Gayo lues adalah salah satu daerah yang memiliki budaya, adat-istiadat atau tradisi yang beranekaragam salah satunya adalah tradisi sinte mate.
Tradisi sinte mate (kenduri meninggal) merupakan acara yang dilakukan terhadap orang yang telah meninggal dunia. Adapun penyelenggaran sinte mate di Gayo Lues terhadap orang yang telah meninggal dunia agak dibedakan antara anak-anak dan orang dewasa/orang tua. Untuk anak-anak di bawah umur sepuluh tahun sinte mate (kenduri meninggal) diadakan pada malam pertama, kedua, ketiga, ketujuh dan pada malam ke empat puluh empat, sedangkan untuk orang dewasa/orang tua diadakan mulai malam pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh, dan pada malam ke empat puluh empat hari.
Di Gayo Lues, biasanya jika seseorang telah meninggal dunia maka pihak keluarga akan mengabarkan atau mendatangi imam mesjid atau meunasah untuk mengabarkan berita duka tersebut ke masyarakat setempat. Dan biasanya ketika masyarakat telah mendengar berita duka tersebut masyarakat langsung mengadakan tukem (ta’ziah). Dan di Gayo Lues sendiri ada istilah “ turun met”. Turun met yaitu pada saat ahli family yang jauh talah hadir semuanya, baru sang mayat diangkat ke atas keranda dan kemudian dikeluarkan dari dalam rumah. Kemudian untuk tahap mengapani, menyolatkan dan menguburkan dilakukan sesuai syariat islam.
Tradisi sinte mate (kenduri meninggal) dilakukan tujuh malam. Kenduri malam pertama biasanya dilakukan setelah sholat isya, kemudian tengku atau imam kampung akan memimpin kenduri mulai dari pembacaan ayat suci ( Al-qur’an ) tahlil dan doa lainnya yang semuanya dituju atau disampaikan kepada almarhum/almarhumah yang semuanya disebut samadiah. Kemudian setelah selesai berdoa warga yang hadir akan diberikan makanan sesuai kemampuan keluarganya. Teruntuk tengku atau Imam kampung yang memimpin mendoakan, akan disediakan kelapa utuh yang tidak dikupas, beras satu bambu yang diletakkan di dalam tape beserta uang yang diikat disamping tape tersebut dan semua itu disediakan oleh pihak yang berduka.
Pada malam kedua, pelaksanaanya sama dengan kenduri pada malam pertama namun kadang-kadang tidak ada samadiah hanya doa saja yang dipanjatkan untuk almarhum/almarhumah.
Pada malam ketiga atau negari , negari ini juga sama dengan malam-malam sebelumnya, namun biasanya masyarakat yang hadir lebih ramai. Dan pada malam ketiga Ini untuk tengku atau imam kampung yang memimpin doa akan diberikan lebih banyak tape, dan tape yang diberikan biasanya sesuai dengan jumlah harinya. Pemberian ini diberikan sebagai bentuk penghormatan atau ucapan terimakasih untuk tengku atau imam yang telah mendoakan.
Pada malam keempat, malam kelima, dan keenam pelaksanaanya sama dengan malam ke tiga atau nagari
Pada malam ketujuh, di dalam masyarakat Gayo Lues dikenal dengan istilah nujuhi . pelaksanaan nujuhi ini sebenarnya sama dengan malam-malam sebelumnya, namun pada malam nujuhi ini biasanya jauh lebih ramai, dan pada malam ini juga selalu dipersiapkan tempat lebih luas dan makanan dan minuman yang banyak.
Pada malam ke-44 hari atau biasanya dikenal dengan istilah nyawah lo.
Sinte mate (kenduri meninggal) juga mungkin bisa ditemukan di daerah lain mungkin sistem pelaksanaan saja yang berbeda. Di Gayo Lues sinte mate (kenduri meninggal) sendiri berjalan dan berkembang sesuai dengan tradisi masyarakat Gayo Lues yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Terimaksih atas perhatiannya dan mungkin hanya ini yang bisa saya paparkan semoga bermanfaat.
Sumber: https://steemit.com/indonesia/@mina45/tradisi-sinte-mate-di-gayo-lues
#SBJ
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja