Ritual
Ritual
Ritual Adat Sulawesi Tengah Kabupaten Sigi
Ritual Mora’akeke
- 4 Januari 2019

Hujan yang tidak pernah turun beberapa bulan ini membuat ribuan hektar sawah milik warga di lima desa di Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, mengalami kekeringan. Para tetua adat di Kabupaten Sigi pun turun tangan dengan melakukan ritual adat minta hujan atau Mora’akeke.

Ratusan warga dari Desa Oloboju, Bora, Sidera, Soulove dan Vatunonju di Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah mulai berdatangan untuk menyaksikan pelaksanaan ritual Mora’akeke.

Ratusan warga dari Desa Oloboju, Bora, Sidera, Soulove dan Vatunonju di Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah mulai berdatangan untuk menyaksikan pelaksanaan ritual yang digelar pada awal September 2015 lalu.

Ritual ini bertujuan memohon kepada Tuhan untuk meredupkan sinar matahari yang menyebabkan kemarau panjang sekaligus menambah deras air Sungai Vuno yang mengering.

Di tepian Sungai Vuno, berbagai perlengkapan ritual prosesi adat Mora’akeke disiapkan.

Dua orang topogimba atau penabuh kendang mulai menabuh, pertanda prosesi dimulai.

Setelah menyembelih tiga ekor kambing di pinggir Sungai Vuno, para tetua adat menghanyutkan darah ketiga hewan tersebut sebagai persembahan untuk Nteka atau penguasa sungai dalam bahasa Kaili. Adapun daging ketiga ekor kambing itu akan dimasak oleh warga desa sebagai rasa syukur atas terselenggaranya ritual adat ini.

Seorang perempuan berusia 80 tahun, mengawasi semuanya. Namanya Harija. Ia harus memastikan bahwa semua berlangsung sebagaimana seharusnya: mengawasi semua kesiapan dari prosesi adat, mulai dari kondisi fisik hewan yang akan disembelih hingga sesajen yang akan dipersembahkan ke sungai.

Bayaha

Husni, salah seorang tetua adat setempat, mengatakan ritual adat Mora’akeke selanjutnya adalah menyembelih anjing dan babi di atas batang pisang dengan menghadap ke sungai atau Mora’abinangga. Pasti menyakitkan bagi penyayang hewan dan aktivis hak-hak binatang, namun disebutkan, ini syarat penting ritual Mora’akeke..

Anjing dan babi yang akan disembelih harus yang belum berusia satu tahun. Adapun babi yang disembelih harus mengeluarkan suara jika mau diambil darahnya.

“Adatnya memang begitu. Kalau anjing harus dipotong putus di atas batang pisang dengan menghadap ke sungai. Kalau babi dipotong, cuma tidak sampai putus hanya diambil darahnya dan suaranya. Ini menandakan bahwa adat untuk permintaan dari orang-orang tua ini sudah bisa dikabulkan semua,” ujar Husni.

Ritual yang sudah dilakukan turun temurun itu selalu dipimpin seorang bayaha atau laki-laki yang berdandan seperti perempuan, yang juga keturunan bayaha sebelumnya.

Bayaha dalam ritual kali ini bernama Aco, yang berbusana perempuan adat Kaili.

“Saya ini laki-laki, saya tuan tanah sini. Saya berdandan seperti ini karena memang adat Sigi,” kata Aco.

Dengan mengenakan pakaian adat Kaili berwarna kuning dan hijau, Aco bersama dua perempuan paruh baya atau biasa disebut makatoko ka’ada mulai mengelilingi pohon Vunja.

Vunja ini merupakan pohon buatan, yang disusun khusus untuk adat seperti ini. Pohon vunja itu kemudian ditancapkan di tanah dan selanjutnya dihiasi dengan janur kuning dan digelantungi beberapa buah ketupat yang sudah dimasak sebelumnya.

Selain itu sesaji berupa nasi putih, pisang rebus, lombok mentah dan ayam bakar yang disusun di atas selembar daun pisang dijejer di depan pohon vunja. Aneka sesajian berupa sebungkus rokok, kapur sirih dan daun sirih juga melengkapi prosesi adat ini. Kemudian, mulailah mereka memutari pohon Vunja dengan terus diiringi tabuhan gimba.

Tabuhan gimba semakin cepat, ketiganya terus berputar mengitari pohon Vunja hingga salah satu makatoko ka’ada kemasukan roh dan kemudian jatuh. Gimba pun berhenti ditabuh.

Bercampur agama

Profesor Juraid Abdul Latief, dosen Antropologi Universitas Tadulako, Palu, mengatakan ritual adat Kaili di Kabupaten Sigi dan Donggala, Sulawesi Tengah, telah dilakukan sejak ratusan tahun silam. Namun, bedanya dengan masa lalu, ritual pada masa sekarang sudah bercampur dengan agama.

“Ritual Mora’akeke sudah dilakukan bergenerasi-generasi. Tapi, kini ritual itu sudah agak berbeda karena adat dan agama disatukan,” kata Juraid.

Menurutnya, ritual tersebut sarat dengan simbol-simbol. Salah satunya ialah penghanyutan darah hewan yang disembelih ke sungai.

“Ini maksudnya adalah agar berkah mengalir seperti keluarnya darah. Darah memang selalu dilibatkan dalam setiap upacara adat Kaili yang sakral,” kata Juraid.

Disebutkan Juraid, ritual itu memaknai hujan dalam arti luas.

“Hujan yang diharapkan tidak hanya hujan air, tapi juga rejeki. Nah, rejeki itu bisa datang dalam berbagai wujud, termasuk hujan,” kata Juraid.

sumbe r: https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/10/151002_majalah_ritual_hujan

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline