Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Maluku Seram, Maluku Tengah
Nene Luhu
- 3 Agustus 2014

Pada zaman penjajahan Belanda, ada sebuah negeri yang bernama Luhu. Negeri itu terletak di Pulau Seram, Maluku. Negeri Luhu adalah negeri yang kaya dengan hasil cengkeh. Negeri yang jumlah warganya tidak terlalu banyak itu diperintah oleh Raja Gimelaha Luhu Tuban atau yang lebih dikenal dengan nama Raja Luhu. Sang Raja mempunyai permaisuri bernama Puar Bulan dan seorang putri bernama Ta Ina Luhu yang cantik jelita. Ta Ina Luhu berarti anak perempuan dari Luhu atau Putri Negeri Luhu atau Puteri Luhu. Ia adalah anak sulung sang raja yang memiliki perangai yang baik, yaitu penurut, berbudi pekerti luhur, rajin beribadah, mandiri, serta sayang kepada seluruh keluarganya. Selain Ta Ina Luhu, Raja Luhu mempunyai dua orang putra, yaitu Sabadin Luhu dan Kasim Luhu.
Suatu ketika, kabar tentang kekayaan Negeri Luhu di Pulau Seram terdengar oleh penjajah Belanda yang berkedudukan di Ambon. Mendengar kabar tersebut, Belanda berniat untuk menguasai pulau itu. Dengan persenjataan lengkap, Belanda menyerang Negeri Luhu. Raja Luhu dan pasukannya berusaha untuk mengadakan perlawanan sehingga peperangan pun tak terelakkan. Perang itu dikenal dengan nama Perang Pongi, dan ada juga yang menyebutnya Perang Huamual. Dalam pertempuran itu, penjajah Belanda berhasil menguasai Negeri Luhu. Raja Luhu berserta keluarga dan seluruh rakyatnya tewas. Satu-satunya orang yang selamat ketika itu adalah putri raja, Ta Ina Luhu. Namun, ia ditangkap dan dibawa oleh penjajah Belanda ke Ambon untuk dijadikan istri panglima perang Belanda.
Setibanya di Benteng Victoria, Ambon, Ta Ina Luhu menolak untuk dijadikan istri oleh panglima perang Belanda. Akibatnya, ia pun diperkosa oleh sang panglima. Putri cantik yang malang itu tidak dapat berbuat apa-apa. Namun, karena tidak ingin terus-terusan diperlakukan tidak senonoh oleh panglima itu, Ta Ina Luhu selalu berpikir keras untuk mencari cara agar keluar dapat dari Kota Ambon.
Suatu malam, Ta Ina Luhu berhasil mengelabui tentara Belanda sehingga ia dapat melarikan diri dari kota Ambon. Ia berjalan menuju ke sebuah Negeri yang bernama Soya. Di negeri itu, ia disambut baik oleh Raja Soya. Bahkan, ia kemudian dianggap sebagai keluarga istana Soya. Ia diberi kamar tidur yang bagus dan indah. Atas sambutan tersebut, Ta Ina Luhu sangat terharu karena teringat ketika ia dulu menjadi putri di negerinya. Tak terasa, air matanya menetes membasahi kedua pipinya. Wajah kedua orangtua dan adik-adiknya kembali terbayang di hadapannya. Ta Ina Luhu sangat merindukan keluarganya tersebut.
“Ayah, Ibu! Adikku, Sabadin dan Kasim! Beta sangat merindukan kalian. Beta hanya bisa berdoa semoga kalian hidup tenang di alam sana!”
Setelah beberapa bulan tinggal di dalam istana Soya, Ta Ina Luhu diketahui hamil. Keadaan demikian membuatnya semakin merasa berat tinggal di istana karena tentu akan semakin merepotkan keluarga Raja Soya. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk meninggalkan istana.
“O, Tuhan! Beta tidak mempunyai keluarga lagi di dunia ini. Tapi, kehadiran beta di tempat ini hanya akan merepotkan keluarga Raja Soya. Beta harus pergi dari istana ini. Berilah beta petunjuk-Mu, Tuhan!” pinta Ta Ina Luhu.
Pada suatu malam, saat suasana di dalam istana sudah sepi, Ta Ina Luhu mengendap-endap berjalan menuju ke pintu belakang istana sambil mengawasi keadaan sekelilingnya. Rupanya, ia benar-benar ingin pergi dari istana secara diam-diam. Ia sengaja tidak memberitahukan kepergiannya kepada keluarga Raja Soya karena sudah tentu mereka tidak akan mengizinkannya. Setelah sampai di halaman belakang istana, ia melihat ada seekor kuda sedang ditambatkan di bawah sebuah pohon. Kuda itu adalah milik Raja Soya yang biasa dipakai ketika akan menghadap Gubernur Ambon. Dengan hati-hati, Ta Ina Luhu naik di atas punggung kuda itu. Sebelum meninggalkan negeri itu, sang putri berbisik dalam hati.
“Maafkan beta, Baginda! Maafkan beta, wahai seluruh keluarga istana! Kalian sungguh baik hati kepada beta. Tapi, beta terpaksa harus pergi karena beta tidak ingin merepotkan kalian. Relakanlah beta pergi dan kalian jangan mencari beta lagi!”
Setelah itu, Ta Ina Luhu yang sedang mengandung itu segera pergi sebelum ada warga istana yang melihatnya. Ia menyusuri hutan belantara yang sepi dan mencekam. Meskipun suasana malam terasa sangat dingin, Putri Raja Luhu itu terus memacu kuda yang ditungganginya menuju ke puncak gunung. Setibanya di sana, sang putri pun berhenti. Ia sangat takjub melihat pemandangan Teluk Ambon yang sungguh mempesona. Pemandangan itu sejenak mengobati luka-lara sang putri.
“Oh, Negeriku! Keindahanmu sungguh mempesona,” ucap Ta Ina Luhu dengan kagum.
Usai berucap demikian, sang putri tiba-tiba terjatuh dari kudanya hingga tak sadarkan diri. Rupanya, ia sudah tidak kuat lagi menahan rasa lelah yang begitu berat setelah menempuh perjalanan jauh. Tak berapa lama kemudian, ia kembali sadar. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, perlahan-lahan sang putri berusaha bangkit dan berdiri di samping kudanya. Dalam keadaan setengah sadar, ia menarik kudanya menuju ke sebuah pohon jambu yang rindang dan berbuah lebat.
Setelah menambatkan kudanya pada batang pohon jambu, sang putri segera membaringkan tubuhnya. Dalam sekejap, ia pun langsung tertidur pulas dan baru terbangun pada keesokan harinya ketika matahari mulai beranjak tinggi. Begitu ia terbangun, perutnya terasa kosong. Dengan kondisi tubuh yang masih lemas, ia berusaha meraih buah jambu yang sudah matang. Setelah memakan beberapa buah jambu tersebut, tenaganya pun berangsur-angsur pulih.
Sementara itu, di istana Soya, sang raja menjadi panik ketika mengetahui Ta Ina Luhu tidak ada di kamarnya. Seluruh keluarga istana telah mencarinya ke seluruh ruangan istana namun belum juga menemukannya. Para pengawal istana yang mencarinya di jalan-jalan Kota Soya juga tidak menemukannya. Pada saat pencarian dilakukan, tiba-tiba seorang pengawal datang menghadap kepada Raja Soya.
“Ampun, Baginda! Hamba ingin melaporkan sesuatu,” lapor pengawal itu.
“Hai, apakah kamu sudah menemukan Putri Ta Ina Luhu? Di mana dia sekarang?” tanya Raja Soya dengan penasaran.
“Ampun, Baginda Raja! Hamba hanya ingin melaporkan bahwa kuda milik Baginda yang ditambatkan di belakang istana juga hilang. Jadi, hamba berpikir bahwa Putri Ta Ina Luhu pergi dengan menunggang kuda,” jelas pengawal itu.
Mendengar laporan itu, Raja Soya semakin panik. Ia sangat mencemaskan keadaan Putri Ta Ina Luhu yang sedang mengandung itu. Tanpa berpikir panjang, ia segera membunyikan tifa (gendang kecil) sebanyak empat kali untuk memanggil marinyo (seorang petugas tifa), dan kemudian kembali memukulnya sebanyak enam kali untuk memanggil Kepala Soa (penasehat raja). Tak berapa lama kemudian, kedua pejabat istana tersebuat datang menghadap kepadanya.
“Ampun, Baginda! Ada apa Baginda memanggil kami?” tanya kedua pejabat itu serentak.
“Segera kumpulkan semua laki-laki yang berumur enam belas tahun hingga empat puluh tahun. Setelah itu, perintahkan mereka untuk pergi mencari dan membawa pulang Putri Ta Ina Luhu dalam keadaan selamat!” titah Raja Soya.
“Titah Baginda kami laksanakan,” jawab keduanya seraya memberi hormat.
Setelah orang-orang tersebut berkumpul, mereka dibagi ke dalam beberapa kelompok. Kemudian, mereka pergi mencari sang putri dengan mengikuti jejak tapak kaki kuda yang ditunggangi oleh sang putri.
Sementara itu, Ta Ina Luhu masih berada di puncak gunung. Ketika hari menjelang siang, tiba-tiba ia mendengar suara orang yang memanggilnya dari jauh. Ia pun sadar bahwa orang-orang tersebut pastilah para pengawal Raja Soya yang datang mencarinya. Oleh karena itu, ia segera meninggalkan tempat itu. Tak begitu lama setelah kepergiannya, sebagian rombongan pengawal Raja Soya tiba di tempat itu. Akhirnya, mereka tidak berhasil menemukan sang putri kecuali kulit jambu bekas sisi-sisa makanan sang putri. Konon, rombongan itu kemudian menamakan tempat itu “Gunung Nona”.
Ta Ina Luhu terus memacu kudanya menuruni lereng gunung itu menuju ke pantai Amahusu. Karena begitu kencangnya, topi yang dikenakannya diterbangkan angin. Menurut cerita, ketika ia ingin berhenti hendak mengambilnya, topi itu tiba-tiba menjelma menjadi sebuah batu. Batu itu kemudian diberi nama “Batu Capeu”.
Ta Ina Luhu terus menelusuri pantai Amahusu hingga akhirnya sampai ke Ambon. Tumbuh sang putri tampak begitu lemah karena lapar dan haus. Demikian pula dengan kuda tunggangannya. Setelah beberapa jauh berjalan mencari air minum, akhirnya ia menemukan sebuah mata air. Ta Ina dan Luhu segera meminum air dari mata air tersebut dengan sepuasnya. Konon, mata air itu dinamakan “Air Putih”.
Setelah sejenak beristirahat di tempat itu, Ta Ina Luhu berniat untuk kembali ke puncak Gunung Nona dengan melalui jalan yang berbeda agar tidak bertemu dengan para pengawal Raja Soya. Namun, ketika hendak beranjak dari tempat itu, tiba-tiba ia mendengar suara orang-orang memanggilnya.
“Putri…, Putri…, Putri Ta Ina Luhu…! Kembalilah… Baginda Raja Soya sedang menunggumu!”
Ta Ina Luhu pun segera naik ke atas kudanya hendak melarikan diri. Namun, begitu ia akan memacu kudanya, tiba-tiba rombongan Raja Soya datang menghadangnya. Dalam keadaan terdesak, Ta Ina Luhu segera turun dari kudanya seraya berlutut memohon kepada Tuhan agar rombongan itu tidak membawanya pulang ke istana Soya.
“Oh, Tuhan! Tolonglah beta ini! Beta tidak mau kembali ke istana Soya. Beta tidak mau merepotkan orang lain. Biarkanlah beta hidup sendirian!” pinta Ta Ina Luhu.
Ketika salah seorang pengawal akan menarik tangannya, tiba-tiba Ta Ina Luhu menghilang secara gaib. Rombongan pengawal tersebut pun tersentak kaget. Mereka hanya terperangah menyaksikan peristiwa ajaib itu.
Sejak peristiwa itu, penduduk Ambon sering diganggu oleh sesosok makhluk halus. Jika hujan turun bersamaan dengan cuaca panas, seringkali ada warga—terutama anak-anak—yang hilang. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, makhluk halus yang suka mengambil anak-anak tersebut adalah penjelmaan dari Ta Ina Luhu. Sejak itu pula, Ta Ina Luhu dipanggil dengan sebutan Nenek Luhu. Hanya saja, hingga saat ini tak seorang pun yang tahu mengapa Nenek Luhu suka mengganggu orang, terutama anak-anak.
* * *
Demikian cerita legenda Nenek Luhu dari daerah Ambon, Maluku. Legenda di atas mengandung nilai-nilai moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Sedikitnya ada dua nilai moral yang dapat dipetik dari cerita di atas, yaitu nilai pantang menyerah dan nilai kemandirian. Kedua nilai tersebut terlihat pada sikap dan prilaku Ta Ina Luhu. Nilai pantang menyerah terlihat ketika ia tidak pernah berputus asa dalam berusaha mencari cara untuk bisa lolos dari sergapan penjajah belanda karena tidak tahan lagi terus diperlakukan tidak senonoh. Sementara itu, nilai kemandirian Ta Ina Luhu terlihat ketika ia tidak ingin merepotkan orang lain. Itulah sebabnya, ia pergi dari istana Soya tanpa memberi tahu Raja Soya.
Selain itu, cerita di atas juga mengandung nilai kesehatan. Terlepas dari benar atau salah, keyakinan tentang Nenek Luhu yang sering muncul pada saat hujan bersamaan dengan cuaca panas merupakan mitos yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk menakut-nakuti anak-anak mereka agar tidak keluar rumah karena keadaan cuaca demikian dapat mendatangkan penyakit seperti pilek, batuk, dan demam.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya