|
|
|
|
Pengertian dan Tata Cara Mandi Lemon Tanggal 16 Aug 2018 oleh OSKM18_16518194_muhammad raihan iqbal. |
Gorontalo adalah salah satu provinsi di Indonesia yang merdeka pada tahun 1942, tiga tahun sebelum kemerdekaan Indonesia. Provinsi ini terletak di bangian utara dari Pulau Sulawesi. Gorontalo memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang unik, orisil dan masih terjaga ketradisionalannya. Pada umumnya masyarakat Gorontalo sudah diperkenalkan kebudayaan dan adat istiadatnya sejak kecil bahkan sejak masih dalam kandungan seorang ibu sehingga adat istiadat tersebut sangat ditaati oleh masyarakat Gorontalo. Seperti adat yang dijalani oleh seorang wanita yang sedang hamil, seorang anak perempuan batita yang menjelang usia dua tahun, seorang remaja perempuan yang sudah mengalami menstruasi, adat pernikahan Gorontalo, hingga adat yang dilakukan oleh sebuah keluarga untuk memperingati kematian salah satu anggota keluarganya yang dilakukan pada hari ke tujuh setelah hari kematiannya. Kebiasaan ini membuktikan bahwa adat istiadat tidak mudah dipisahkan dengan masyarakat Gorontalo. Adat istiadat Gorontalo itu sendiri bersendikan Syara’ dan Syara’ bersendikan Kitabullah.
Salah satu upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Gorontalo adalah Upacara Adat Mandi Lemon. Mandi lemon sudah menjadi adat dan tradisi di Gorontalo bahwa anak perempuan yang menjelang usia dua tahun akan menjalani prosesi adat yang biasa dikenal dengan Mo Polihu Lo Limu atau sering juga disebut Mongubingo. Mandi lemon serupa dengan khitanan yang dimana seorang anak batita perempuan menjalani prosesi ritual mandi kembang yang bercampur lemon atau jeruk purut dengan tumbuhan harum lainnya di pangkuan ibu yang melahirkan sebagai tanda keislaman dari anak tersebut. Dijelaskan pula bahwa melalui ritual ini dapat diramalkan tentang masalah jodoh dan karakter dari anak batita perempuan itu sendiri saat dewasa melalui petunjuk bahan alam yang digunakan seperti pelepah pinang muda yang dibelah. Para orangtua di Gorontalo meyakini jika adat ini tidak diadakan pada anak batita khusunya perempuan, maka turunan yang lahir dari rahimnya tetap dianggap haram walaupun dari perkawinan yang sah. Pelaksanaan adat mandi lemon melalui beberapa langkah yang dimana masyarakat Gorontalo percaya bahwa dengan adanya adat mandi lemon terdapat nilai-nilai luhur dan suci yang merupakan cermin dari segala aktivitas bermasyarakat. Disamping itu masyarakat muslim sebagai mayoritas menjadi suatu pendorong adat mandi lemon terus dilaksanakan karena merupakan adat yang dibalut oleh tradisi religius.
Dalam proses pelaksanaan upacara adat mandi lemon, terdapat beberapa pelaksa antara lain: Hulango atau Bidan Kampung yang telah ditunjuk sebagai pelaksana acara adat Mopolihu lo Limu (Mandi Lemon/Khitanan), dengan persyaratan: Beragama Islam, Mengetahui urutan tata cara upacara adat Mandi Lemon, Mengetahui lafal-lafal yang telah diturunkan oleh para leluhur dalam pelaksanaan acara tersebut, Diakui masyarakat sebagai bidan kampung. Selain itu terdapat Imam atau Hatibi yang membacakan doa shalawat (Mongadi Salawati) dan seorang ibu yang dituakan sebagai pembimbing acara tersebut.
Untuk penyelenggaraan upacara adat Mandi Lemon, dibutuhkan atribut adat atau benda budaya yang yang akan digunakan dalam setiap tahap prosesnya, yaitu: Taluhu Yilonua (air ramuan limau purut atau limotutu) dengan ramuan-ramuan sebagai berikut: Kulit limututu yang diiris halus, Tujuh buah limututu yang dipotong dua tanpa diperas, Irisan dari tujuh macam daun puring (Polohungo), Ramuan umonu yang ditimbuk halus yang disebut Yilonta, Daun umonu sejenis daun mayana tapi hijau dan harum,Bunga melati yang disebut bungan moputi. Selain itu juga dibutuhkan tujuh buah perian bambu kuning ,yang ditutupi dengan daun puring (Polohungo), yang berisi air dan kepingan logam yang bernilai Rp.100,- dahulu 10 sen. Adapun yang akan digunakan saat bayi dimandikan adalah bulowe atau upik pinang, setangkai yang masih tertutup atau Hu’u-hu’umo, dan yang setangkai sudah mekar atau Molongo’alo (mayang). Bulowe yang telah mekar, digantung diatas tempat duduk sang ibu bersama bayinya saat dimandikan, telur ayam kampung yang masih baru satu butir, dudangata (kukuran kelapa yang dijadikan tempat duduk dari ibu dan bayinya). Terdapat juga beberapa benda seperti: Hulante atau seperangkat baki yang berisi beras tujuh mangkok, 7 buah telur, pala dan cengkih masing-masing 7 buah, 7 buah limutu, dan 7 buah keping uang logam senilai Rp.100, satu piring mangkuk alawahu lihi, untuk bonta, seperangkat baki yang berisi gelas tohetutu, dan 5 piring mangkuk beras 5 warna, yang disebut Pale Yilulo.
Adapun pada kegiatan Mongobingu (khitanan), digunakan Alumbu Moputi’o atau kain putih 2 meter, untuk menutupi kepala bayi saat di khitan dan seperangkat alat khitan diatas baki yang beralaskan kain putih, yaitu pisau kecil, dahulu memakai sembilu, Yiluna monu (minyak yilonta).
Persiapan pelaksanaan upacara adat mandi lemon dimulai sejak sehari sebelum pelaksanaan acara adat Mopolihu lo Limu dan Mongubingo, Hulango sudah mempersiapkan perlengkapan (benda-benda) budaya yang diperlukan. Sebelum acara Mopolihu lo Limu diadakan terlebih dahulu diadakan Mongadi Salawati, yang dilaksanakan oleh imam atau Hatibi. Setelah itu diadadakan acara Momonto kepada sang bayi dan ibu serta ayahnya. Setelah itu ibu sang bayi dibawa ke tempat acara Mopolihu lo Limu kemudian duduk di dungadata (cukuran kelapa) menghadap ke timur. Kemudian dilanjutkan oleh siraman pertama dari ibu sang bayi yang diwakilkan pada neneknya atau bibinya (apabila yang memangku anak tersebut ibunya), kemudian dilanjutkan siraman oleh ayahnya menggunakan air ramuan. Lalu siraman dilakukan oleh pemangku adat , imam atau hatibi dari perian bambu kuning, yakni dari perian pertama tanpa tuja’I. Siraman kedua sampai siraman ke tujuh oleh Hulango, jika masih lengkap nenek dan kakeknya, baik dari pihak ibu maupun pihak ayahnya, maka berhak menyiramkan air perian-perian tersebut. Setelah selesai penyiraman, sang anak menggunakan pakaian adat, baju panjang O tambi’o (berhiaskan kembang-kembang emas), dan kepalanya memakai Baya lo bo’ute (ikat kepala), siap untuk di khitan. Saat pelaksanaan Mongubingo (khitanan), Hulango menutup dirinya dengan Alambu Moputi’o. Selesai khitanan, sang anak disapukan dengan Yinula moonu (Yilonta), senagai tanda selesai khitanan. Acara dilanjutkan dengan doa syukuran, yang dibawakan oleh Imam atau Hatibi, dengan seperangkat Polutube diletakan didepannya. Setelah doa syukuran berakhir, dilanjutkan dengan santap siang bersama, kemudian dilanjutkan dengan minum kopi/teh, maka selesailah rangkaian acara Mopolihu lo Limu dan Mongubingo (Upacara Adat Mandi Lemon).
Muhammad Raihan Iqbal
16518194
STEI
#OSKMITB2018
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |