Festival Perang Air (Cian Cui), merupakan tradisi yang sangat unik dalam rangka memeriahkan Imlek di kota Selatpanjang, Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Perang Air (Cian Cui) dilaksanakan selama 6 hari berturut-turut. Masyarakat berkumpul dipinggiran jalan dan sebagian mengelilingi kota Selatpanjang dengan menggunakan becak untuk saling menyiram air dengan menggunakan pistol air atau melempar kantong plastik atau balon yang berisi air.
Awalnya tradisi ini dikenal dengan Perang Air, tetapi mulai tahun 2016 lalu dilakukanlah pergantian nama menjadi Cian Cui. Kabupaten Kepulauan Meranti memang sudah dikenal sebagai pemilik tradisi perang air. Helat tahunan ini dipandang unik dan di dunia hanya dilaksanakan di dua negara, yakni di Thailand dengan sebutan Songkran, dan di Indonesia persisnya di Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, yang belakangan perang air.
Mereka yang terlibat Perang Air di Selatpanjang tak mengenal usia, dan tidak mengenal etnis, hanya saja pada saat ini lebih ramai dilakukan etnis Tionghoa. Hal ini cukup beralasan, lantaran perang air yang menggunakan pistol air, ember, gayung, plastik air, dan wadah air lainnya, dilakukan warga pada perayaan Imlek. Ationg, warga Tianghoa menyebutkan, dulu warga Tionghoa di Selatpanjang yang merantau dan pulang saat imlek selalu berkunjung ke rumah saudaranya untuk bersilaturahmi menggunakan becak kayuh roda tiga.
Tradisi saling mengunjungi ini, juga dilakukan warga Tionghoa yang masih tinggal di Selatpanjang. Biasanya, dalam satu becak, salain kedua orang tua, juga ada anaknya-anaknya ikut beraya. Pada saat itu, anak-anak hoby main perang-perangan air menggunakan pistol air, dan setiap berpapasan antara becak satu dengan becak lainnya, anak-anak ini saling menembak satu dengan yang lainnya.
Kebiasaan perang air ini, kata Ationg, tidak hanya terjadi setelah peranyaan Imlek saja namun juga terjadi setelah Idul Fitri. Pada dua perayaan hari besar keagamaan ini, semasa kecil Ationg selalu terlibat perang air dengan kawan-kawannya. Belakangan, sempat beralih dari perang air ke perang tembak menggunakan peluru plastik yang berwarna-warni berukuran kecil.
Namun, karena ini bisa membahayakan, jika kena mata bisa buta, akhirnya ada larangan dari oran tua masing-masing, agar anaknya tidak lagi main tembak-tembakan menggunakan peluru plastik tersebut. Kalau terkena peluru plastik ini terasa perih dan kulit mengelucas alias lecet. Karena takut dimarahi orangtua, akhirnya perang-perangan dengan peluru plastik berhenti dengan sendirinya, anak-anak kembali pada perang air.
Perang air yang dilakukan etnis Tionghoa sempat beralih ke perang semprot salju, namun lantaran harganya mahal dan susahnya cairan salju masuk ke Selatpanjang, akhirnya kembali ke perang menggunakan air. Cairan salju tersebut dikemas dalam kaleng dan didatangkan dari Singapura atau Malaysia.
Air dalam pistol itu terkadang ada yang menambahkannya dengan pewarna atau gincu yang dikemas dalam ukuran kecil, saset. Tujuannya, jika ada lawan yang kena tembak, bisa tau bahwa lawan sudah ‘mati’ karena bajunya sudah berbekas air pewarna. Namun, hal ini sempat dilarang orangtua lantaran baju jadi kotor dan susah menghilangkan noda gincu, sementara baju yang dikenakan pada saat itu adalah baju raya, alias baju baru.
Dari perang air yang dipertahankan dan dilestarikan ini etnis Tionghua ini, kata Hang Kafrawi, mungkin juga sebuah upaya memanggil saudaranya di perantauan untuk pulang kampung ketika Imlek. Dengan pulang kampung dan bermain perang-perangan, menjadi nilai tersendiri bagi mereka di rantauan mengenang masa lalu.
Terkait masalah perang air ini, Hang Kafrawi tidak mau ‘menjatuhkan vonis’ milik salah satu etnis tapi dia lebih berharap pemerintah daerah, provinsi, dan pusat lebih jeli memandang helat tahunan ini sehingga menjadi ivent yang lebih besar lagi. Sebab, sejauh ini perang air sebagian besar hanya menggoda pelancung domestik.
Tradisi perang air (cian cui) ini kini jadi aset wisata Meranti. Banyak wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Meranti saat adanya perang air yang berlangsung sejak Imlek tanggal 28 Januari lalu dan berlangsung selama enam hari. Perang air masuk daftar agenda wisata Provinsi Riau.
#OSKMITB2018
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang