×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Cerita rakyat

Elemen Budaya

Cerita Rakyat

Provinsi

Jawa Tengah

Rara Mendhut

Tanggal 25 Dec 2018 oleh Roro .

Dahulu, di pesisir pantai utara Pulau Jawa, tepatnya di daerah Pati, Jawa Tengah, tersebutlah sebuah desa nelayan bernama Teluk Cikal. Desa itu termasuk ke dalam wilayah Kadipaten Pati yang diperintah oleh Adipati Pragolo II. Kadipaten Pati sendiri merupakan salah satu wilayah taklukan dari Kesultanan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung.

Di Teluk Cikal, hidup seorang gadis anak nelayan bernama Rara Mendut. Ia seorang gadis yang cantik dan rupawan. Rara Mendut juga dikenal sebagai seorang gadis yang teguh pendirian. Ia tidak sungkan-sungkan menolak para lelaki yang datang melamarnya sebab ia sudah memiliki calon suami, yakni seorang pemuda desa yang tampan bernama Pranacitra, putra Nyai Singabarong, seorang saudagar kaya-raya.

Suatu hari, berita tentang kecantikan dan kemolekan Rara Mendut terdengar oleh Adipati Pragolo II. Penguasa Kadipaten Pati itu pun bermaksud menjadikannya sebagai selir. Sudah berkali-kali ia membujuknya, namun Rara Mendut tetap menolak. Merasa dikecewakan, Adipati Pragolo II mengutus beberapa pengawalnya untuk menculik Rara Mendut.Hari itu, ketika Rara Mendut sedang asyik menjemur ikan di pantai seorang diri, datanglah utusan Adipati Progolo.

“Ayo gadis cantik, ikut kami ke keraton!” seru para pengawal itu sambil menarik kedua tangan Rara Mendut dengan kasar.

“Lepaskan, aku!” teriak Rara Mendut sambil meronta-ronta, “Aku tidak mau menjadi selir Adipati Pragolo. Aku sudah punya kekasih!”

Para pengawal itu tidak peduli dengan rengekan Rara Mendut. Mereka terus menyeret gadis itu naik ke kuda lalu membawanya ke keraton. Sebagai calon selir, Rara Mendut dipingit di dalam Puri Kadipaten Pati di bawah asuhan seorang dayang bernama Ni Semangka dengan dibantu oleh seorang dayang yang lebih muda bernama Genduk Duku.

Sementara Rara Mendut dalam masa pingitan, di Kadipaten Pati sedang terjadi gejolak. Sultan Agung menuding Adipati Pragolo II sebagai pemberontak karena tidak mau membayar upeti kepada Kesultanan Mataram. Sultan Agung pun memimpin langsung penyerangan ke Kadipaten Pati.

Menurut cerita, Sultan Agung tidak mampu melukai Adipati Pragolo II karena penguasa Pati itu memakai kere waja (baju zirah) yang tidak mempan senjata apapun. Melihat hal itu, abdi pemegang payung sang Sultan yang bernama Ki Nayadarma pun berkata,

“Ampun, Gusti Prabu. Perkenankanlah hamba yang menghadapi Adipati Pragolo!” pinta Ki Nayadarma seraya memberi sembah.

“Baiklah, Abdiku. Gunakanlah tombak Baru Klinting ini!” ujar sang Sultan.

 

Berbekal tombak pusaka Baru Klinting, Ki Nayadarma langsung menyerang Adipati Pragolo II. Namun, serangannya masih mampu ditepis oleh Adipati Pragolo II. Saat Adipati itu lengah, Ki Nayadarma dengan cepat menikamkan pusaka Baru Klinting ke bagian tubuh sang Adipati yang tidak terlindungi oleh baju zirah. Adipati Pragolo II pun tewas seketika.

Sementara itu, para prajurit yang dikomandani panglima perang Mataram, Tumenggung Wiraguna, segera merampas harta kekayaan Kadipaten Pati, termasuk Rara Mendut. Tumenggung Wiraguna langsung terpesona saat melihat kecantikan Rara Mendut. Ia pun memboyong Rara Mendut ke Mataram untuk dijadikan selirnya.

Tumenggung Wiraguna berkali-kali membujuk Rara Mendut untuk dijadikan selir, namun selalu ditolak. Bahkan, di hadapan panglima itu, ia berani terang-terangan menyatakan bahwa dirinya telah memiliki kekasih bernama Pranacitra. Sikap Rara Mendut yang keras kepala itu membuat Tumenggung Wiraguna murka.

“Baiklah, Rara Mendut. Jika kamu tidak ingin menjadi selirku, maka sebagai gantinya kamu harus membayar pajak kepada Mataram!” ancam Tumenggung Wiraguna.

Rara Mendut tidak gentar mendengar ancaman itu. Ia lebih memilih membayar pajak daripada harus menjadi selir Tumenggung Wiraguna. Oleh karena masih dalam pengawasan prajurit Mataram, Rara Mendut kemudian meminta izin untuk berdagang rokok di pasar. Tumenggung Wiraguna pun menyetujuinya. Ternyata, dagangan rokoknya laku keras, bahkan, orang juga beramai-ramai membeli puntung rokok bekas isapan Rara Mendut.

Suatu hari, ketika sedang berjualan di pasar, Rara Mendut bertemu dengan Pranacitra yang sengaja datang mencari kekasihnya itu. Pranacitra berusaha mencari jalan untuk bisa melarikan Rara Mendut dari Mataram.Setiba di istana, Rara Mendut menceritakan perihal pertemuannya dengan Pranacitra kepada Putri Arumardi, salah seorang selir Wiraguna, dengan harapan dapat membantunya keluar dari istana. Rara Mendut tahu persis bahwa Putri Arumardi tidak setuju jika Wiraguna menambah selir lagi.

Putri Arumardi dan selir Wiraguna lainnya yang bernama Nyai Ajeng menyusun siasat untuk mengeluarkan Rara Mendut ke luar dari istana. Bersama dengan Pranacitra, Rara Mendut berusaha untuk kembali ke kampung halamannya di Kadipaten Pati.

Namun sungguh disayangkan, pelarian Rara Mendut dan Pranacitra diketahui oleh Wiraguna. Pasangan ini akhirnya berhasil ditemukan oleh para prajurit Wiraguna. Rara Mendut pun dibawa kembali ke Mataram, sedangkan secara diam-diam, Wiraguna memerintahkan abdi kepercayaannya untuk menghabisi nyawa Pranacitra. Alhasil, kekasih Rara Mendut itu tewas dan dikuburkan di sebuah hutan terpencil di Ceporan, Desa Gandhu, terletak kurang lebih 9 kilometer sebelah timur Kota Yogyakarta.

Sepeninggal Pranacitra, Tumenggung Wiraguna kembali membujuk Rara Mendut agar mau menjadi selirnya. Namun, usahanya tetap sia-sia, gadis cantik itu tetap menolak. Sang Panglima pun tidak kehabisan akal. Ia kemudian menceritakan perihal kematian Pranacitra kepada Rara Mendut.

“Sudahlah, Rara Mendut. Percuma saja kamu menikah dengan Pranacitra,” ujar Tumenggung Wiraguna.

“Apa maksud, Tuan?” tanya Rara Mendut mulai cemas.

“Pemuda yang kamu kasihi itu sudah tidak ada lagi,” jawab Tumenggung Wiraguna.

“Kanda Pranacitra sudah tidak ada? Ah, itu tidak mungkin terjadi. Aku baru saja bertemu dengannya kemarin,” kata Rara Mendut tidak percaya.

“Jika kamu tidak percaya, ikutlah bersamaku, akan kutunjukkan kuburnya,” ujar Tumenggung Wiraguna.

Rara Mendut pun menurut untuk membuktikan perkataan Tumenggung Wiraguna. Betapa terkejutnya Rara Mendut begitu sampai di tempat Pranacitra dikuburkan. Ia berteriak histeris di hadapan makam kekasihnya.

“Kanda, jangan tinggalkan Dinda!” tangis Rara Mendut.

“Sudahlah, Mendut! Tak ada lagi gunanya meratapi orang yang sudah mati,” ujar Wiraguna, “Ayo, kita tinggalkan tempat ini!”

Rara Mendut pun bangkit lalu mengikuti Tumenggung Wiraguna sambil terus menangis. Belum jauh mereka meninggalkan tempat pemakaman itu, Rara Mendut pun murka dan mengancam akan melaporkan perbuatan Wiraguna kepada Raja Mataram, Sultan Agung.

“Tuan jahat sekali. Perbuatan Tuan akan kulaporkan kepada Raja Mataram agar mendapat hukuman yang setimpal!” ancam Rara Mendut.

Seketika, Tumenggung Wiraguna menjadi sangat marah. Ia kemudian menarik tangan Rara Mendut untuk dibawa pulang ke rumahnya. Namun, gadis itu menolak dan meronta-ronta untuk melepaskan diri. Begitu tangannya terlepas, ia menarik keris milik Tumenggung Wiraguna yang terselip di pinggangnya. Rara Mendut kemudian berlari menuju makam kekasihnya. Panglima itu pun berusaha mengejarnya.

“Berhenti, Mendut!” teriaknya.

Setiba di makam Pranacitra, Rara Mendut bermaksud untuk bunuh diri.

“Jangan, Mendut! Jangan lakukan itu!” teriak Tumenggung Wiraguna yang baru saja sampai.

Namun, semuanya sudah terlambat. Rara Mendut telah menikam perutnya dengan keris yang dibawanya. Tubuhnya pun langsung roboh dan tewas di samping makam kekasihnya. Melihat peristiwa itu, Tumenggung Wiraguna merasa amat menyesal atas perbuatannya.

“Oh, Tuhan. Sekiranya aku tidak memaksanya menjadi selirku, tentu Rara Mendut tidak akan nekad bunuh diri,” sesal Tumenggung Wiraguna.

Penyesalan itu tak ada gunanya karena semuanya sudah terjadi. Untuk menebus kesalahannya, Tumenggung Wiraguna menguburkan Rara Mendut satu liang dengan Pranacitra. Begitulah kisah perjuangan Rara Mendut dalam mempertahankan harga diri dan kesetiaannya.

Sumber : https://histori.id/kisah-rara-mendut/

DISKUSI


TERBARU


Ulos Jugia

Oleh Zendratoteam | 14 Dec 2024.
Ulos

ULOS JUGIA Ulos Jugia disebut juga sebagai " Ulos na so ra pipot " atau pinunsaan. Biasanya adalah ulos "Homitan" yang disimp...

Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...