Sebelum Maluku dibagi menjadi dua provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara, penduduk Maluku Utara dahulu diperintah oleh beberapa Sultan. Para Sultan memiliki memiliki kekuasaan yang besar serta berpengaruh secara turun-temurun yang sekarang meninggalkan warisan budaya yang tinggi nilainya.Siwa Lima berasal dari dua patah kata Siwa dan Lima, berarti “semua punya” mengandung arti dan makna dalam masyarakat Maluku, bahwa benda warisan leluhur yang kini tersimpan di Museum Siwa Lima berhubungan dengan sistem sosial, adat istiadat dan religi masyarakat Maluku.
Hal ini dapat kita lihat di ruang pamer Etnografi yang menyajikan beraneka ragam busana dan perhiasan yang dipakai pada upacara adat yang berasal dari seluruh daerah yang memperlihatkan kekhasannya masing-masing.
Topi
Asal: Halmahera
Koleksi: Campen, Harry George 1881
Ukuran: D = 47 cm, H = 6 cm
Museum of Ethnology, Wina
No. Registrasi: 13760
Topi Kepala Adat
Asal: Halmaheira
Koleksi: Campen, Harry George 1882
Ukuran: D = 39 cm, H = 16 cm
Museum of Ethnology, Wina
No. Registrasi: 14556
Topi
Asal: Ternate
Koleksi: Svoboda (Aurora) 1888
Ukuran: D = 45 cm
Museum of Ethnology, Wina
No. Registrasi: 29655
Hiasan kepala “Hormat Bagi Tuwan”
Asal: Ambon
Koleksi: ESTE 1893
Ukuran: H = 77 cm
Museum of Ethnology, Wina
No. Registrasi: 106293
Hiasan kepala untuk penari
Hiasan kepala untuk penari
Asal: Seram
Koleksi: Breitenstein, Heinrich 1912
Ukuran: 80 cm x 16 cm
Museum of Ethnology, Wina
No. Registrasi: 88349
Tusuk konde (Hiasan sanggul)
Asal: Tanimbar (Maluku Tenggara Barat)
Koleksi: Siwalima
Ukuran: 15 cm x 11 cm
Museum Siwalima, Ambon
No. Registrasi: 1818
Anting
Asal: Tanimbar
Koleksi: Siwalima
Ukuran: 5.5 cm x 5 cm
Museum Siwalima, Ambon
No. Registrasi: 1760
Hiasan Dada (Wangpra)
Asal: Maluku
Koleksi: Siwalima
Ukuran: 24 cm x 6.5 cm
Museum Siwalima, Ambon
No. Registrasi: 2101
Kalung
Asal: Tanimbar
Koleksi: ESTE 1893
Ukuran: 17.5 cm x 23.5 cm x 2 cm
Museum of Ethnology, Wina
No. Registrasi: 106752
Kalung
Asal: Yule atau Aru
Koleksi: ESTE 1893
Ukuran: L = 35 cm
Museum of Ethnology, Wina
No. Registrasi: 108775
Perhiasan
Asal: Wetar
Koleksi: ESTE 1893
Ukuran: 44 cm x 10.5 cm
Museum of Ethnology, Wina
No. Registrasi: 106742
Gelang
Asal: Yule atau Aru
Koleksi: ESTE 1893
Ukuran: 11 cm x 5 cm
Museum of Ethnology, Wina
No. Registrasi: 108672
Gelang
Asal: Yule atau Aru
Koleksi: ESTE 1893
Ukuran: 6 cm x 3.5 cm
Museum of Ethnology, Wina
No. Registrasi: 108689
Gelang
Asal: Yule atau Aru
Koleksi: ESTE 1893
Ukuran: 8 cm x 3 cm
Museum of Ethnology, Wina
No. Registrasi: 108692
Tas
Asal: Tanimbar
Koleksi: Adensamer, Theodor 1920
Ukuran: 32 cm x 15 cm
Museum of Ethnology, Wina
No. Registrasi: 117763
Tas
Asal: Aru
Koleksi: ESTE 1893
Ukuran: 24 cm x 25 cm
Museum of Ethnology, Wina
No. Registrasi: 108446
Tempat Sirih
Asal: Seram
Koleksi: ESTE 1893
Ukuran: 11.5 cm x 7.6 cm x 3 cm
Museum of Ethnology, Wina
No. Registrasi: 107236
Canela
Asal: Ambon
Koleksi: Siwalima
Ukuran: 23 cm x 8 cm
Museum Siwalima, Ambon
No. Registrasi: s0136
Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2018/02/perhiasan-tradisional-maluku/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja