahan utamanya yaitu daging sapi dan tulang kaki sapi.

Kuliner yang berbahan dasar potongan Kaki Sapi ini, merupakan ikon Kota Palu. Dibalik rasanya yang khas itu, terdapat rangkaian kisah yang menggambarkan perjalanan peradaban etnis Kaili, dari masa ke masa di Lembah Palu.

 

Bagaimanakah perjalanan itu, berikut penuturan seorang budayawan dan pemerhati sejarah Sulawesi Tengah, Pantjewa kepada Sulteng Post

 

Sebagian orang sering mengartikan Kaledo merupakan singkatan dari Kaki Lembu Donggala. Untuk masa kini, arti tersebut ada benarnya, namun jika dilihat dari sisi sejarah tidak tepat. Lahirnya Kaledo, juga bersamaan dengan tumbuhnya budaya Kaili –Kulawi di Lembah Palu.

 

Sebelum masuknya ajaran Islam pada abad 16, etnis Kaili dan Kulawi hidup dalam masa pra sejarah atau menganut paham animisme. Pada masa itu, masyarakat Lembah Palu dengan segala kondisi geografis yang didominasi panas, perbukitan dan hutan, sehingga banyak hewan yang tinggal dilembah ini.

 

Keunikan dan keutamaan Kaledo adalah pada sunsum yang terletak pada bagian tengah tulang kaki sapi.

 

Pada masa itu, masyarakat animis Lembah Palu telah mampu menciptakan satu resep masakan, dengan bahan dasar potongan kaki hewan, yang diolah secara sederhana. Sederhana, karena bumbu utama yang dibutuhkan hanyalah asam muda, garam, cabe segar (diutamakan yang masih hijau), serta satu jenis tumbuhan yang dominan hidup di lereng-lereng pegunungan, orang Kaili menyebut dengan Tava Nusuka.

 

Pada masa itupula, Kaledo yang dibuat masyarakat etnis Kaili, berbahan dasar potongan kaki berbagai jenis hewan, seperti Kaki Kambing atau kaki Babi hutan.

 

Dan seiring perkembangan budaya hidup masyarakat etnis Kaili di Lembah Palu, utamanya setelah ajaran Islam masuk pada abad-16. Karena pengaruh ajaran dan nilai Islam yang jadi keyakinan masyarakat, bahan dasar Kaledo juga ikut berubah hanya dengan memanfaatkan Kaki Sapi.

 

Namun, pada saat itu, bahkan juga hingga saat ini, ada dua jenis kuliner namun satu rasa yang dikembangkan masyarakat Kaili, yakni Uta Poiti dan Kaledo.

 

Satu rasa, karena mulai dari cara mengolah dan bumbu yang digunakan sama, perbedaannya hanya pada, pada Uta Poiti selain menggunakan potongan tulang yang masih tertempel daging, ditambah dengan daging murni serta jeroan. Sedangkan pada masakan Kaledo, murni menggunakan potongan Kaki Sapi.

 

-KALEDO SAJIAN KEHORMATAN

 

Dahulunya, Kaledo merupakan sajian kehormatan oleh para raja-raja di Lembah Palu bagi para tamu kehormatan dari kaum bangsawan yang disebut dengan Toma Oge atau Toma Langgai atau Langga Nunu. Biasanya, mereka adalah para pembesar dari sub-sub kerajaan di lembah Palu.

 

Pada jamuan-jamuan makan yang diselenggarakan, para tamu dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan status sosial undangan. Untuk raja atau pembesar kerajaan, jamuan makan bersama raja berlangsung didalam ruangan rumah (Rara Banua). Untuk para punggawa kerajaan, jamuan makan berlangsung di teras rumah (Ri Tambale), sedangkan untuk rakyat biasa jamuan makan berlangsung di halaman rumah (Ri Poumbu).

 

Selama acara jamuan makan, ada etika yang harus dipatuhi seluruh peserta, yakni acara makan harus diawali oleh pembesar, dan jika sang pembesar (Toma Oge) belum selesai makan maka peserta tidak boleh berhenti makan, boleh berhenti dengan syarat tidak boleh cuci tangan.

 

Jika ketentuan tersebut dilanggar peserta, maka pelaku akan dikenai sanksi adat atau denda yang disebut dengan Kivu atau Sompo. Sangsi atau denda bisa berupa sejumlah uang atau hewan ternak seperti Kerbau, besaran denda disesuaikan dengan kondisi ekonomi peserta.

 

-TEHNIK MEMASAK

 

Para juru masak Kaledo masa lampau dan sekarang memiliki cara mengolah kaki lembu yang sedikit berbeda. Para juru masak masa lampau, akan memasak satu potong penuh ekor sapi, sedangkan masa kini kaki sapi yang dimasak telah dipotong-potong terlebih dahulu.

 

Kesamaannya adalah, tulang kaki yang telah dibersihkan dari kulit, hanya dimasak jika air dalam belanga telah mendidih, agar tulang kaki sapi tidak berbau amis. Setelah masak dalam hitungan waktu berdasarkan naluri juru masak, tulang diangkat dan ditiriskan.

 

Begitupun ketika memasak bumbu, seperti garam dan cabe, bumbu yang telah ditumbuh halus baru dimasukan kedalam belanga juga setelah air mendidih. Khusus untuk asam, yang digunakan hanya asam mentah.

 

Asam mentah dimasak terlebih dahulu hingga lunak. Selanjutnya dikupas dan remas kemudian disaring untuk diambil air perasannya saja.

 

Juru masak pada masa lampau, menggunakan daun khusus sebagai penyedap yang disebut Tava Nusuka, sayangnya Pantjewa kesulitan meterjemahkan arti tumbuhan ini dalam Bahasa Indonesia.

 

Juru masak masa kini sudah tidak lagi menggunakan Tava Nusuka, karena selain langka juga karena juru masak sekarang lebih menyukai penyedap modern.

 

Setelah juru masak merasa Kaledo telah matang, juru masak akan melakukan uji rasa atau mencicipi masakan (Nipesana).

 

-PENYAJIAN

 

Pada masa kerajaan, Kaledo disajikan dalam satu wadah yang disebutDula Mpanganggu. Kaledo, tidak hanya bisa dinikmati dengan nasi, tapi masyarakat Lembah Palu, dari dulu hingga sekarang lebih suka menikmati dengan Kasubi (Singkong kukus), atau Loka Pagata (jawa: pisang kepok), yang ditempatkan dalam Dula Mpokada atau Dula Palanggu (bakul dari kuningan berkaki). Seluruh masakan yang disajikan dengan alas dan penutup daun pisang.

 

Hidangan tidak dinikmati dengan mencampur langsung seluruh sajian dalam piring, melainkan dengan diisi pada piring atau mangkok kelapa (ri banga nggaluku).

 

Peserta jamuan mengambil sedikit demi sedikit ubi atau pisang, kemudian menyeruput Kaledo ri banga nggaluku. Dengan begitu, masakan tidak akan dikerubuti lalat dan bebas debu. Selain itu, masakan yang tersisa bisa dibawa pulang.

 

Pada masa sekarang, inovasi masakan Kaledo tidak hanya pada campuran bumbu. Sejumlah warung makan yang menyajikan masakan Kaledo adan melakukan inovasi dengan menghilangkang tulang, yang disebut Kaledo Talang atau tanpa tulang.***

 

Cara membuat Sop Kaledo tidaklah terlalu sulit. Berikut bahan-bahan yang harus dipersiapkan terlebih dahulu. Resep Kaledo

·         1 kg Daging Sapi dan Tulang Kaki Sapi

·         20 buah Cabai Rawit Hijau

·         6 ruas Asam Jawa yang mentah

·         1 batang Serai

·         1 ruas Jahe

·         Garam secukupnya

·         1 buah Jeruk Nipis

·         Penyedap Rasa

 

Cara membuat :

1.    Pertama anda cuci terlebih dahulu daging sapi dan tulang kaki sapi hingga bersih.

2.    Kemudian anda masukkan air kedalam panci dan masak hingga mendidih.

3.    Lalu masukkan daging dan tulang kaki sapinya kedalam panci tersebut, dan anda masak hingga dagingnya setengah matang dan empuk.

4.    Setelah itu anda buang air rebusan daging tersebut dengan cara ditiriskan. Kemudian anda masukkan lagi air kedalam panci dan daging dan tulang          yang sudah matang anda masukkan kembali kedalam panci tersebut, hal ini dimaksudkan agar mengurangi lemak daging pada kuah masakan.

5.    Anda rebus hingga mendidih, setelah mendidih anda masukkanlah cabai rawit hijau, asam jawa, penyedap rasa dan garam secukupnya.

6.    Tutup pancinya dan rebus kembali hingga daging dan tulang kakinya benar-benar matang dan bumbunya tercampur rata.

7.    Sajikan dengan keadaan panas.

 

RM yang menyediakan:
Kaledo Stereo
Jalan Diponegoro No 40, Palu, Sulawesi Tengah
 
RM yang menyediakan:
Rumah Makan Darisa (Restaurant & Catering Service)
Jl Setiabudi No. 999 Kota Palu Sulawesi Tengah
0852-1119-1394, 0853-9910-9255, 0823-9373-1652
 
 

Sumber :

  1. http://www.menuresepmasakan.com/resep-cara-membuat-kaledo-khas-sulawesi-tengah/
  2. https://www.kompasiana.com/joko_mal/kaledo-dibalik-pesona-rasa-kaki-lembu-donggala_55287c9ef17e6178548b4578

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak, Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman)...

avatar
Admin Budaya
Gambar Entri
Prajurit Pemanah Kasultanan Kasepuhan Cirebon Di Festival Keraton Nusantara
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
Prajurit pemanah kasultanan kasepuhan cirebon di festival keraton nusantara
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok ataupun pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghad...

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
Kirab agung milad ke 215 kesultanan kacirebonan
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
PANURUNG: Pasukan Pengawal Keraton Sumedang Larang
Senjata dan Alat Perang Senjata dan Alat Perang
Jawa Barat

Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU