Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Bali Bali
Nang Butuh Bosel
- 1 Mei 2018

Alkisah, ada dua orang bersaudara yang bernama Nang Butuh Mosel dan pamannya yang bernama Uwa Babrung. Nang Butuh Mosel adalah seorang yang sangat miskin. Bahkan, karena terlalu miskin sampai-sampai ia tidak dapat memberi makan isteri dan dua orang anak perempuannya. Jangankan memberi makan mereka, untuk makan dirinya sendiri saja ia tidak mampu. Untuk hidup sehari-hari, keluarga Nang Butuh Mosel hanya mengandalkan belas kashian dari para tetangganya.

Sementara itu, di sebelah utara rumah Nang Butuh Mosel tinggallah saudaranya yang bernama Uwa Babrung. Berbeda dengan Nang Butuh Mosel, Uwa Babrung adalah seorang yang kaya raya. Ia mempunyai banyak sawah, ladang dan hewan ternak. Namun, walau Uwa Babrung kaya raya, ia sangat kikir dan tidak mempunyai rasa belas kasihan terhadap orang lain. Bahkan terhadap saudaranya sendiri pun Uwa Babrung tidak bersedia membantunya.

Suatu hari, karena isteri Nang Butuh Mosel sudah merasa malu untuk selalu meminta belas kasihan para tetangganya, Nang Butuh Mosel menyuruh anak tertuanya untuk meminta beras kepada Uwa Babrung. Setelah sang anak pergi dan bertemu dengan Uwa Babrung, ia pun berkata, "Paman, saya disuruh oleh bapak untuk meminta sedikit beras."

"Wah, orang tuamu itu masih sehat dan kuat. Daripada meminta-minta lebih baik suruh orang tuamu pergi bekerja. Aku tidak punya beras!" kata Uwa Babrung.

Tanpa menghiraukan kata-kata Uwa Babrung, si anak berkata lagi, "kalau tidak ada beras, berilah kami sedikit nasi, paman."

"Nasi juga tidak ada!" jawab Uwa Babrung ketus.

Mendengar kata-kata ketus yang keluar dari mulut pamannya, si anak langsung pulang sambil menangis. Sesampai di rumah ia segera menceritakan kepada orang tuanya.

"Sakit hatiku mendengar perkataan pamanmu itu. Biar aku mati tidak makan!" kata isteri Nang Butuh Mosel.

Karena telah berputus asa, Nang Butuh Mosel segera meninggalkan rumah untuk menghanyutkan diri di sungai. Namun, saat sampai di tepi sungai, ia menjumpai banyak sayuran segar dan juga daun bulung bawang. Ia menjadi heran, sebab selama ini ia tidak pernah melihat sayur-sayuran tersebut tumbuh di sekitar sungai. Dan, tanpa banyak pikir lagi ia segera memetik sayur-sayuran itu untuk dibawanya pulang. Begitulah, hari-hari berikutnya Nang Butuh Mosel selalu mengambil sayuran yang ada di pinggir sungai tersebut agar keluarganya dapat makan.

Suatu hari isteri Nang Butuh Mosel mendengar bahwa Uwa Babrung akan pergi ke Buleleng untuk menjual barang-barang hasil sawah dan ladangnya. Mak Butuh Mosel pun segera mendatangi suaminya dan berkata, "Pak, lebih baik tumpangkan saja dirimu dengan pamanmu di sebelah utara. Dia akan pergi ke Buleleng untuk berjualan."

"Ya, kalau demikian pergilah ke sana dan katakan kepada saudaraku bahwa aku akan ikut dengannya ke Buleleng," jawab Nang Butuh Mosel.

Mak Butuh Mosel segera pergi ke rumah Uwa Babrung. Setelah bertemu Uwa Babrung, Mak Butuh Mosel lalu menjelaskan maksudnya, "Paman Babrung, kalau paman akan pergi ke Buleleng ajaklah Nang Butuh Mosel. Apabila diperkenankan ikut, suruhlah dia untuk memegang kuda, membawa beras atau barang-barang lain yang akan paman jual."

"Baiklah kalau begitu," jawab Uwa Babrung singkat.

"Lalu, kapan Uwa akan berangkat?" tanya Mak Butuh Mosel dengan gembira.

"Sesudah nasi masak," jawab Uwa Babrung.

Mendengar jawaban itu, Mak Butuh Mosel langsung mengucapkan terima kasih dan sekaligus minta diri untuk memberitahu suaminya. Setelah sampai di rumah, dengan perasaan gembira ia memberitahukan suaminya, "Pak, besok Uwa Babrung akan pergi ke Buleleng sesudah nasi masak."

"Apa yang harus aku persiapkan?" tanya Nang Butuh Mosel.

"Bawa saja sebuah besek. Mungkin nanti kamu akan disuruh untuk membawa barang-barang hasil sawah dan ladangnya."

Keesokan harinya, sebelum tengah hari Nang Butuh Mosel menyuruh salah seorang anak perempuannya untuk menanyakan apakah Uwa Babrung telah siap untuk pergi ke Buleleng. Namun, saat si anak telah berada di rumah Uwa Babrung, ia mendapat penjelasan dari isteri Uwa Babrung bahwa suaminya telah berangkat sejak tengah malam. Setelah mendapat penjelasan itu, si anak buru-buru berpamitan untuk menyampaikan hal tersebut kepada ayahnya. Jadi, telah terjadi suatu kesalahpahaman antara Uwa Babrung dengan Mak Butuh Mosel. Maksud Uwa Babrung mengatakan sesudah nasi masak adalah sesudah nasi masak pada sore hari untuk makan malam. Sementara kata-kata sesudah nasi masak yang dipahami oleh Mak Butuh Mosel adalah setelah nasi masak pada pagi hari untuk persiapan makan siang.

Saat mendengar laporan anaknya, Mak Butuh Mosel segera ke rumah tetangga terdekat untuk meminjam uang sebesar sepuluh kepeng. Uang itu kemudian diberikan kepada suaminya sebagai bekal untuk menyusul Uwa Babrung ke Buleleng. Selain itu, uang tadi dimaksudkan sebagai bekal bagi Nang Butuh Mosel untuk mencari pekerjaan di sana.

Setelah semua perbekalan siap, Nang Butuh Mosel segera berangkat menyusul Uwa Babrung. Beberapa saat setelah meninggalkan rumah, tiba-tiba turun hujan yang cukup lebat. Ia kemudian berlari menuju sebuah gubuk yang telah kosong. Gubuk tersebut pada pagi harinya digunakan oleh pemiliknya sebagai tempat untuk berjualan buah kelapa. Sambil berteduh, Nang Butuh Mosel mengambil dan memakan beberapa potongan kecil buah kelapa yang masih tersisa di gubuk itu.

Setelah hujan reda, Nang Butuh Mosel kembali melanjutkan perjalanan. Ketika ia sampai di sebuah desa, ia melihat ada beberapa orang anak yang sedang menyeret seekor ular yang masih hidup dengan menggunakan tali. Ia lalu mendekati anak-anak itu dan bertanya, "Mengapa kalian mengikat leher ular itu? Apakah hendak kalian bunuh?"

"Ya. Ular ini telah memakan beberapa ekor anak ayam kami." Jawab salah seorang anak.

"Kalau begitu, bolehkah aku membelinya?" tanya Nang Butuh Mosel.

"Wah, mau dibunuh malah diminta untuk dibeli. Kalau memang mau, ambilah ular sialan ini!" demikian gerutu anak-anak itu.

"Tidak, aku akan membelinya dua kepeng," jawab Nang Butuh Mosel.

"Ya, baiklah kalau begitu," jawab mereka gembira.

Ular tersebut lalu diambil dan dimasukkan ke dalam besek. Setelah itu, Nang Butuh Mosel kembali meneruskan perjalanan. Namun belum sampai satu jam berjalan, ia melihat ada orang yang sedang memukuli seekor kucing. Karena merasa kasihan, ia kemudian menghampiri orang tersebut dan bermaksud membeli kucing yang sedang disiksa itu.

"Kalau engkau menghendaki, belilah kucing jahat ini seharga tiga kepeng!" demikian kata pemilik kucing itu.

"Ya, baiklah," kata Nang Butuh Mosel sambil mengambil dan memasukkan kucing itu ke dalam beseknya.

Saat ia berjalan lagi dan sampai di perempatan jalan, dilihatnya seseorang yang sedang mengejar tikus. Begitu sang tikus tertangkap dan akan dibunuh, ia berlari mendekati orang tersebut dan bermaksud membeli tikus itu.

"Wah, mau dibunuh malah diminta untuk dibeli. Kalau memang mau membeli dengan harga dua kepeng, ambilah tikus sialan ini!" demikian kata orang itu.

"Ya, baiklah," kata Nang Butuh Mosel sambil mengambil dan memasukkan tikus itu ke dalam beseknya.

Oleh karena beseknya telah menjadi berat dengan isi tikus, kucing dan ular, Nang Butuh Mosel lalu mencari sebuah tempat untuk melepas lelah. Ia kemudian menghampiri sebuah pohon besar yang sangat rindang. Di tempat itu ia berteduh dari panasnya sinar matahari sambil melepaskan lelah.

Saat ia sedang duduk di bawah pohon itu, tiba-tiba datang seekor ular besar. Ular itu berkata kepadanya, "Hai Bapak Mosel, Bapak telah menyelamatkan anak saya. Sekarang saya akan menebusnya kembali. Berapa kepeng pun yang Bapak minta akan saya beri."

Nang Butuh Mosel yang sangat terkejut melihat ada seekor ular besar telah berada di hadapannya, segera berkata, "Saya tidak bermaksud untuk menjual ular ini. Jadi, harga berapapun yang engkau tawarkan tidak akan saya berikan."

"Janganlah begitu Bapak. Ular itu adalah anak saya satu-satunya. Kasihanilah saya. Saya akan tebus dengan apapun yang Bapak minta," kata ular itu memelas.

Setelah berpikir beberapa saat sambil melihat-lihat tubuh ular itu, akhirnya Nang Butuh Mosel berkata, "Ya kalau memang sungguh demikian, saya minta cincin yang ada di ujung ekormu itu. Bagaimana?"

"Sebenarnya cincin ini adalah benda keramat yang dapat memberikan apa saja kepada saya. Namun apabila Bapak menghendaki, saya rela menukarkannya dengan anak saya," jawab si ular.

Setelah melepaskan cincin dari ekornya dan memberikannya kepada Nang Butuh Mosel, sang ular besar berkata lagi, "Cincin ini dapat mendatangkan kekayaan buat Bapak. Caranya cukup memasukkan benda apa saja melewati lubang cincin. Apabila telah melewati lubang cincin, niscaya benda tersebut akan menjadi emas."

Nang Butuh Mosel yang merasa kasihan kepada ular besar itu, kemudian membuka beseknya dan menyerahkan anak ular yang tadi dibelinya. Setelah terjadi serah terima, maka si ular beserta anaknya segera masuk ke dalam hutan, sementara Nang Butuh Mosel kembali melanjutkan perjalanannya menuju Buleleng.

Dalam perjalanan ke Buleleng itu, ia melihat orang menghunus pedang dan hendak membunuh seekor anjing. Nang Butuh Mosel langsung menghampiri orang itu dan bertanya, "Hendak engkau apakan anjing itu?"

"Anjing ini sering sekali melarikan pepesku. Sekarang ia akan aku bunuh!" jawab orang itu.

"Kalau begitu, bolehkah aku membelinya?" tanya Nang Butuh Mosel.

"Beli sajalah, seharga berapa saja!" kata orang itu.

"Uangku hanya tinggal tiga kepeng. Bolehkan aku membelinya seharga tiga kepeng?" tanya Nang Butuh Mosel.

"Ya, baiklah!" kata orang itu.

Beberapa saat setelah Nang Butuh Mosel melanjutkan perjalanannya kembali, akhirnya ia bertemu dengan Uwa Babrung yang telah kembali dari Buleleng. Uwa Babrung yang tidak ingin dibilang sebagai orang yang ingkar janji segera berkata, "Aku telah memberitahukan pada isterimu bahwa setelah nasi masak pada sore hari aku akan berangkat. Kenapa engkau tidak datang malam itu?"

"Mungkin telah terjadi kesalahpahaman, Uwa?" jawab Nang Butuh Mosel singkat.

"Wah, apa yang kau bawa itu? Kelihatannya berat sekali?" tanya Uwa Babrung mengalihkan pembicaraan.

Tanpa berkata apa-apa Nang Butuh Mosel segera membuka beseknya dan terlihatlah tiga ekor binatang yang tadi dibelinya.

"Akan kau apakan binatang-binatang itu? Akan kau berikan pada anak dan isterimu sebagai makan malam? Ya sudah, potong dan masaklah binatang itu, aku mau pulang!" kata Uwa Babrung sambil tertawa dan berlalu bersama kudanya.

Mendengar perkataan itu Nang Butuh Mosel hanya tertawa kecut. Di dalam hatinya, ia sendiri juga bingung. Tujuannya ke Buleleng adalah untuk mencari Uwa Babrung. Namun sekarang Uwa Babrung telah kembali dari Buleleng. Sementara tujuannya yang lain yaitu untuk mencari pekerjaan di Buleleng telah pupus, sebab uang yang diberikan oleh isterinya kini telah habis untuk membeli ular, tikus, kucing dan anjing. Dan, setelah berpikir agak lama, akhirnya Nang Butuh Mosel memutuskan untuk tidak meneruskan perjalanan ke Buleleng dan kembali pulang ke rumahnya.

Dalam perjalanan pulang itu terbersit keinginannya untuk mencoba cincin pemberian si ular besar. Ia lalu mengambil sebatang lidi dan memasukkannya ke lubang cincin. Dan, alangkah terkejutnya Nang Butuh Mosel ketika lidi telah melewati lubang cincin, tiba-tiba berubah menjadi emas yang berbentuk lidi. Lidi emas itu kemudian ditukarkannya kepada seorang penjual labu bercampur laklak dan ia memperoleh sebungkus besar buah-buahan tersebut.

Malam harinya setelah sampai di rumah, binatang-binatang yang tadi dibelinya langsung diberikan kepada kedua anak perempuannya untuk teman bermain. Selanjutnya, ia mengajak isterinya masuk ke dalam kamar dan mulai menceritakan segala kejadian yang dialaminya sejak ia berangkat dari rumah hingga pulang kembali. Mendengar seluruh keterangan suaminya, terutama tentang cincin yang dapat membuat semua benda menjadi emas, isterinya sangat gembira. Keesokan harinya mereka bersama-sama pergi ke pura untuk bersembahyang dan mengucapkan terima kasih kepada Tuhan atas segala karunia-Nya.

Singkat cerita, beberapa bulan kemudian keluarga Nang Butuh Mosel sudah hidup bahagia. Kedua anak mereka sudah menjadi gemuk dan mulai terlihat paras cantiknya. Selain itu, keluarga ini juga mempunyai banyak sekali emas yang dihasilkan dengan cara memasukkan suatu benda ke dalam cincin ajaib yang diperoleh dari sang ular besar. Emas-emas itu kemudian dibawa ke seorang tukang pandai emas untuk dijadikan cincin, gelang, kalung dan berbagai macam perhiasan lainnya.

Suatu hari, tanpa sepengetahuan ayahnya cincin ajaib itu dipakai bermain oleh kedua anaknya. Saat mereka bermain, cincin itu terjatuh dan patah menjadi dua bagian. Mereka kemudian mengambilnya dan sambil menangis menyerahkannya kepada ayahnya. Namun, karena Nang Butuh Mosel adalah seorang ayah yang sangat menyayangi anak-anaknya, melihat cincin ajaibnya patah ia tidak marah. Ia lantas mengambil cincin yang diberikan oleh anaknya dan kemudian pergi ke tukang pandai emas.

Sesampai di rumah si pandai emas, Nang Butuh Mosel lalu menyerahkan cincinnya untuk diperbaiki. Namun karena waktu itu sedang sibuk, si pandai emas menyuruh Nang Butuh Mosel meletakkan cincinnya di atas meja kerjanya. Si pandai emas berjanji akan memperbaikinya nanti malam dan besok sore Nang Butuh Mosel boleh mengambilnya kembali.

Malam harinya ketika si pandai emas mulai menempa cincin Nang Butuh Mosel, tiba-tiba landasan dan palu yang digunakan untuk menempa cincin itu berubah menjadi emas. Hal ini membuat si pandai emas terkejut dan dengan akal bulusnya ia segera membuat cincin baru yang bentuknya persis seperti cincin Nang Butuh Mosel. Cincin baru itu yang keesokan harinya akan diberikan kepada Nang Butuh Mosel. Sementara cincin yang asli diperbaikinya dan disimpan untuk dirinya sendiri.

Keesokan harinya ketika Nang Butuh Mosel telah datang untuk mengambil cincinnya, si pandai emas langsung memberikan cincin palsu buatannya dan lantas berpura-pura sibuk dengan pekerjaan lainnya. Nang Butuh Mosel yang tidak ingin mengganggu pekerjaan si pandai emas, tanpa meneliti dahulu cincinnya langsung membayar dan berlalu dari situ. Namun setelah sampai di rumah, cincin itu tidak bekerja sebagaimana biasanya. Ia tidak dapat menjadikan benda apapun menjadi emas. Dan, setelah diperhatikan tahulah ia bahwa cincin itu ternyata palsu. Nang Butuh Mosel menjadi sedih, sebab cincin itulah yang selama ini menjadi tumpuan hidup keluarganya.

Melihat tuannya sedang bersedih hati, ketiga hewan yang dipeliharanya merasa kasihan dan mendekatinya. Setelah emosi Nang Butuh Mosel agak terkendali, mewakili ketiga temannya, si kucing bertanya, "Mengapa Bapak bersedih? Apakah Bapak tidak sanggup lagi memberi makan kami?"

Mendengar kuncing peliharaannya tiba-tiba dapat berbicara, Nang Butuh Mosel menjadi kaget setengah mati. Beberapa saat kamudian, setelah dapat mengatasi keterkejutannya itu, ia berkata, "Ah, bukan demikian. Kalian jangan salah sangka, aku bersedih karena cincinku telah ditukar oleh si pandai emas."

Tiba-tiba menyahutlah si tikus, "Kalau demikian mari kita ambil kembali cincin itu dari tangan si pandai emas."

"Tapi, bagaimana caranya? Kita sama-sama kecil," kata si anjing.

Sang tikus berkata, "Jangan takut pada orang yang lebih besar. Kalau memang salah, pasti ia akan kalah. Dan, meskipun tubuhku paling kecil, aku tidak takut. Apalagi sudah demikian besar jasa dan kasih sayang yang kita peroleh dari Pak Nang Butuh Mosel."

"Kalau begitu, marilah kita berangkat ke rumah si pandai emas," kata si kucing sambil berjalan keluar rumah.

Singkat cerita, tidak berapa lama kemudian mereka pun telah tiba di rumah si pandai emas. Mereka lalu membagi tugas. Kucing dan tikus akan menyelinap masuk melewati lubang yang ada di tembok rumah itu. Sedangkan, anjing akan berdiri di depan pintu, berjaga-jaga kalau si pandai emas atau isterinya tiba-tiba terbangun.

Setelah itu, si kucing dan tikus pun masuk ke dalam rumah dan mulai mencari di mana cincin ajaib itu disembunyikan. Saat berkeliling mencari, akhirnya mereka melihat sinar cincin milik Nang Butuh Mosel berada di dalam sebuh peti. Si kucing kemudian berbisik pada tikus, "Wah, bagaimana cara mengeluarkannya?"

"Mudah, akan kugigit bagian tepi peti itu!" kata tikus sambil berjalan ke arah peti.

Saat si tikus sedang menggerogoti peti, isteri si pandai emas terbangun dan berkata pada suaminya, "Wah, suara apa itu?"

Si kucing yang melihat pemilik rumah terbangun, segera mengeong untuk mengalihkan perhatiannya. Sementara si anjing yang mendengar suara kucing segera menggonggong, agar terkesan seperti sedang mengejar kucing.

"Sepertinya ada anjing yang sedang mengejar kucing," kata si pandai emas lalu melanjutkan tidurnya kembali.

Setelah berhasil melubangi peti, si tikus segera mengambil cincin ajaib itu dan bersama si kucing dan si anjing berlalu dari rumah si pandai emas. Namun, sewaktu mereka menyeberangi sungai untuk sampai di rumah Nang Butuh Mosel, cincin yang dipegang oleh si tikus terjatuh. Untunglah pada saat itu ada seekor katak yang bersedia menyelam dan mengambilnya, sehingga ketiga binatang itu tidak pulang dengan tangan hampa.

Sesampainya di rumah cincin itu langsung diberikan kepada majikannya. Nang Butuh Mosel dan keluarganya yang telah lama menanti, segera mencoba cincin itu untuk memastikan keasliannya. Dan, setelah dicoba dengan memasukkan sebatang lidi, ternyata lidi seketika berubah menjadi emas. Keluarga Nang Butuh Mosel menjadi sangat bahagia dan sejak saat itu mereka selalu menjaga cincin ajaib pemberian ular besar dengan sebaik-baiknya.

Sumber: Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembangan Budaya Bagian Proyek Pengkajian dan Pemanfaatan Sejarah dan Tradisi Bali. 2002. Cerita Rakyat Daerah Bali. Denpasar: Departeman Kebudayaan dan Pariwisata.diakses melalui https://nusantaralogin.blogspot.co.id/2018/01/cerita-rakyat-bali-nang-butuh-bosel.html?m=1

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya