Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Pulau DKI Jakarta Jakarta
Pulau tidung
- 15 Mei 2018

Pada tahun 1800 an pulau tidung sudah dihuni oleh penduduk walaupun jumlahnya pada waktu itu masih sedikit. Pulau tidung terdiri dari 2 pulau kecil yaitu: Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil, konon menurut sumber cerita bahwa Pulau yang pertama dihuni penduduk adalah Pulau Tidung Kecil, dengan bertambahnya tahun demi tahun penduduk semakin bertambah dan barulah hijrah ke Pulau Tidung Besar.

Penduduk Pulau Tidung Berasal dari bermacam-macam suku diantaranya suku Bugis, Mandar, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sumatera, Sumbawa dan Banten bahkan ada dari Batavia. kala itu agama yang dianut oleh para penduduk setempat dan pendatang adalah agama islam, dan pada saat itu pula gunung Krakatau meletus sedang di-Pulau Tidung sudah dihuni oleh banyak penduduk terutama dari keturunan para pendatang.

konon menurut cerita sebelum indonesia merdeka Pulau Tidung dipimpin oleh seorang BEK yang dikenal sebagai lurah, waktu lurah yang pertama memimpin PULAU TIDUNG adalah Bapak A.MUNDARI. PULAU TIDUNG pada waktu itu masuk pada wilayah kecamatan Pulau Seribu Kotamadya Jakarta Utara DKI Jakarta, mata pencarian masyarakat Pulau Tidung kala itu mayoritas nelayan yang terdiri dari : Nelayan bubu besar dan kecil, nelayan pancing bahkan ada juga nelayan jaring buah tangan dari penjajahan jepang, makanya pada saat itu dinamakan jaring jepang oleh masyarakat Pulau Tidung dan kelompok nelayannya dinamakan kongsi atau muro ami, nah dari hasil usaha itulah para orang tua dahulu dapat memberikan pendidikan yang sederajat hingga keluar Pulau Tidung, dan dari hasil itu pula para generasi mudanya sudah banyak yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan bahkan sudah banyak juga yang memiliki gelar sarjana.

Pada Tahun 1967 Kecamatan Pulau Seribu menjadi kecamatan Kepulauan Seribu dan pada tahun 2002 Kecamatan Kepulauan Seribu menjadi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yang memiliki 2 wilayah Kecamatan, Yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan dan Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. juga memiliki 6 Kelurahan yaitu Kelurahan Pulau Tidung, Kelurahan Pulau Pari, Kelurahan Pulau Untung Jawa, Kelurahan Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Harapan, dan Kelurahan Pulau Kelapa. Luas wilayah Pulau Tidung Besar +54Ha dan Pulau Tidung Kecil +18Ha, Pulau Tidung Besar terdiri dari 4RW dan 29RT terdiri dari 1142 kk dan 4354 jiwa.

Pada tahun 2009 Pulau Tidung mulai dikunjungi para wisatawan yang berasal dari Jakarta, Bogor, Bandung, tanggerang dan sekitarnya. Masyarakat Pulau Tidung menyambut baik hal ini karena dengan kedatangan para wisatawan itu akan dapat menambah penghasilan masyarakat setempat. hal ini berikut dukungan pemerintah setempat yang dibuktikan dengan terwujudnya jembatan penyebrangan dari Pulau Tidung Besar ke Pulau Tidung kecil dan Jembatan itu dikenal dikalangan wisata sebagai JEMBATAN CINTA.

Pada tahun 2011 telah ditemukan sebuah makam keramat yang konon kabarnya berasal dari suku Tidung Kabupaten Malinau-Kalimantan Timur, menurut cerita beliau adalah seorang raja diwilayah suku Tidung yang Hijrah ke Pulau Tidung Besar ketika zaman penjajahan belanda dan nama raja tersebut adalah raja Pandita yang hingga wafatnya dimakamkan diPulau Tidung Besar yang lokasinya terpencil dan jauh dari penduduk dan sekarang kerangka jenajahnya sudah dipindahkan ketempat yang lebih layak sekarang, demikian sejarah singkat keberadaan PULAU TIDUNG.

Sejarah pulau Tidung yang menarik ternyata sangat berkaitan erat dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonial Belanda. Pulau ini diberi nama sama dengan nama seorang Raja yang dibuang dan diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda yang sangat marah karena raja suku Tidung tidak mau bekerja sama dengan mereka. Sejarah ini sangat melekat dalam sanubari penduduk pulau Tidung dan menjadi suatu kebanggaan karena nama pulau yang mereka tempati berasal dari nama seorang pahlawan bangsa yang namanya menjadi suatu sejarah yang harum bagi bangsa Indonesia. Sejarah pulau Tidung berawal dari sebuah kerajaan di daerah Malinau, Kalimantan Timur. Suku Tidung di Malinau sudah ada sejak tahun tahun 1076 - 1156. Pada tahun itu, kerajaan tersebut dikenal sebagai kerajaan Tidung kuno. Pada tahun 1557 inilah pertama kali pemerintah kolonial Belanda datang ke Malinau. Dan pada saat itu pemerintah kolonial Belanda mendapat perlawanan berat terutama dari kerajaan Suku Tidung. Penjajah Belanda perlahan-lahan berhasil menguasai daerah sekitar Malinau dan mengepung kerajaan Tidung. Karena semakin terdesak, raja Tidung yang memiliki nama Raja Pandhita akhirnya ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda. Dan dia diasingkan ke pulau terpencil di daerah utara kota Jepara. Dari pulau ini, Raja Pandhita yang dikenal dengan sebutan raja Tidung melarikan diri ke sebuah pulau kecil di kepulauan Seribu. Saat itu, pulau kecil ini belum bernama. Masyarakat asli pulau kecil ini memanggil Raja Tidung dengan panggilan "Kaca". Dan hal yang sangat menarik, "Kaca" sangat dihormati oleh warga pulau kecil ini karena suka menolong dan berbagi ilmunya kepada masyarakat. Warga pulau ini tidak mengetahui jika "Kaca" adalah seorang raja terkenal di suku Tidung. Hingga beliau meninggal dan dimakamkan di pulau Tidung ini. Beberapa saat kemudian keluarga kerajaan Tidung datang mencari raja Pandhita. Dan saat itulah diketahui oleh warga Tidung bahwa "Kaca" adalah seorang raja terkenal dari Malinau. Dan karena ingin menghormati dan mengucapkan terima kasih atas jasa beliau, maka pulau kecil ini dinamakan sebagai pulau Tidung. Pulau yang sangat menghormati seorang raja dari suku Tidung, Malinau, Kalimantan Timur. Sampai saat ini, makam raja Tidung masih terjaga kebersihannya di tengah pulau Tidung. Masyarakat sangat bangga karena pulaunya menjadi bagian sejarah kerajaan besar yaitu kerajaan Tidung. Jika anda ingin melihat langsung makam dari seorang raja sebuah kerajaan yang mengharumkan bangsa Indonesia karena menentang dan melakukan perlawanan kepada kolonial Belanda, silakan ikuti paket wisata pulau Tidung. Pada jadwal paket wisata yang kami kelola, anda berkesempatan berziarah ke makam raja Tidung. Demikian informasi sejarah pulau Tidung yang menarik yang tidak lepas dari bagian sejarah nasional Indonesia.

Bagi warga Pulau Tidung Kepulauan Seribu Selatan mungkin tidak asing lagi mendengar nama "Panglima Hitam" yang berasal Cirebon Banten Jawa Barat dan dikenal sebagai Wa'Turup. Konon ceritanya beliau sudah lahir pada Jaman Kerajaan Syarif Hidayatullah dan dipercayai oleh masyarakat setempat adalah orang yang pertama kali menginjakan kakinya di Pulau Tidung.

Berawal dari peperangan Kerajaan Syarif Hidayatullah melawan Kolonial Belanda dan pasukan yang dipimpin oleh Panglima Hitam kalah dalam perang hingga akhirnya melarikan diri. Saat itulah Wa' Turup dan beberapa prajurit lainnya melarikan diri Kepulau Tidung untuk mencari perlindungan dari serangan tentara Belanda. Hingga pada akhirnya Panglima dan beberapa sahabatnya memutuskan Pulau Tidung Besar ini di jandikan sebagai tempat tempat tinggal hingga sampai akhir khayatnya.

Cerita ini bermula dari tabir mimpi Sugeng, salah satu warga Pulau Tidung Besar bertemu dengan si Panglima Hitam, dalam mimpinya ia di perintahkan untuk mencari makam orang pertama ini. Hingga pada tanggal 31 Desember 2006 makam tersebut ditemukan, terdapat disebelah Timur Pulau Tidung Kecil tepatnya di bawah pohon kedongdong Besar serta oleh warga dibersihkan, makamnya pun dirapihkan samapi kahirnya dijadikan tempat ziarah bagi masyarakat setempat. Peninggalannya pun yang masih tersisah hingga kini diabadikan didekat makamnya seperti Keris Pedang,Guci, Kendi dan tempat beribadah sewaktu ia masih hidup.

Tidak hanya menjadi tempat ziarah bagi masyarakat Pulau Tidung saja, makam Panglima Hitam ini juga menjadi salah satu objek wisata sejarah yang baru dan cukup unik bagi warga Jakarta yang berkunjung ke pulau ini. Seperti halnya peninggalan Belanda yang ada di Pulau Kahyangan, pulau Onrust, Pulau Bidadari dan Pulau Kelor yang ditandai dengan keberadaan meriam dan benteng yang sebagian masih berdiri kokoh (meski sempat porak poranda akibat letusan Gunung Karkataiu di abad ke 18. Nah demikian lah sampai akhirnya Pulau Tidung pun bisa dijadikan tempat berwisata dengan hamparan pasir putih dan deru ombak menambah asiknya berlibur di Pulau dan adanya kisah kepahlawanan dari Panglima hitam ini.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline