Sarung Samarinda atau Tajong Samarinda adalah jenis kain tenunan tradisional yang bisa didapatkan di Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Kain yang juga dikenal dengan sebutan Tajong Samarinda ini populer sebagai cendera mata khas Samarinda sejak tahun 1950-an. Menurut data Dinas Kebudayaan Kota Samarinda. Tajong Samarinda adalah bentuk asimilasi budaya antara suku Bugis Wajo, Kutai dan ukiran khas Dayak. Suku Bugis Wajo dikenal sebagai penenun berbakat, di tanah Sulawesi sana mereka masih menjaga erat tradisi menenun leluhur mereka. Sarung ini ditenun dengan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang disebut Gedokan. Produk yang dihasilkan untuk satu buah sarung memakan waktu 15 hari. Ciri khas Sarung Samarinda adalah bahan bakunya yang menggunakan sutera yang khusus didatangkan dari Cina. Sebelum ditenun, bahan baku sutera masih harus menjalani beberapa proses agar kuat saat dipintal.
Proses pembuatan Tajong Samarinda yang bermula dari benang sutra yang diimpor dari China, pewarnaan benang, proses pemintalan, aksi para penenun di gedokan, hingga membeli langsung ke penenun atau koperasi yang menyediakan Tajong Samarinda yang sudah jadi. Harga bervariasi dari Rp 275 ribu hingga Rp 800 ribu, bergantung motif dan kerumitannya. Lama pengerjaan satu Tajong standar sendiri berkisar 2 minggu.
Sehelai sarung yang dihasilkan pengrajin biasanya memiliki lebar 80 centimeter dan panjang 2 meter. Dengan ukuran sarung sebesar itu pasti ada jahitan sambungan di bagian tengahnya yang dibuat dengan menggunakan tangan. Sarung asli tidak pernah disambung dengan menggunakan mesin jahit. Inilah salah satu cara untuk membedakan kain yang asli dari yang palsu atau buatan mesin pabrik.
Sejarah
Keberadaan para penenun kain ini adalah bagian dari sejarah eksodus Bugis Wajo yang diperkirakan tiba di tanah Borneo sekitar tahun 1668. Rombongan ini dipimpin oleh La Mohang Daeng Mangkona, yang masih berdarah biru kesultanan Gowa. Rombongan ini hijrah ke wilayah Kesultanan Kutai karena konsekuensi Perjanjian Bongaya yang merugikan Kerajaan Gowa, terlebih mereka telah kalah perang setelah diserbu pasukan Belanda. Para eksodus ini lalu mendapat perlindungan suaka dari Kesultanan Kutai dengan perjanjian La Mohang Daeng Mangkona harus tunduk kepada Kesultanan Kutai. Bentuk suaka yang diberikan adalah koloni wilayah baru di mana La Mohang Daeng Mangkona dan seluruh keluarga serta pengikutnya kemudian bermukim dan bercocok tanam di daerah yang sekarang dikenal sebagai Samarinda Seberang. Yang kemudian menjadi pusat peradaban di selatan sungai Mahakam. Cikal bakal kota Samarinda.
Orang Bugis pendatang inilah yang mengembangkan corak asli tenun Bugis menjadi tenun Samarinda.
Alat Tenun
Alat tenun tradisional Sarung Samarinda secara keseluruhan terbuat dari kayu, tanpa ada yang bermesin. Semua peralatan tersebut dibuat secara sederhana, dan seluruh proses menenun dikerjakan oleh tenaga manusia, dari memberi warna benang, memintal, menenun sampai mencuci, tidak ada yang dilakukan oleh mesin. secara keseluruhan peralatan tenun sarung samarinda terbagi atas 4 bagian:
Bahan
Bahan yang digunakan untuk membuatan Sarung Tenun Samarinda adalah:
pada umumnya bahan-bahan tersebut diimport dari Jerman dan Jepang.
Corak dan Warna
Warna yang dominan adalah warna-warna tua dan kontras. warna-warna yang dominan adalah: hitam, putih, merah, ungu, biru laut, dan hijau. sedangkan warna lain hampir tidak pernah tampil. Corak yang dibuat dalam Sarung Samarinda sangatlah beragam, serta memiliki makna dan nilai filosofi masing-masing, berikut beberapa corak sarung Samarinda yang umum di tenun.
Corak labba suasa adalah corak yang pertama kali dibuat oleh para pengerajin tenun Samarinda. Namun kini corak lebba suasa tidak dikeluarkan lagi, hal tersebut dikarenakan corak lebba suasa jarang yang menggemari dipasaran, didaerah asalnyapun (Sulawesi Selatan) sorak ini jarang lagi terlihat. corak labba suasa terdiri dari 2 warna, yaitu warna hitam dan putih. pada tepi atau sisi sarung diberi corak warna merah.
Corak Kamummu (Hatta) yaitu warna biru yang dikombinasikan dengan warna hitam. corak kamummu disebut juga corak Hatta, penamaan corak Hatta ini tidak terlepas dari faktor sejarah. Dimana pada saat Dr. Mohammad Hatta menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia pada saat itu berkunjung ke Samarinda, dan oleh Koperasi RUWI (Rukun Wanita Indonesia) Cabang Samarinda menyerahkan sarung samarinda bercorak Kamummu kepada Moh. Hatta. sejak saat itulah corak Kamummu disebut juga corak Hatta.
Corak anyaman palupuh disebut juga corak tabba. corak ini terdiri dari 2 macam: yaitu tabba biasa dan tabba galak. disebut anyaman palupuh karena corak ini menyerupai bambu. Tabba atau palupuh artinya bambu.
Pulu atau pulut artinya ketan. bolong artinya hitam. Assepulu bolong artinya Ketan Hitam. Disebut demikian karena corak ini warnanya hitam, sehitam beras pulut hitam. Warna hitam yang bersih dan bercahaya indah.
Rawa-rawa yaitu nama sejenis buah jambu. Rawa-rawa yang masak berwarna merah muda atau lembayung. Dinamakan demikian karena corak ini berwarna lembayung seperti warna rawa-rawa masak.
Corak ini mempunyai latar belakang cerita tentang putri bangsawan Kutai yang suatu hari bermimpi masuk kedalam surga loka. di dalam mimpi tersebut sang putri melihat warna-wani yang sangat menawan hatinya, dan ketika terbangun dari mimpinya sang putri sangat gundah dan merindukan warna yang ada dalam mimpi tersebut. Kemudian sang putri memanggil penenun untuk menenun sarung dengan warna-wani yang ada dalam mimpinya. Corak tersebut selanjutnya disebut Coka Manippi yang artinya ditaklukkan oleh mimpi. Menurut riwayatnya bahwa pada zamanya dulu corak Coka Manippi dilarang dipakai oleh masyarakat biasa. Corak ini khusus untuk dipakai oleh keluarga bangsawan Kutai.
Corak ini dalam bahasa Indonesia artinya cahaya kilat. Billa Takkajo artinya kilat memintas. Dengan dominan warna merah, biru dengan garis putih.
Corak ini hanya terdiri dari 2 warna yaitu warna hitam dan biru tua. Garanso artinya garang atau galak. Paduan warna hitam biru merupakan warna yang galak.
Corak Burica artinya merica atau sahang. Corak ini seperti butir-butir sahang, bunga bulat-bulat kecil sebesar sahang, oleh sebab itu disebut corak burica.
Siparape artinya merapat yang artinya merapat. Corak ini sengaja dibuat untuk penganting baru. Kedua pengantin saling merapat dan berkasih mesra dalam masa-masa bulan madu mereka.
Sama dengan corak hatta, corak ini adalah corak yang awalnya adalah sebuah corak sarung yang dihadiahkan kepada Presiden Soekarno ketika berkunjung ke Samarinda. Kudara artinya negara. Dinamakan demikian karena corak ini adalah corak yang diberikan kepada Negara.
Corak ini merupakan corak kreasi baru. corak sabbi dibuat untuk dipakai untuk wanita. Untuk kelengkapannya ditambahkan dengan selendang dengan corak yang sama.
Sama dengan corak sabbi. corak pucuk adalah hasil kreasi baru dan dibuat khusus untuk wanita lengkap dengan selendangnya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sarung_Samarinda
https://undas.co/2015/05/sarung-samarinda-identitas-sebuah-eksodus/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja