Sumbawa adalah nama sebuah pulau yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Di pulau ini terdapat dua kabupaten yaitu Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat yang merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Sumbawa. Sejarah mencatat, keberadaan Kabupaten Sumbawa atau Tana Samawa ini mulai dikenal sejak zaman Dinasti Dewa Awan Kuning (1350-1389). Pada masa itu corak kerajaan masih bersifat hinduistis. Corak hindu pada Dinasti Dewa Awan Kuning berakhir pada masa kepemimpinan Raja Dewa Majaruwa. Raja Dewa Majaruwa memeluk Islam setelah kerajaan menjalin hubungan dengan kerajaan islam demak di Jawa sekitar tahun 1478-1597. Kemudian pada tahun 1623 kerajaan Dewa Awan Kuning ditaklukan oleh Kerajaan Goa sehingga kekuasaan Kerajaan Sumbawa pun berpindah pada Dinasti Dewa Dalam Bawa. Raja pertama begergelar Sultan Hanurasyid 1. Kerajaan ini berkuasa selama 3 abad di tanah Sumbawa. Dan sampai saat ini masih terdapat peninggalan kerajaan berupa rumah istana Sumbawa atau istana dalam loka.
Rumah istana Sumbawa atau Dalam Loka merupakan peninggalan bersejarah dari kerajaan yang berlokasi di kota Sumbawa Besar. Dalam Loka dibangun pada tahun 1885 oleh Sultan Muhammad Jalalludin III (1983-1931) untuk menggantikan bangunan-bangunan istana yang telah dibangun di tanah tersebut sebelumnya karena telah lapuk dimakan usia bahkan hangus terbakar. Istana-istana itu diantaranya Istana Bala Balong, Istana Bala Sawo dan Istana Gunung Setia. Dalam Loka sendiri berasal dari dua kata yakni dalam yang berarti istana atau rumah-rumah di dalam istana dan loka yang berarti dunia atau tempat. Jadi, Dalam Loka bermakna istana tempat tinggal raja.
Dalam Loka memiliki luas 696,98 m2 dengan 2 bangunan kembar yang ditopang oleh 98 tiang kayu jati dan 1 buah tiang pendek (tiang guru) yang terbuat dari pohon cabe. Secara keseluruhan jumlah tiang penopang adalah 99 tiang yang melambangkan 99 sifat Allah (asmaul husna). Bangunan dalam loka menghadap ke selatan atu tepatnya ke arah Bukit Sampar dan alun-alun kota. Pertama kali memsuki istana akan ditemukan susunan tangga yang menjadi ssatu-satunya jalan masuk ke istana. Tangga ini menyimbolkan bahwa siapapun harus menghormati raja. Hal ini tercermin dari keharusan membungkuk bagi siapapun yang melewati tangga ini. Di dalam komplek Dalam Loka terdapat dua bangunan kembar yang diberi nama Bala Rea atau graha besar. Bangunan ini tersusun dari beberapa bagian yang memiki fungsi masing-masing.
Di bagian depan bangunan terdapat ruangan bernama Lunyuk Agung yang berfungsi sebagai tempat musayawarah, resepsi atau acara pertemuan lainnya. Di sebelah Lunyuk Agung terdapat ruangan yang bernama Lunyuk Mas, fungsinya adalah sebagai ruangan khusus untuk permaisuri, istri-istri menteri dan staf penting kerajaan ketika dilangsungkan upacara adat. Ada juga yang disebut Ruang Dalam sebelah barat, ruangan-ruangan ini hanya disekat oleh kelambu fungsinya adalah sebagai tempat shalat, di sebelah utaranya merupakan kamar tidur permaisuri dan dayang-dayang. Ruang Dalam sebelah timur terdiri dari empat kamar dan diperuntukan bagi putra/putri raja yang sudah berumah tangga di ujung utara ruangan ini adalah kamar pengasuh rumah tangga istana. Di bagian belakang Bala Rea terdapat ruang sidang, pada malam hari ruangan ini dijadikan tempat tidur para dayang. Kamar mandi terletak di luar ruangan induk yang memanjang dari kamar peraduan raja hingga kamar permaisuri.
Dan yang terakhir adalah Bala Bulo berada di samping Lunyuk Mas, terdiri atas dua lantai, lantai pertama berfungsi sebagai tempat bermain putra/putri raja dan lantai kedua berfungsi sebagai tempat permaisuri dan istri para bangsawan saat menyaksikan pertunjukan di lapangan istana. Di luar komplek ini terdapat kebun istana (kaban alas), gapura atau tembok istana (bala buko), rumah jam (bala jam) dan tempat untuk lonceng istana. Bangunan ini dibangun dari bahan kayu jati yang didatangkan dari hutan jati imung dan atap terbuat dari seng yang didatangkan dari singapura. Arsitek dari bangunan ini adalah Imam Haji Hasyim.
Sejak dibangunnya istana baru pada tahun 1932 yang kemudian pada tahun 1954 dijadikan rumah dinas “wisma praja” bupati Sumbawa, keadaan Dalam Loka sudah tidak terawat lagi. Pada tahun 1979 – 1985 dalam loka dipugar kembali oleh Departemen Kebudayaan. Kemudian di tahun 1993 Dalam Loka dijadikan sebagai Museum Dalam Loka. Dan pada tahun 2001 dalam loka mengalami pemugaran kembali yang didanai oleh proyek pelestarian sejarah dan purabakala nusa tenggara barat hasil kerja sama pemerintah Indonesia dan Jepang. Kini dalam loka telah mengalami beberapa kali pemugaran. Terakhir, tahun 2011 dilakukan revitalisasi kompleks Dalam Loka. Hanya saja proses revitalisasi ini masih harus berkesinambungan karena masih banyak yang harus diperbaiki dari bangunan bersejarah ini.
Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1019/rumah-istana-sumbawa
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.