Menurut keterangan yang diperoleh, bahwa permainan tersebut bernama “dore” tidak disebut “setatak” seperti sekarang, kemudiannya ada pula yang menyebut dengan bermain “jengket” mungkin karena memainkannya dengan berjengket-jengket atau berjingkat.Tetapi baik bentuk maupun aturan permainannya kurang lebih sama. Mengenai asal usul permainan setatak ini tak dapat dijelaskan secara pasti. Mengapa asalnya bernama dore, kemudian berubah menjadi setatak, atau kapan perubahan itu terjadi, semuanya tidak diketahui dengan pasti.
Diperkirakan, main setatak mulai tumbuh dan berkembang di daerah ini sekitar tahun 1930-an. Permainan ini menjadi berkembang betul sekitar tahun 1950-an, saat main setatak dimainkan di sekolah-sekolah. Sayangnya sekarang permainan ini sudah jarang dimainkan.
Setatak merupakan permainan hiburan anak-anak dalam lingkungan masyarakat pendukungnya, sebagai menyalurkan keinginan dan kesukaan anak-anak dalam bermain yang dapat melatih kecergasan. Permainan ini dimainkan biasanya pada sore hari di pekarangan rumah antara 1 sampai 2 jam lamanya.
Adalah sebuah lapangan yang tidak terlalu besar, cukuplah sekiranya dapat dibuatkan untuk medan bermain saja. Kemudiannya secara gotong-royong membuat garis-garis tertentu di tanah lapang tersebut untuk bermain. Lalu membuat atau menggunakan “Ucak” atau “Gacuk” sebagai penikam.
Penikam setatak atau disebut ucak atau gacuk ini biasanya dibuat sendiri oleh anak-anak, dengan mengasah dan membulatkan pecahan piring, pecahan tempayan atau batu yang berbentuk leper atau pipih. Dibuat sedemikian rupa hingga kelihatan cantik, dan tidak membahayakan si pemegangnya, gacuk dibuat kira-kira sebesar 22/7 x 6 cm.
Cara pemakaiannya.
Melewati lapangan permainan setatak dengan cara melompat, berjingkat, dan meloncat sebelah kaki dan tangan tak boleh menyentuh garis setatak.
Melewati lapangan dari no. 1 s/d 9 disebut naik, kemudian dari no. 9 s/d 1 disebut turun.
Petak yang ada gacuk, baik milik sendiri maupun milik lawan, tak boleh diinjak. Petak tersebut harus dilompati, atau dilangkahi saja.
Sehabis satu ronde, atau putaran permainan, pemain mengambil “bintang”. Petak yang sudah dibubuhi bintang, boleh diinjak dua kaki bagi yang memilikinya, dan tak boleh disentuh lagi oleh pihak lawan.
Gacuk dipegang dengan jari kelingking dan jari tengah, ditopang oleh telunjuk, kemudian dihimpit dengan jari induk. Supaya jalan gacuk terarah, ia dilempar dengan putaran keluar mengikuti arah jarum jam.
Sebelum memulai bermain, ucak diletakkan pada petak (1) semua. Petak yang berisi gacuk lawan, boleh kita tikam juga.
Waktu mengambil bintang, ucak dilempar ke belakang badan menuju petak bintang yakni : 6,7,8,9,5,4,3,2,1, dan tempat bintang.
Sebelum permainan dimulai, semua pelaku mencari urutan pembawa dengan melakukan “sut”. Yang menang, menurut urutan pemenang sutnya membawa permainan setatak. Secara bergilir, sesudah lawan terdahulu selesai ambil bintang, ataupun ia mati dalan perjalanan.
Naik : petak (1) yang berisi ucak dilangkahi, loncat ke petak (2), turun dua kaki pada petak (3) dan (4), loncat ke petak (5), loncat ke petak (6), loncat ke petak (7), loncat ke petak (8), dan turun dua kaki pada petak (9).
Turun : dari petak (9), loncat ke petak (5), turun dua kaki pada petak (3) dan (4), loncat ke petak (2), dan dari sini mengambil ucak di petak (1), kemudian petak (4) dilangkahi, terus turun.
Naik : jika pada petak (1) masih ada gacuk lawan, loncat melangkah petak (1) dan (2), turun dua kaki pada petak (3) dan (4), loncat ke petak (8), dan turun dua kaki pada petak (9).
Turun : dari petak (9) loncat ke petak (5), turun dua kaki ke petak (3) dan (4). Dari sini ambil ucak di petak (2) dan jika di petak (1) masih ada ucak lawan, langsung melangkahi petak (2) dan (1), dan turun.
http://riauberbagi.blogspot.com/2016/08/permainan-tradisional-melayu-riau-indonesia-setatak.html
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja