|
|
|
|
Perahu Baganduang Tanggal 28 Oct 2017 oleh Novan . |
Perahu baganduang (perahu bergandung) adalah perahu kebesaran (semacam kereta kencana) yang digunakan di dalam tradisi manjopuik limau. Perahu ini dibuat dari perahu kecil (jalur mini) yang digandung (dirangkai) dengan dua perahu kecil lainnya dan ditegakkan dengan gulang-gulang (tunggul adat), simbol-simbol, serta dihiasi janur, dan kain panjang. Perahu baganduong merupakan lambang dari kemegahan, perjuangan, batobo, jalinan kasih, dan bentuk sanjungan seorang bujang kepada seorang gadis.
Perahu baganduang memiliki tiga bagian utama dan beberapa bagian pendukung. Ketiga bagian utama tersebut adalah beranda, tonggak, dan lantai berpagar janur. Beranda merupakan simbol balai adat yang di dalamnya terdapat bangku panjang dan gapura yang terbuat dari janur. Beranda berfungsi sebagai ruang berdiam si bujang saat manjopuik limau. Tonggak adalah layar perahu baganduang sekaligus penyatu ketiga perahu, berfungsi sebagai rumah dari penempatan simbol-simbol. Simbol-simbol tersebut berupa bulan bintang, lima buah payung, tanduk kerbau, labu-labu, padi baranggik, dan dua buah merawagh. Sedangkan lantai berpagar janur merupakan simbol dari laman silat, berbentuk persegi empat yang pada setiap sudutnya ditegakkan gulang-gulang dan kain panjang.
Simbol-simbol yang terdapat pada perahu baganduang berkaitan dengan adat dan batobo. Semua simbol dibuat dari bambu yang dibungkus atau dibentuk dengan kain. Makna dari simbol-simbol tersebut adalah:
Sejarah dan Perkembangan
Pada awalnya, perahu baganduang digunakan sebagai kendaraan raja yang hanya dinaiki oleh para pembesar kerajaan. Namun dalam perjalanannya, perahu baganduang digunakan oleh para kemenakan ketika manjalang (mengunjungi) ninik mamak untuk menunjukan kebanggaan kepada suku lain. Selanjutnya, perahu baganduang digunakan pada panen raya untuk menganggkut hasil pertanian. Setiap fase penggunaan dibedakan dari simbol-simbol yang terpasang pada perahu baganduang.
Saat tobo bujang gadih semakin banyak dilakukan, perahu baganduang kemudian digunakan dalam manjopuik limau, yaitu tradisi menjemput air racikan limau oleh seorang bujang yang dibuat oleh seorang gadis. Bujang dan gadis merupakan anak tobo yang sama. Pada saat itu, perahu baganduang mulai dilengkapi dengan berbagai simbol-simbol yang berkaitan dengan batobo.
Tobo bujang gadih merupakan tobo yang beranggotakan para bujang dan gadis. Tobo ini tidak saja sebagai batobo dalam mengerjakan lahan pertanian, tetapi juga sarana pertemuan antara bujang dan gadis untuk mengenal lebih jauh. Pada akhir masa batobo, bujang yang memiliki ketertarikan dengan salah seorang gadis anak tobo, akan meminta si gadis untuk membuat racikan limau yang nantinya akan digunakan untuk mandi balimau ketika menyambut Idul Fitri. Permintaan tersebut dilakukan melalui titian sosok (orang ketiga yang berfungsi sebagai perantara). Titian sosok pula yang mengatur anak tobo lain untuk bersama-sama membuat perahu baganduang.
Kepastikan apakah bujang akan meminang si gadis ditentukan 2 bulan kemuduian, atau pada saat lebaran hari raya haji. Pada saat itu, mangkuk yang dijadikan sebagai tempat racikan air limau akan diisi dengan minuman yang diantar oleh si bujang bersama dengan anak tobo yang lain. Jika sang bujang berkeinginan memperistri si gadis, maka ia akan melanjutkan pertemuan berikutnya dengan mengantar kain panjang, kain baju, dan sebuah cincin atau gelang. Namun, jika si bujang tidak berkeinginan meminang si gadis, ia cukup mengatarkan mangkuk racikan limau saja yang telah diisi minuman tersebut.
Pada akhir 80-an, perahu baganduang juga digunakan sebagai perahu untuk membawa tamu dalam setiap pelaksanaan pacu jalur di Telukkuantan. Sejak 1996, perahu baganduang mulai dilombakan dalam festival perahu baganduang yang dilaksanakan di Kampung Koto Kenegerian Lubuk Jambi. Festival dilaksanakan pada minggu pertama setelah Hari Raya Idul Fitri atau pada 8 Syawal.
Peserta festival perahu baganduang berasal dari setiap kampung yang berada dalam Kenegerian Lubuh Jambi. Setiap perahu baganduang akan menjemput limau dari salah seorang gadis yang telah ditentukan. Dewan juri festival ini terdiri dari tokoh adat dan niniak mamak yang akan menilai keindahan dan kelengkapan adat yang ada pada perahu peserta. Perahu peserta yang memiliki nilai tinggi dari sisi keindahan dan adat, akan ditetapkan sebagai pemenang.
Sumber:
https://lamriau.id/perahu-baganduang/
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |