Di sebuah desa hiduplah keluarga miskin yang bahagia, keluarga itu memiliki seorang anak perempuan yang cantik. Si ibu sedang mengandung anak mereka yang kedua. Sang ayah mengharapkan agar anak kedua mereka adalah anak laki-laki sehingga mereka bisa memiliki anak sepasang. Setelah sembilan bulan mengandung si ibu akhirnya melahirkan bayi kedua mereka. Malam itu mereka merasa bahagia sebab anak lelaki yang telah mereka nantikan akhirnya lahir juga.
Namun alangkah terkejutnya sang ayah ketika mengetahui bahwa bayi lelaki mereka ternyata memiliki tanduk di kepala. Sang ayah kemudian memberi tahu keadaan bayi tersebut kepada si ibu. Mendengar hal ini sang ibu merasa sedih dan menangis. Mereka takut merasa malu kepada seluruh penduduk dan akhirnya memutuskan untuk menghanyutkan bayi tersebut ke sungai. Bayi laki-laki itu kemudian dimasukkan ke dalam peti dan di bekali secangkir beras dan sebutir telur. Peti itu lalu di hanyutkan ke sungai. Melihat adik laki-lakinya dihanyutkan ke sungai menyebabkan anak perempuan mereka sedih lalu diam-diam dia mengikuti ayahnya ke sungai. Kakak perempuan itu lalu mengikuti adiknya dari tepi sungai. Sang kakak selalu menghibur adiknya yang berada di dalam peti ketika mendengar sang adik menangis, kakak perempuannya selalu menghibur dan menyuruh si adik untuk memakan sebutir beras yang ada di dalam cangkir tersebut agar si adik menjadi kenyang.
Begitulah seterusnya hingga berbulan-bulan, sang kakak selalu setia menemani adiknya dari pinggir sungai dan menghibur setiap kali adiknya menangis. Suatu hari sang kakak mendengar suara ciak ayam dari dalam peti, sang kakak gembira dan mengira pastilah telur ayam tersebut sudah menetas. Setelah sekian lama akhirnya peti itu terhanyut ke tepian sungai. Sang kakak merasa gembira lalu mengambil peti tersebut. Ketika peti itu di buka, alangkah terkejutnya sang kakak karena ada seorang anak laki-laki yang gagah dan tampan melompat dari dalam peti. Anak laki-laki itu tidak lagi memiliki tanduk di kepalanya. Kemudian sang kakak langsung memeluk adiknya dengan penuh rasa suka cita. Si adik juga merasa gembira dan berterima kasih kepada sang kakak karena sudah menjaganya dari tepian sungai selama ini.
Kakak dan adik itu kemudian berjalan dari satu kampung ke kampung yang lain. Mereka hidup mengembara hingga akhirnya sampai ke kampung halaman mereka sendiri. Sang kakak masih ingat tentang kampung halaman mereka dan mengatakan kepada warga kampung bahwa mereka berasal dari kampung tersebut. Mendengar hal ini warga kampung teringat kepada kedua kakak beradik yang pergi bertahun yang lalu. Cerita tentang kedatangan kedua kakak adik itu terdengar sampai ke telinga kedua orang tua mereka. Setelah kedua orang tua miskin itu bertemu dengan anaknya mereka merasa sangat menyesal karena pernah membuang si Tanduk Panjang. Mulanya sang kakak enggan memaafkan orang tua mereka, dia masih menyimpan marah akibat perbuatan kedua orang mereka. Namun sang adik membujuk kakaknya agar mau memaafkan kedua orang mereka dan tetap berlaku baik. Sang kakak akhirnya mau memaafkan ayah dan ibu mereka dan memutuskan untuk pulang ke rumah dan hidup bahagia.
Pesan Moral
Cerita ini mengajarkan pada kita agar tetap menghormati kedua orang tua kita dan sebagai orang tua hendaknya tidak perlu merasa malu dengan keadaan anak walaupun anak tersebut memiliki kekurangan di waktu lahirnya.
Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2016/09/si-tanduk-panjang-sumatera-utara/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja