Busana tradisional Adat Dayak adalah pakaian khas yang digunakan oleh Suku Dayak disaat mengadakan upacara adat, acara perkawina dan acara lainnya. Busana tradisional Dayak juga memiliki fungsi sebagai pemberian kasta dimana desain corak yang berbeda atau lebih menonjol dari corak yang dikenakan pada umumnya menandakan orang tersebut adalah keturunan bangsawan, contohnya adalah corak bergambar harimau.
Suku Dayak Kenyah Kalimantan Timur memiliki busana tradisional yang disebut sapei sapaq untuk kaum laki-laki dan ta'a untuk kaum perempuan, pakaian ta a terdiri dari semacam ikat kepala yang disebut da a yang dibuat dari pandan, umumnya yang menggunakan da a ini adalah para orang tua, baju atasannya disebut dengan nama sapei inoq serta bawahan dari busana tersebut berupa rok yang dikenal dengan nama ta a. Busana sapei sapaq untuk laki-laki tidak jauh berbeda coraknya dengan busana ta a, perbedaannya hanya pada pakaian atas saja yang dibuat berbentuk rompi ditambah dengan paduan busana bawahan berupa cawat yang diberi nama abet kaboq yaitu semacam celana pendek ketat, sedangkan untuk aksesoris pakaian ditambahkan dengan mandau yang diikat di pinggang.[1] Corak dari busana ini beragam ada yang bergambar burung enggang, harimau ataupun tumbuh-tumbuhan dimana jika dipakaian adat itu ada gambar enggang atau harimau berarti yang memakainya keturunan bangsawan. Kalau hanya motif tumbuhan saja berarti orang biasa saja.
Suku Dayak Ngaju merupakan sebutan bagi penduduk dayak yang mendiami wilayah Kalimantan Tengah. Seperti Suku Dayak lainnya, Suku Dayak Ngaju ini juga memiliki busana tradisional yang dianggap sebagai simbol peradaban masyarakat di daerah tersebut. Untuk kaum pria Kelengkapan pakaian tradisional yang dikenakan adalah berupa rompi, kain penutup bagian bawah sebatas lutut, ikat kepala berhiaskan bulu-bulu enggang, kalung manik-manik dan ikat pinggang, serta tameng kayu beserta mandau dibagian pinggang. Sementara kelengkapan yang dikenakan oleh kaum wanita yaitu berupa baju rompi, kain (rok pendek), ikat atau penutup kepala yang dihiasi bulu-bulu enggang, kalung manik-manik, ikat pinggang serta gelang tangan. Bahan-bahan pembuatan busana tersebut menggunakan kulit kayu siren atau kayu nyamu dengan dibubuhi warna dan corak hias yang diilhami oleh keyakinan dan mitologi yang berkembang di masyarakat untuk mempercantik busana mereka. Selain dari kulit kayu suku Dayak Ngaju juga membuat busana dari serat alam yang disebut dengan busana adat kain tenun halus.
Busana Suku Kutai disebut dengan nama Kustin. Pakaian ini hanya dipakai oleh suku Kutai dari golongan menengah ke atas dimana digunakan untuk upacara pernikahan pada jaman kerajaan Kutai Kartanegara. Istilah Kustin sendiri berasal dari kata kostum yang berarti pakaian kebesaran suku Kutai. Pakaian Adat Kutai ini terbuat dari bahan beludru berwarna hitam, memiliki lengan yang panjang dan berkerah tinggi dengan ujung lengan, kerah serta bagian dada berhias pasmen. Untuk kaum pria pakaian ini dipadukan dengan celana panjang yang dibagian luarnya dipasang dodot rambu dan tutup kepala bundar yang dinamakan setorong berhiaskan lambang yang berwujud wapen. sedangkan untuk dikenakan oleh kaum wanita ada tambahan berupa sanggul yang hampir sama dengan sanggul aksesoris Jawa, serta dibagian puncak belakang ditambahkan kelibun berwarna kuning yang terbuat dari bahan sutera.
Selain busana adat diatas, ada beberapa busana adat Dayak yang belum sering terekspos yaitu Bulang kuurung dan Bulang Burai king. Bulan kuurung terbagi-bagi menjadi pakaian tanpa lengan, dokot tangan (pakaian dengan lengan pendek) serta lengke (baju dengan lengan panjang). Biasanya pakaian seperti ini digunakan oleh para dukun. Sedangkan untuk Bulung Burai King adalah jenis busana adat Dayak yang paling terkenal, biasanya digunakan pada saat upacara adat. Ciri dari busana ini adalah dihiasi dengan manik-manik dan bulu burung yang dibentuk rapi sehingga membuatnya terlihat rapi, indah dan menarik.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja