Di sebuah desa kecil di Kabupaten Pekalongan, hidup sebuah keluarga seniman bernama “Ki Sentanu” yang memiliki seorang anak gadis cantik bernama “Sulasih”. Ki Sentanu berharap Sulasih mau menjadi penari dalam kelompok seninya karena paras cantik Sulasih sangat mendukung untuk seorang bintang pementasan. Namun, keinginan Ki Sentanu selalu ditolak oleh Sulasih, hal tersebut membuat Ki Sentanu kecewa.
Dibalik penolakan tersebut ternyata Sulasih secara diam-diam telah menjalin hubungan dengan seorang pemuda tampan bernama “Sulandono”, hubungan tersebut tanpa sepengetahuan Ki Sentanu. Sehingga pertemuan mereka berdua dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Pada suatu saat hubungan keduanya dipergoki oleh Ki Sentanu yang membuat kemarahan Ki Sentanu pecah, Sulandono dihajarnya hingga babak belur. Sulasih memohon ayahnya untuk tidak menghajar Sulandono karena Sulasih sudah terlanjur sangat mencintai Sulandono. Apabila ayahnya masih terus menghajar maka, Sulasih berniat akan bunuh diri. Hal tersebut meluluhkan perasaan Ki Sentanu. Sulandono diperbolehkan dekat Sulasih apabila Sulandono mampu memenuhi syarat yaitu mencari selendang “Tali Jiwa” yang diyakini Ki Sentanu mempunyai kekuatan magis luar biasa jika dipakai seorang penari dalam pementasan. Adapun selendang “Tali Jiwa” tersebut berada di sebuh hutan rimba yang angker (SINTRU) yaitu hutan “Sora Laya” (kawasan Kec. Doro). Sulandono menyanggupi untuk mencari selendang “Tali Jiwa” sebagai syarat untuk mendapatkan “Sulasih”. Pada saat perpisahan keduanya Sulasih menyerahkan sapu tangan “Sekar Jagat” sebagai tanda kesetiannya.
Perjalanan Sulandono ke hutan “Sora Laya” (sebuah hutan yang angker (SINTRU)) mendapat rintangan menghadapi Siluman. Namun, Sulandono mampu menghadapi dan mampu merebut senjata pusaka Raja Siluman yang ternyata senjata tersebut berubah menjadi selendang “Tali Jiwa”.
Di desa sedang diadakan acara “Bersih Desa” sebagai bentuk acara pesta rakyat yang menampilkan hiburan rakyat berupa tarian Ronggeng sebuah tari pergaulan rakyat Kab. Pekalongan. Sulasih menjadi salah satu penarinya.
Di tengah acara keramaian sedang berlangsung hadirlah Sulandono menyerahkan selendang “Tali Jiwa”. Untuk menguji keampuhan selendang tersebut Sulasih dijadikan obyek pengujian dnegan ditutup kurungan dan tangannya ditali selendang tersebut. Keajaiban terjadi ketika kurungan dibuka ternyata Sulasih telah berganti pakaian dengan Selendang Tali Jiwa terkalungkan. Ketika musik Sulasih dapat menari lebih indah dari sebelumnya. Hal tersebut dilakukan hingga berulang kali untuk meyakinkan keampuhan selendang tersebut. Oleh karena tarian Sulasih yang kemasukan unsur magis dari selendang yang didapat dari tempat Sintru (angker) maka masyarakat menyebut tarian tersebut “SINTREN”
Kebanggaan Ki Sentanu akhirnya menerima Sulandono untuk dijadikan menantunya.
Sulandono diperintahkan untuk memanggil orang tuanya sebagai langkah kelanjutan hubungannya dengan Sulasih. Ketika Sulandono menghadirkan orang tuanya ternyata Ki Ageng Sentanu terkejut. Karena yang hadir adalah Ki Ageng Cempaluk seorang tokoh spiritual besar di wilayah Pekalongan. Kehadiran Ki Ageng Cempaluk menjelaskan bahwa Sulandono adalah anak dari “Bahurekso / Joko Bahu” seorang pembesar di wilayah Mataram.
Ki Sentanu malu dan salah tingkah akhirnya Sulasih dan Sulandono direstui untuk melangsungkan pernikahan. Hal tersebut disambut gembira oleh seluruh rakyat yang dilanjutkan dengan pesta rakyat besar-besaran.
Sendratari dipentaskan pada Sabtu, 18 Oktober 2014 di Anjungan Jawa Tengah Taman Mini Indonesia Indah. Malam budaya ini diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Pekalongan – Dinporapar (Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata).
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.