Pakaian Tradisional
Pakaian Tradisional
Pakaian Adat Gorontalo Gorontalo
Pakaian Adat Pengantin Gorontalo
- 12 April 2014
HIASAN DAN MAKNA PAKAIAN PENGANTIN ADAT GORONTALO.
 
Dalam pakaian adat Gorontalo, ada bebrapa hiasan yang dipakai pada kedua pasangan pengantin pria dan wanita
 
Pakaian pengantin Wanita (Biliu)
Ada beberapa hiasan dalam Biliu yang terdiri atas:
 
Hiasan Kepala
1. Baya lo Boute yaitu ikat kepala yang memberikan dua pe­ngertian:
 
Bahwa sang Ratu telah terikat oleh suatu tanggung jawab.
Bahwa segala pemikiran sang Ratu harus dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat.
2. Layi artinya bulu unggas yang diletakkan di atas ubun-­ubun. Bulu unggas ini dikiaskan pada kehalusan budi pe­kerti dimana hendaknya seorang Ratu harus memiliki budi pekerti yang luhur sebagaimana kehalusan bulu-bulu ung­gas. Layi diberi warna merah dan putih sebagai lambang keberanian dan kesucian.
 
3. Pangge Mopa artinya tangkai-tangkai rendah yang berjum­lah 6 buah, diibaratkan kepada 6 orang Bubato atau Pe­mangku Adat yang untuk kerajaan Gorontalo terdiri dari 2 orang Bate-bate dan WuU serta 4 orang Kimalaha yang juga menjabat sebagai Kepala Kampung dan sebagai koor­dinator pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dengan ge­lar:
 
Ti Papa
Ti Huawango Botu
Ti Padengo 
Ti BiawaO
Sedangkan untuk kerajaan Limboto adalah seorang Bate, seorang Bate lo Tuntungiyo dan 4 orang Kimalaha masing­masing:
 
Ti Hungayo
Ti Dunito
Ti Botu
Ti Ipilo
Bate-bate adalah Ketua Adat. WuU adalah Pengatur. Ki­malaha adalah Koordinator pelaksana. Bate lo Tuntungiyo adalah wakil Bate. Dalam pengertian ini sang Ratu berke­wajiban untuk menerima pertimbangan-pertimbangan aparat adat tersebut (Bubato).
 
4. Pangge artinya tangkai sebanyak 4 buah yang menghiasi bagian belakang dari pada BiliU yang artinya bahwa sang Ratu berkewajiban untuk menerima pendapat clan nasihat dari 4 orang raja-raja bawahan yaitu untuk Kerajaan Go­rontalo masing-masing:
 
Raja Bilinggata (Kota)
Raja Hunginaa (Telaga)
Raja Wuwabu (Kabila)
Raja Lupoyo (Tapa)
Sedangkan untuk Kerajaan Limboto masing-masing :
 
Raja Dunggala (Batudaa)
Raja Tomilito (Kwandang)
Raja Tibawa (Limboto)
Raja Butaiyo (Paguyaman).
5. Tuhi-tuhi artinya gafah sebanyak 7 buah yang panjangnya lebih tinggi dari yang lain. Tuhi-tuhi diibaratkan pada 2 kerajaan yang bersaudara yaitu Hulontalo-Limutu, Limutu­Hulontalo serta 5 kesatuan kerajaan yaitu :
 
Kerajaan Tuwawa
Kerajaan Limutu
Kerajaan Hulontalo
Kerajaan Bulango
Kerajaan Atinggola.
6. Huli : artinya belakang yang disematkan pada bahagian belakang dan terdiri dari 2 tangkai daun-daunan yang di­tancapkan pada ujung kiri kanan dari balanga (rangka). Huli diibaratkan pada dua jalur aparat adat yaitu: Pegawai Syara' dan Talenga (satuan Pahlawan Keamanan).
 
7. Dungo Bitila: artinya daun bitila. Bitila adalah semacam pohon yang rimbun berdaun besar clan buahnya dapat dimakan. Sehelai daun bitila yang ter­tancap pada kepala bahagian belakang memberikan arti pengayoman sang Ratu terhadap Rakyat.
 
8. Huwo O: artinya rambut. Bentuknya terpotong-potong menjadi 5 bagian yang dihu­bungkan oleh rantai antara satu dengan yang lain. Dalam penobatan seseorang Ratu di zaman dahulu biasanya 7 potong atau 7 susun.
Adapun lima bahagian yang lazim dipakai sekarang ini di­ambil dari dua pengertian tentang keharusan seseorang Ratu untuk bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa. Pe­ngertian yang.pertama diambil dari lima suku kata yaitu:
 
LA
ILAHA
ILLA
ALLAH
HU
Dalam pengertian kedua lima bahagian yaitu diambil dari lima rukun Islam yaitu:
 
Kalimat Syahadat
Sholat (Sembahyang)
Berpuasa
Berzakat
Naik Haji.
Di mana pada waktu itu Agarna Islam dinyatakan sebagai Agama Kerajaan dalam Pemerintahan Adat di Gorontalo. Hal ini dibuktikan dengan adanya sanjak yang menyata­kan :
Adati aji-ayimitila tobutoO ButoO Ayi-Ayimitila to Qurani.
 
9. Taya: artinya timbangan atau dacing yang biasa juga dise­but Titimenga. Disamping pada kiri kanan kepala baha­gian depan di samping mata. Pengertiannya bahwa Ratu harus berlaku adil.
Taya ini mempunyai pengertian yang sama dengan anting­anting.
Lain-lain sebagai tambahan penjelasan adanya umbai­umbai yang tergantung pada baya Lo
Boute memberikan gambaran tentang berbagai masalah clan harapan rakyat yang tergantung
sangat pada kepemimpinan Ratu.
 
    B. Hiasan pada bagian Kepala ke Bawah seperti:
 
a. Boo Tunggohu:Artinya baju kurung yang biasa juga disebut Galenggo. Di atas baju ini masih digunakan lagi selapis hiasan dada yang disebut Kucubu to Du helo, yang artinya pembalut dada~. Kucubu to duhelo ini mengisyaratkan pada Ratu agar dalam memimpin Pemerintahan harus senantiasa menekan clan menutup nafsu amarah. Di dalam dadanya harus mernancar sinar cinta kasih kepada rakyat, sebagaimana bersinarnya cahaya yang menghias dada bajunya. Petu: Demikianlah pula pada kiri kanan ujung tangan baju yaitu pada pergelangan tangan dihiasi dengan sepasang hiasan yang disebut: Petu, yang membalut ujung lengan baju. Petu ini mengingatkan bahwa tangan ini harus dimanfaatkan pada karya yang ber­guna bagi kesejahteraan rakyat.
Selain itu di bawah Petu, dihiasi pula dengan sepasang ge­lang lebar yang disebut Pateda. Gelang ini melilit rapat pada kedua pergelangan tangan yang diartikan pengekang tindak­an-tindakan yang terlanjur.
 
b. Wulu wawu Dehu: Artinya kalung bersusun. Pengertiannya menyadarkan sang Ratu bahwa bila pada suatu waktu ia melakukan kesalahan maka baginya telah tersedia tali yang akan menggantung dirinya (batang lehernya).
 
c. Hiasan Kuku:Artinya hanya dipakai pada jari manis dan jari kelingking dari kedua belah tangan kiri dan kanan. Hiasan yang dipakai pada jari manis pertanda budi yang luhur sedangkan pada jari ke­lingking mengingatkan Sang Ratu senantiasa memperhatikan kepentingan rakyat kecil.
 
d. Alumbu atau Bide:Artinya sarung pada bagian depan kiri dan kanan terdapat hiasan berderet teratur ke bawah. Penempatan hiasan ini mengikuti pengaturan tempat duduk para Pejabat Kerajaan (Huhulo0 Bubato Lo Ulipu atau biasa disebut Bulita dalam suatu musyawarah). Alumbu atau Bide ini terbuka pada ba­hagian depannya, tetapi di bahagian dalam masih dipakai lagi selapis kain Uyilonuhu atau biasa juga disebut Buluwa Lo Ra­hasia yang artinya peti Rahasia. Tersirat di dalam arti kata itu bahwa Sang Ratu harus memegang rahasia jabatannya seba­gaimana ia menjaga kehormatan dirinya.
 
e. Bintolo Etango:Artinya ikat pinggang dan pending. Ikat pingang ini mengi­ngatkan hendaknya apabila makan terlalu kenyang, supaya ikat pinggang jangan sampai putus. Dengan demikian Sang Ratu harus makan sekedarnya dalam arti hidup sederhana, makan barang yang halal dan menghindari yang haram. Seka-ligus pending emas/Etango yang menghiasi ikat ping­gang itu tidak akan terlepas dari Sang Ratu.
 
     2. Pakaian Pengantin Putera (Makuta)
Pengantin Putera mengenakan pakaian yang disebut Ma­kuta atau Paluwala. Makuta berasal dari kata Mahkota. Nama ini baru dikenal pada akhir abad ke XIX dimana sebelumnya hanya dikenal dengan nama Paluwala yang berasal dari kata Piloluwala yang artinya sumber. Paluwala ini hanya dipakai oleh Raja yang disebut OLONGIA, yang menjadi sumber dari kedua kekuasaan pada waktu itu.
Telah banyak perubahan bentuk setelah Paluwala ini diganti dengan Mahkota. Dalam Makuta antara lain tidak terdapat lagi apa yang disebut Buntali, Bako clan Dungo Ayu (rangka, kotak clan daun-daun kayu). Hal ini tesjadi sekitar tahun 1892 dimana Pemerintah Hindia Belanda sedikit demi sedikit mulai menyusup masuk mempengaruhi adat istiadat clan kebudaya­an Gorontalo yang antara lain ikut mempengaruhi pula bentuk Paluwala dengan hiasan-hiasannya sebagai berikut:
 
a. Tudung Makuta letaknya menjulang ke atas dan terkulai ke belakang berbentuk bulu Unggas. Sebagaimana kita keta­hui bahwa bulu-bulu Unggas adalah halus dan lembut maka sifat-sifat kehalusan yang demikian itulah diharapkan dari budi pekerti Raja. Layi ini diletakkan menjulang ke atas melambangkan hubungan Arab ALIF yang mengandung makna Ke Esaan Tuhan,
Pada Layi ini melekat hiasan emas yang berbentuk daun sebanyak lima clan yang memberi pengertian lima prinsip dalam kehidupan adat istiadat Daerah Gorontalo, yaitu:
1. WuUdu (adat berpakaian)
2. Aadati (kebiasaan yang sopan)
3. Tinepo (penghargaan sesama Umat)
4. Tombula (membalas penghormatan orang lain)
5. Buto (hukum)
 
Selain itu pula dihiasi dengan delapan bintang kecil yang memberi pengertian bahwa 8 Negeri di daerah Gorontalo, yaitu: Bilinggata, Hunginaa, Wuwabu, Lupoyo di Kerajaan Gorontalo clan Dunggala, Tomilito, Tibawa, Butaiyo di Kerajaan Limboto bersama-sama menganut lima prinsip itu. Dengan demikian maka bintang-bintang kecil itu dile­takkan di atas lima daun prinsip itu.
Di bawah dari Delapan bintang ini terdapat lagi 6 buah bintang lainnya yang dikiaskan pada 6 Rukun Iman yaitu:
1. Kepercayaan kepada Tuhan
2. Kepercayaan kepada Malaikat
3. Kepercayaan kepada Kitab Suci
4. Kepercayaan kepada Rasul
5. Kepercayaan Kepada hari Kiamat
6. Kepercayaan Kepda Takdir
 
Sedangkan di atas bintang-bintang kecil itu terdapat bin­tang besar terletak di tengah-tengah Layi yang melam­bangkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa. Pada kiri clan kanan bahagian depan terdapat dua hiasan berbentuk mata yang mengharuskan kepada Sang Raja untuk harus bermata tajam memperhatikan keadaan rakyat.
Pada sekeliling sayap Makuta melilit rantai clan umbai­umbai yang memberikan makna sebagai rakyat clan dengan segala harapan-harapannya. Sedangkan samping kiri clan kanan sayap Makuta dihiasi dengan ular naga yang menggambarkan kewaspadaan.
Ber Takwa Doa: Pasangan daripada Makuta disebut Baju Raja dimana sebelumnya Paluwala diganti dengan Makuta biasanya dipakai Bo0 Takuwa DaA. Bo0 artinya baju clan Takowa berasal dari Takwa yaitu takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pada Baju Raja ini yang dapat diberikan pengertian hanya­lah hiasan yang melilit pada leher dengan dua buah tali yang dilekatkan arah ke bawah yang sama pengertiannya dengan kalung dalam pakaian BiliU. Dapat ditambahkan Baju Raja karena baju ini dirancang bersama-sama dengan perubahan Palu wala menjadi Makuta.
Celana Raja: pada celana Raja disamping kiri clan kanannya dihiasi dengan seutas tali lurus dari atas ke bawah sebagai pengertian kepada Raja untuk harus berlaku jujur kepada rakyat. Demikian pula pemakaian sepatu dalam pasangan baju ini baru dikenal pada akhir abad ke XIX.
 
b. lkat Pinggang dan Pending, sama pengertiannya dengan Bintolo clan Etango pada pakaian BiliU.
 
c. Pedang:mdalam bahasa Daerah Gorontalo disebut Jambi­ya. Pedang kebesaran ini dialmbangkan sebagai pertang­gung jawaban Raja dalam mempertahankan clan mem-bela kerajaan bersama rakyat yang penyematannya dirangkai­kan dengan sebuah sanjak:
 
Bangusa Talalo (Bangsa dipelihara)
Lipu Po Duluwalo (Negara dibela)
Openu demoputi Tulalo (Lebih baik berputih tulang)
Bodila moputi Baya (Dari pada berputih muka)
Dalam pengertian yang lebih tegas mempunyai arti lebih baik berkalung tanah daripada malu. Jambiya ini terikat dengan secarik kain berwarna merah yang mengharuskan seorang Raja itu berani, dan berjiwa patriotisme.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya