Perayaan Cap Go Meh sudah tidak asing lagi di kalangan orang Tionghoa di Indonesia. Selain perayaan tersebut melambangkan kekentalan budaya Tionghoa di Indonesia, Cap Go Meh juga menandakan bahwa budaya Tionghoa juga diterima di Indonesia sebagai budayanya sendiri. Maka dari itu, kita perlu mengetahui asal-muasal perayaan ini dan bagaimana sejarahnya.
Cap Go Meh melambangkan hari kelima belas bulan pertama Imlek dan merupakan hari terakhir dari rangkaian masa perayaan Imlek bagi komunitas migran Tionghoa yang tinggal di luar China. Istilah Cap Go Meh berasal dari dialek Hokkian yang bila diartikan secara harafiah bermakna “15 hari atau malam setelah Imlek”. Bila dipenggal per kata, ‘Cap’ mempunyai arti sepuluh, ‘Go’ adalah lima, dan ‘Meh’ berarti malam.
Perayaan Cap Go Meh atau Perayaan Lampion ini tidak hanya dirayakan di Indonesia saja. Beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura juga ikut merayakan hari raya ini. Di negara Tiongkok, festival Cap Go Meh dikenal dengan nama Festival Yuanxiao atau Festival Shangyuan. Perayaan ini awalnya dirayakan sebagai hari penghormatan kepada Dewa Thai Yi. Dewa Thai Yi sendiri dianggap sebagai Dewa tertinggi di langit oleh Dinasti Han.
Perayaan Cap Go Meh di tanah air kerap dilaksanakan di jalan raya dengan melakukan kirab
Upacara ini dirayakan secara rutin setiap tahunnya pada tanggal 15 bulan pertama menurut sistem penanggalan kalender Imlek. Upacara ini dahulu dilakukan tertutup hanya untuk kalangan istana dan belum dikenal secara umum oleh masyarakat Tiongkok.
Upacara ini dilakukan pada malam hari; untuk itu perlu disiapkan penerangan dengan lampu-lampu lampion yang dipasang sejak senja hari hingga keesokan harinya. Inilah yang kemudian menjadi lampion-lampion dan aneka lampu berwarna-warni yang menjadi pelengkap utama dalam perayaan Cap Go Meh.
Ketika pemerintahan Dinasti Han berakhir perayaan ini menjadi lebih terbuka untuk umum. Saat Tiongkok dalam masa pemerintahan Dinasti Tang, perayaan ini juga dirayakan oleh masyarakat umum secara luas. Festival ini adalah sebuah festival dimana masyarakat diperbolehkan untuk bersenang-senang. Saat malam tiba, masyarakat akan turun ke jalan untuk menikmati pemandangan lampion berbagai bentuk yang telah diberi berbagai hiasan.
Atraksi barongsai yang selalu ada pada saat perayaan Cap Go Meh
Di malam yang disinari bulan purnama sempurna, masyarakat akan menyaksikan tarian naga (masyarakat Indonesia mengenalnya dengan sebutan ‘Liong’) dan tarian Barongsai. Mereka juga akan berkumpul untuk memainkan sebuah permainan teka-teki dan berbagai macam permainan lainnya, sambil menyantap sebuah makanan khas bernama Yuan Xiao atau Wedang Ronde. Tentu saja, malam tidak akan menjadi meriah tanpa kehadiran kembang api dan petasan.
Yuan Xiao sendiri adalah sebuah makanan yang menjadi bagian penting dalam festival tersebut. Yuan Xiao atau juga biasa disebut Tang Yuan adalah sebuah makanan berbentuk bola-bola yang terbuat dari tepung beras. Bila ditilik dari namanya, Yuan Xiao mempunyai arti ‘malam di hari pertama’. Makanan ini melambangkan bersatunya sebuah keluarga besar yang memang menjadi tema utama dari perayaan Hari Imlek.
Nampak salah satu ritual Thang Sin atau sebutan lokalnya “ence pia” di daerah Manado
Perayaan Festival Cap Go Meh di Indonesia sendiri sangat bervariasi. Perayaan biasanya dilakukan oleh umat kelenteng-kelenteng atau Wihara dengan melakukan kirab atau turun ke jalan raya sambil menggotong ramai-ramai Kio/Usungan yang didalamnya diletakkan arca para Dewa.
Bahkan di beberapa kota di tanah air seperti di daerah Jakarta dan di Manado, terdapat atraksi ‘lokthung‘ atau ‘thangsin‘ dimana ada seseorang yang menjadi medium perantara yang konon setelah dibacakan mantra tertentu dipercaya telah dirasuki oleh roh Dewa untuk memberikan berkat bagi umat Nya.
Mereka biasanya akan melakukan beberapa atraksi sayat lidah, memotong lengan atau menusuk bagian badannya dengan sabetan pedang, golok, dan lain sebagainya. Sementara di Kalimantan, tepatnya di kota Pontianak dan Singkawang, atraksi ini disebut ‘Tatung‘.
Begitulah sejarah singkat mengenai perayaan Cap Go Meh. Dengan mengetahui lebih dalam mengenai budaya Cap Go Meh ini, negara Indonesia dapat mengakui kebudayaan Tionghoa sebagaimana kebudayaan lain telah diakui menjadi kebudayaan identitas nusantara.
Credit to: mamski
            Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
                    
            Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
                    
            Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok ataupun pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghad...
                    
            aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
                    
            Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang