Museum Sasmitaloka adalah salah satu museum sejarah yang ada di Yogyakarta. Dulunya merupakan tempat tinggal Jendral Sudirman terletak di Jalan Bintaran No.3 Yogyakarta . Jendral Sudirman lahir di Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Karesidenan Banyumas pada tanggal 24 Januari 1916. Bapak dan Ibunya yang bernama Karsid Kartawiraji dan Siyem menamakan bocah tersebut Sudirman. Selanjutnya ayah angkatnya Raden Cokro Sunaryo menambahkan nama Raden pada nama Sudirman.
Raden Sudirman mengikuti pendidikan formal di Taman Siswa kemudian melanjutkan pendidikan di HIK Muhammadiyah Solo. Selanjutnya tahun 1934 Raden Sudirman aktif dalam organisasi kepanduan Islam Hizbul Wathon. Karena prestasinya akhirnya beliau menjadi Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah di Cilacap. Selain itu beliau juga menjadi pengajar di Sekolah Menengah Muhammadiyah Cilacap.
Perjalanan Menjadi Seorang Jenderal
Karir beliau dimulai dari keikutsertaanya dalam tentara Pembela Tanah Air ( PETA ) di Bogor. Setelah mengikuti serangkain latihan akhirnya Raden Sudirman diangkat menjadi Daidancho ( Komandan Daidan ) setara dengan Batalyon di Banyumas.
Proklamasi Kemerdekaan akhirnya tiba pada tanggal 17 Agustus 1945, beberapa bulan kemudian pihak sekutu memaksa Jepang agar menyerahkan senjata kepada tentara Indonesia. Di beberapa tempat, terjadi baku tembak antara Jepang dengan tentara Indonesia karena dari Jepang menunjukan ketidakrelaannya menyerahkan kembali inventaris yang sudah direbutnya kepada tentara Indonesia.
Situasi seperti tersebut tidak terjadi di Banyumas, karena kearifan Reden Sudirman dalam berunding akhirnya gencatan senjata dengan Jepang dapat dilaksanakan tanpa pertumpahan darah. Waktu itu beliau menjadi Panglima Divisi V Banyumas dengan pangkat Kolonel. Karena prestasi dan jasanya yang didasari hati yang lembut tercermin dari tutur katanya yang sopan dan bersikap mengayomi para bawahan maka beliau terpilih menjadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat ( TKR ) pada tanggal 12 Nopember 1945 dan selanjutnya dilanti oleh presiden pada tanggal 18 Desember 1945.
Pada tanggal 3 Juni 1947 Tentara Keamanan Rakyat diubah menjadi Tentara Republik Indonesia dan akhirnya diganti lagi menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia ( APRI ). Perjalanan TKR sampai menjadi APRI dan menduduki tempat tertinggi banyak melewati peperangan melawan penjajah. Saat menjabat Panglima Besar di APRI beliau sakit dan semenjak itu dalam perjalananya harus ditandu oleh bawahannya namun aktivitasnya dalam memimpin setiap penyerangan terus dilakukan beliau walau dalam keadaan seperti itu.
Mulai dari Agresi Militer I sampai serangan Agresi Militer II dilakukanya dengan berpindah-pindah. Perjalanannya dalam bergerilya selama 6 bulan sejauh 1000 km akhirnya berakhir setelah diadakanya perjanjian Roem Royen. Panglima Sudirman selanjutnya kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.
Bangunan rumah yang berada di Jalan Bintaran No.3 Yogyakarta ini dulunya merupakan kediaman Jenderal Sudirman yang sekarang ini menjadi Museum Sasmitaloka. Dinamakan Sasmitaloka dalam bahasa Jawa berarti untuk mengenang dan mengingat. Sasmitaloka bisa diartikan rumah untuk mengenang.
Museum Sasmitaloka menampilkan penggalan-penggalan sejarah kehidupan seorang tokoh besar Sudirman. Mulai dari masa kanak-kanak di Purworejo sampai beliau wafat dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta. Museum ini memiliki 14 ruangan yang diisi oleh serangkaian informasi yang disusun secara kronologis sehingga membentuk suatu cerita dan gambaran pada saat itu. Museum ini merupakan biografi kehidupan Sudirman dalam kesehariannya sewaktu mendiami rumah ini. Ruangan-ruangannya diibaratkan sebagai sampul sebuah buku, sedangkan barang-barang koleksinya diibaratkan merupakan teks yang tertulis pada lembaran halaman yang harus dibuka satu persatu bila ingin mengetahui secara lengkap.
“Anak-anakku, Tentara Indonesia, kamu bukanlah serdadu sewaan, tetapi prajurit yang berideologi, yang sanggup berjuang dan menempuh maut untuk keluhuran tanah airmu. Percaya dan yakinlah, bahwa kemerdekaan suatu negara yang didirikan di atas timbunan runtuhan ribuan jiwa harta benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia, siapapun juga” (Panglima Besar Jenderal Sudirman).
Untaian kalimat pengobar semangat ini tertera dalam prasasti museum Sasmitaloka Pansar Sudirman. Museum ini dibagi menjadi menjadi 4 bagian yaitu Gedung Utama ( 6 ruangan pameran ), Gedung Sayap Utara ( 3 ruangan pameran ), Gedung Sayap Selatan, dan Gedung Belakang ( Ruang X )
Ruangan – ruangan ini terletak di Gedung Utama menampilkan kehidupan Sudirman bersama Istri dan anak-anaknya. Ruangan-ruangan tersebut meliputi :
Terdapat seperangkat meja dan kursi dari kayu yang pada masa itu digunakan Sudirman untuk menerima tamu. Terdapat juga 2 lampu gantung.
Dipenuhi oleh 2 set meja dan kursi yang pada zaman itu digunakan untuk berkumpul dan mengasuh keluarga dan anak-anaknya. Terdapat juga radio merk Philips buatan dari Belanda. Diatas radio terdapat lukisan Pangsar Sudirman saat menunggang kuda didampingi oleh Oerip Soemohardjo yang juga berkuda yang sedang menyiapkan pasukan di Alun-alun utara Yogyakarta. Lukisan yang lain menggambarkan Pangsar Sudirman waktu sakit dan ditandu saat perang gerilya. Selanjutnya terdapat lukisan Pangsar Sudirman saat menunggang kuda hitam, lukisan tersebut terletak diatas rak tempat perabot rumah tangga. Terdapat juga koleksi barang pecah belah dan lampu gantung.
Berisi barang peninggalan beliau seperti : pedang Samurai ketika menjadi Daidancho di PETA, pesawat Telepon, meja kursi kerja, meja kursi tamu, keris yang selalu dibawa saat berperang, senjata Lee Enfield ( LE ) pistol Vickers dan Mitraliur dan piagam penghargaan yang diberikan oleh Sudirman dari pemerintah RI.
Ruangan ini dahulu dipakai untuk tamu atau rekan yang ingin bermalam atau istirahat yang terdiri dari tempat tidur, kursi tamu, almari pakaian, foto-foto keluarga.
Digunakan juga untuk tempat sholat, ruangan ini berisi tempat tidur, almari pakaian, tempat sholat beliau. Terdapat juga patung lilin Sudirman yang sedang duduk lengkap dengan memakai mantel, ikat kepala dan alas kaki. Ada juga mesin jahit yang sering digunakan istrinya, lukisan Sudirman saat mengenakan baju adat Jawa.
Pernikahan beliau dengan Siti Alfiah dikaruniai 9 anak. Ruangan ini bersebelahan dengan kamar tidur utama dan di ruangan ini terdapat koleksi tempat tidur untuk anak-anak beliau
Selanjutnya Gedung Sayap Utara terdapat 3 ruang pameran yang meliputi :
Dipakai sebagai ruang sekretariat yang berisi koleksi yang berhubungan dengan pemilihan jabatan Panglima yang berupa meja dan kursi yang dipakai Letnan Kolonel Isdiman yang mengusulkan Sudirman menjadi Panglima dihadapan Oerip Sumohardjo dan Gatot Subroto. Koleksi yang lain yaitu Sumpah Anggota Pimpinan Tentara yang diucapkan oleh Pangsar Sudirman.
Pertempuran antara TKR dengan tentara sekutu di Ambarawa dipimpin oleh Sudirman dan berhasil dimenangkan oleh pejuang RI. Bukti untuk mengenang pertempuran tersebut berupa senjata api, maket dan peta pertempuran Ambarawa.
Ruangan ini seakan menceritakan sewaktu beliau dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih pada tahun 1948. Terdapat juga foto atau literatur yang menceritakan saat beliau dioprasi. Barang lainnya berupa meja, kursi dan diorama sewaktu gerilya.
Gedung Belakang yang merupakan tampat menyimpan kendaraan peninggalan Pangsar Sudirman.
Ruangan yang menyimpan koleksi kendaraan yang dipakai semasa perang gerilya seperti dokar ( kereta kuda ) dan mobil sedan. Kendaraan Dokar dipakai sewaktu gerilya dari Playen menuju ke Semanu Gunungkidul. Dokar ini tidak ditarik kuda seperti biasanya, akan tetapi ditarik oleh pengawalnya secara bergantian. Sedangkan mobil sedan chevrolet tahun 1940 digunakan menjemput Sudirman dari gerilya dan pernah juga membawa beliau dari Piyungan menuju Ibukota sementara RI di Yogyakarta.
Gedung Sayap Selatan dibagi menjadi 4 ruangan yang terdiri dari :
Ruangan ini menyimpan banyak cerita mengenai Sudirman dan pasukanya sedang mengalami sakit karena peperangan, sehingga banyak masyarakat menolong dengan memberi sumbangan berupa dipan, meja kursi kayu, piring, sendok makan, kuali, cangkir, teko, gelas dari blek, stoples kaca, dan mangkuk. Terdapat juga miniatur dari markas Sudirman yang berbentuk limasan di Sobo, Pakis Baru, Pacaitan Jawa Timur. Ilustrasi yang terdapat pda ruangan tersebut menggambarakan kejadian di Sobo. Lukisan tersebut menggambarkan bahwa Sudirman dan pasukannya pernah berada di Sobo Paciatan.
Dalam ruangan ini Pangsar Sudirman diceritakan dalam 3 diorama :
Dalam ruangan ini terdapat beberapa barang peninggalan yang dikemas dalam kotak etalase besar yang memuat barang-barang seperti : manekin Sudirman lengkap dengan mantel coklatnya yang sedang berdiri gagah. Barang-barang lainnya : peci, ikat kepala, koper, tongkat dan teko.
Terdapat beberapa pakaian militer dan rekaman peristiwa masa perjuangan dan foto-foto yang mengabadikan peristiwa yang dihadapi Sudirman.
Museum Sasmitaloka dilengkapi dengan ruang pertemuan atau aula yang berada di teras belakang gedung utama. Para pengunjung yang datang secara berombongan dapat menggunakan tempat ini untuk berdiskusi membahas sejarah sambil beristirahat. Setelah mengunjungi museum, anda bisa melanjutkan perjalanan ke Museum Biologi yang letaknya berjarak 20 m dari tempat ini.
Lokasi
Museum ini terletak di Jl. Bintaran Wetan No.3 Yogyakarta
Akses
Untuk dapat mengunjungi musem ini bisa menggunakan jalur :
Harga Tiket
Untuk memasuki museum ini tidak dikenakan biaya tapi pengunjung diminta untuk mengisi buku tamu yang berada di pos penjagaan di pintu masuk.
Fasilitas
Fasilitas yang disediakan di tempat ini meliputi : musholla,; pemandu wisata, toilet dan auditorium sebagai ruang pertemuan. Selanjutnya di luar rungan museum sasmitaloka terdapat toko oleh-oleh sekaligus sebagai tempat produksi kue dan oleh oleh yang cukup terkenal di Yogyakarta.
sumber :https://www.njogja.co.id/kota-yogyakarta/museum-sasmitaloka/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja