Di pinggiran sawah yang gelap, Ayi (15) terus memecahkan bongkahan karbit dengan batu. Serpihan yang jatuh di tanah dipungut rekannya Rajif Fandi (14), kemudian dimasukkan dalam sebuah drum yang bagian ujungnya sudah di lubangi.
Dalam drum seukuran satu meter itu juga sudah diisi sedikit air, kemudian dibiarkan sejenak karbit mendidih.
"Sudah bisa ini," ujar Fandi, memberi aba-aba.
Sejurus kemudian Ayi menyulutkan api dari ujung kayu yang dipegangnya ke lubang kecil di belakang drum. Duaarr... ledakan keras menggelegar hingga ke bukit yang terbentang di ujung hamparan sawah, memecah kesunyian malam.
Beberapa saat kemudian dari kejauhan juga terdengar suara dentuman serupa. Itu ledakan karbit yang dibakar anak-anak kampung lain. Ayi dan kawan-kawan menyiapkan lagi serangan balasan berupa suara yang lebih keras lagi agar tak bisa disaingi oleh "pasukan" desa lain.
Begitulah suasana perang karbit yang dilakoni sekelompok remaja pada malam lebaran Idul Fitri di Gampong Meunasah Pupu, Kecamatan Ulim, Kabupaten Pidie Jaya, Kamis (16/7/2015) malam.
Mereka memilih lokasi bakar karbit di pinggiran sawah pada sudut kampung. Alasannya selain agak jauh dari perumahan warga, dentuman karbit di hamparan sawah terdengar lebih menggema karena.
Suasana di lokasi memang gelap. Hanya berbekal drum, karbit dan senter kecil sebagai penarang, mereka pun riang berpesta. Canda, tawa dan sorakan riang kerap terdengar disela perang karbit.
Pesta meriam bambu dan karbit sudah menjadi tradisi warga Aceh dalam memeriahkan malam Lebaran. Selain bakar meriam bambu dan karbit, warga di sana juga memiliki tradisi takbir di meunasah-meunasah dan masjid untuk menghidupkan malam Idul Fitri yang sakral dan suci bagi umat muslim.
Perang tanpa serangan fisik ini dimulai dari selepas salat Isya. Namun baru panas setelah selesai pawai takbiran dan perang berakhir jelang subuh.
Suara-suara ledakan mirip bom atau granat menggelar sepanjang malam, bersahut-sahutan dari satu titik ke titik lainnya. Persis perang betulan.
Bagi masyarakat di kampung-kampung, suasana seperti ini cukup mengingatkan mereka pada konflik bersenjata Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia dulu.
"Kalagei prang lom, han reuda-reuda le su ata nyan (Sudah seperti suasana perang lagi, entah kapan berhenti suara itu)," tukas Marusyidah (40) seorang warga Gampong Pupu.
Anak muda di kampung-kampung biasanya menyiapkan meriam bambu atau drum karbit pada pekan terakhir Ramadan, untuk bekal malam lebaran. Warga menyumbang dana suka rela untuk kebutuhan beli karbit atau minyak tanah.
Namun dalam beberapa tahun terakhir sejak pemerintah mencabut subsidi minyak tanah, meriam bambu tak lagi jadi andalan masyarakat. Alasannya simple,karena selain mahal, minyak tanah sebagai bahan bakar meriam juga langka.
Karen itu pula kini sulit mendapatkan warga yang bakar meriam bambu. Pantauan Okezone ke beberapa desa di Kecamatan Ulim, Meurah Dua dan Meureudu, Pidie Jaya malam, setidaknya hanya ada satu desa yakni Alue Bimba, Kecamatan Meureudu tampak sekelompok bocah sedang membakar meriam bambu. Selebihnya nihil.
Bahkan di sepanjang bantaran sungai dekat Kota Meureudu yang dulu pada malam lebaran begitu meriah dengan letupan puluhan meriam bambu yang saling berhadapan antara desa satu dengan kampung seberang, kini sepi. Tak ada lagi tradisi "perang di malam suci"
Padahal sebelum minyak tanah naik dan dicabut subsidinya, meriam bambu mendentum di tiap desa pada malam lebaran. Di Kabupaten Pidie Jaya, Krueng (sungai) Meureudu menjadi salah lokasi favorit bagi masyarakat untuk melihat tradisi perang meriam bambu.
Tradisi meriam bambu pun kini beralih ke karbit. Orang bakar karbit kini lebih mudah dijumpai. Di Kecamatan Ulim misal, selain Gampong Pupu, anak muda di desa lain seperti Blang Usi, Nangroe Barat dan Meunasah Kumbang juga ikut perang karbit.
Karbit jadi primadona karena harganya terjangkau dan mudah dijumpai di pasar. Membakar karbit juga tak serepot membakar meriam bambu yang harus dipanaskan dulu, kemudiam ditiup dan baru dibakar.
Karbit hanya butuh drum saja. Kemudian serpihan senyawa kimia dengan rumus CaC2 itu dicampurkan dengan air, selanjutnya dibakar. Suara ledakan karbit juga lebih keras terdengar ketimbang meriam bambu.
"Kalau meriam bambu suaranya keras tapi pedih, bikin terkejut orang. Kalau karbit suaranya agak lebih dalam walaupun keras tapi tidak begitu mengejutkan," ujar Muammar, pemuda asal Balee Ulim.
Hal itu juga yang membuat warga Garot, Kabupaten Pidie begitu antusias mengelar pesta karbit tiap tahun pada malam lebaran. Tradisi ini sudah dilakoni turun-temurun.
Pesta karbit di sini tak main-main, ada puluhan bahkan sampai seratusan drum karbit disiapkan sepanjang sungai.
Menariknya lagi kalau ada orang-orang lanjut usia yang berisiko mendengar suara-suara ledakan, warga senantiasa mengungsikannya ke tempat lebih aman. Limitnya hanya satu malam, besoknya akan dijemput lagi.
Warga Garot juga terkenal royal dalam menghidupkan tradisi ini. Mereka yang mudik dari rantau rela menyumbang berjuta-juta untuk kebutuhan beli karbit dan kebutuhan lain.
"Istilahnya habis uang gak masalah yang penting hajatan jalan," tutur Liza, seorang warga Garot beberapa waktu lalu.
Uniknya pesta meriam di sini bukan hanya dilakukan laki-laki saja, tapi perempuan juga. Bahkan ibu-ibu ikut membawa kue atau kopi dari rumah untuk diberikan kepada para pembakar karbit.
Bakar meriam bambu dan karbit malam lebaran dipercaya sudah dilakoni anak-anak muda Aceh secara turun temurun. Tradisi ini sempat meredup saat memanasnya konflik Aceh, namun kembali hidup selepas kedua pihak berdamai.
Ketua Majelis Adat Aceh, Badruzzaman Ismail mengatakan, tradisi bakar meriam bambu malam Lebaran sebagai sebuah ekspresi kebahagiaan menyambut Lebaran.
Menurutnya bakar meriam bambu patut dilestarikan karena bagian dari tradisi lebaran di Aceh. Hanya saja proses cara bakarnya perlu diarahkan agar nyaman bagi yang bakar dan warga sekitar.
"Sekarang kita larang anak muda bakar meriam bambu, mereka kemudian beralih bakar mercon. Sekarang kita lihat risikonya, bakar mercon jelas lebih berisko bagi orangnya sendiri maupun orang lain. Ini yang kadang tidak kita sadari," sebutnya.
Sumber: https://news.okezone.com/read/2015/07/17/340/1182875/perang-malam-suci-tradisi-sambut-lebaran-di-aceh
#SBJ
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...