PETUNJUK IBADAH SUCI SUKU BADUY
Kiblat ibadah pe-muja-an umat Sunda Wiwitan disebut Sasaka Domas, atau Sasaka
Pusaka Buana atau Sasaka Pada Ageung. Sasaka Domas adalah bangunan punden berunduk atau berteras-teras sebanyak tujuh tingkatan. Setiap teras diberi hambaro, benteng, yang terdiri atas susunan “menhir” (batu tegak) dari batu kali. Pada teras tingkat keempat terdapat menhir yang besar dan berukuran tinggi sekitar 2 m. Pada tingkat teratas terdapat “batu lumpang” dengan lubang bergaris tengah sekitar 90 cm, menhir dan “arca batu”. Arca batu ini disebut Arca Domas.
Domas berarti keramat, suci. Tingkatan teras, makin ke selatan undak-undakan makin tinggi dan suci. Digambarkan oleh Koorders (1869), Jacob dan Meijcr (1891) dan Pleyte (1909) bahwa letaknya di tengah hutan tua yang sangat lebat, hulu sungai Ciujung dan puncak gunung Pamuntuan. Bangunan tua ini merupakan sisa peninggalan megalitik. Sebagai kiblat ibadah, Sasaka Domas diyakini sebagai tanah atau tempat suci, keramat (sacral), para nenek moyang berkumpul (Permana, 2006: 38 dan 89-90). Di tanah suci ini umat Sunda Wiwitan melaksanakan ritual pe-muja-an. Ritus muja adalah ziarah memanjatkan doâa dan membersihkan obyek utama pemujaan Baduy.
Ibadah ritual pe-muja-an di Sasaka Domas dipimpin oleh puun Cikeusik. Tujuan ritus muja adalah untuk me-muja para karuhun, nenek moyang, dan menyucikan pusat dunia. Dalam ritual ini hanya orang-orang tertentu yang melaksanakan muja atas nama masyarakat Baduy secara keseluruhan. Yakni, para puun dan orang-orang yang ditunjuk. Orang-orang ditunjuk melaksanakan ritus muja bukan didasarkan kriteria tertentu. Ritual ini dilaksanakan selama tiga hari: tanggal 16, 17 dan 18 pada bulan Kalima. Waktu tiga hari ritual terbagi terdiri dari, dua hari untuk pergi dan pulang dan sehari untuk ibadah ritual muja (Permana, 2006: 88).
Prosesi ziarah menuju ke Sasaka Domas harus melalui sisi sebelah utara, tidak boleh dari sisi selatan. Ritual muja dimulai oleh puun pada teras tingkat pertama, dengan menghadap ke selatan, arah puncak. Selesai ritual muja biasanya pada tengah hari, sekitar pukul 11.00-13.00. Setelah ritual muja, dilanjutkan dengan membersihkan dan membenahi pelataran teras. Sampai pada teras teratas (ketujuh), para pe-muja menyucikan muka, tangan dan kaki pada batu lumpang yang disebut Sanghyang Pangumbaran. Keadaan air di dalam “batu lumpang” adalah simbol keadaan alam Baduy. Jika airnya penuh dan jernih, menandakan akan turun hujan banyak, cuaca baik dan panen berhasil. Sebaliknya, jika air dangkal dan keruh menandakan kekeringan dan kegagalan panen. Pada keadaan “menhir” di puncak, jika dipenuhi lumut menandakan akan mendapatkan kesentosaan dan kesejahteraan dalam tahun bersangkutam, tetapi sebaliknya dapat memperoleh kesengsaraan dan kesulitan (2006: 90-91).
Umat Sunda Wiwitan yang berniat, tidak diwajibkan, meminta berkah datang pada
sore tanggal 18 Kelima dan menanti para pe-muja di alun-alun depan rumah jaro Cikeusik
atas nama dan restu puun Cikeusik. Mereka membentuk kelompok berdasarkan asal
kampungnya. Setiap kelompok beranggota 5-10 orang dan memiliki juru bahasa dari
kokolot kampung. Juru bahasa berfungsi mengantar, mengenalkan dan mengutarakan niat
kedatangannya. Mereka wajib berpuasa dan mengenakan pakaian yang baik dan bersih.
Masing-masing orang membawa sesaji dan uang kertas (semampunya) yang akan diserahkan kepada jaro sebagai imbalan berkah. Berbuka puasanya tergantung pada
kedatangan para pe-muja dan setelah selesai mandi serta isyarat dari puun Cikeusik.
Waktu berbuka puasa biasanya antara pukul 15.00-19.00, waktu lingsir dan burit. Berbuka puasanya dengan luluy yang disediakan oleh palawari. Luluy adalah sejenis lemang atau lontong dari beras yang dibungkus daun patat dan dimasukkan dan dimasak di dalam bambu. Palawari adalah 5-7 orang laki-laki yang bertugas dan bertanggung jawab membuat luluy. Tujuan meminta berkah adalah memohon keselamatan dan kemurahan rejeki (2006: 91-92).
Prosesi meminta berkah di rumah jaro Cikeusik. Seluruh kelompok duduk bersila di
ruang tepas, sedangkan jaro duduk bersila di ruang imah. Juru bahasa lebih dahulu masuk ke ruang imah menghadap jaro untuk mengenalkan diri dan kelompoknya serta menyampaikan niat dan tujuan mereka. Jaro duduk bersila di sisi selatan ruang imah menghadap utara, sedangkan juru bahasa berada di sisi utara menghadap ke selatan (jaro). Juru bahasa langsung menyerahkan sesajinya kepada jaro. Setelah menerima sesaji, jaro mengambil sepotong luluy yang di dalamnya dimasukkan jukut komala dan lemah bodas. Jukut komala, rumput permata adalah lumut yang menempel di teras tingkat kedua Sasaka Domas, sedang lemah bodas, tanah putih. Keduanya diambil pada teras tingkat kedua dari sebelah utara. Lalu, luluy diberi jampi-jampi, ditiup tiga kali dan disuapkan kepada seorang peminta berkah. Akhirnya, juru bahasa memohon diri dan keluar meninggalkan ruang imah, lalu mempersilakan anggota kelompoknya masuk ke ruang imah secara bergiliran menghadap jaro. Mereka yang sudah mendapatkan berkah segera ke luar rumah jaro. Prosesi ini berlangsung hingga larut malam, bahkan pernah terjai hingga fajar (2006: 92).
Prosesi meminta berkah berkiblat kepada prosesi ziarah ke Sasaka Domas. Yakni, berkiblat menghadap ke arah selatan, tempat suci, Sasaka Domas. Karena itu, kiblat ibadah pe-muja-an umat Sunda Wiwitan ke arah selatan. Hal ini berbeda dengan ibadah shalat umat Islam Indonesia yang berkiblat menghadap ke arah barat, Ka’bah. Meski demikian, pada dasarnya prosesi ibadah pe-muja-an di tanah suci, Sasaka Domas mirip dengan prosesi ibadah haji di tanah suci, Ka’bah. Ibadah haji dilaksanakan pada tanggal 8, 9 dan 10 Dzulhijah. Pada tanggal 9 Dzulhijah umat Islam yang tidak melaksanakan ibadah haji disunatkan berpuasa Arafah. Dan, sebagian umat Islam Indonesia berbuka puasa biasanya dengan nasi lontong atau ketupat.
Setelah jamaâah haji datang di rumah masing-masing, tidak sedikit masyarakat Islam yang datang dan meminta berkah kepada orang yang telah melaksanakan ibadah haji. Karena itu, yang jelas membedakan dengan Islam, keimanan dan ketaatan Sunda Wiwitan kepada Tuhan terkandung di dalam makna simboliknya supaya senantiasa menjaga dan melestarikan hutan, sungai dan puncak gunung berada dalam ekosistemnya supaya memberikan kedamaian dan kesejahteraan pada umat manusia.
Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1040/sasaka-domas
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja