Ornamen
Ornamen
Cerita Rakyat Aceh Aceh
Mentiko Betuah
- 27 Juni 2012
Cerita Rakyat Aceh Mentiko Betuah: Nanggroe Aceh Darussalam merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang juga wilayahnya terdiri dari beberapa pulau kecil, salah satu di antaranya adalah Pulau Simeulue. Namun, pulau ini tidak sepopuler dengan pulau-pulau lainnya yang ada di daerah ini, seperti Pulau Weh, yang terkenal dengan Kota Sabang dan titik 0 (nol) kilometernya, yaitu sebagai wilayah Indonesia yang terletak paling barat.

Simeulue termasuk salah satu kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat sejah tahun 2000, yang terletak di tengah Lautan Hindia dan beribukota Sinabang. Kabupaten Simeulue terkenal dengan Kerbau Simeulue dan hasil cengkehnya, sehingga Pulau Simeulue pernah mendapat gelar Pulau Cengkeh sebelum akhirnya batang-batang cengkeh itu tidak memiliki harga lagi di pasaran.

Keistimewaan lain yang dimiliki oleh Kabupaten Simeulue adalah keanekaragaman budayanya, seperti bahasa, upacara-upacara tradisional, permainan rakyat dan cerita-cerita rakyatnya. Salah satu cerita rakyat yang sangat terkenal di kalangan masyarakat Simeulue yaitu Mentiko Betuah. Cerita ini mengisahkan tentang pengembaraan Rohib, seorang anak raja dari Kerajaan Aceh, yang diusir oleh ayahnya karena tidak berhasil menyelesaikan pendidikannya. Rohib mengembara dari satu kampung ke kampung lainnya sebagai pedagang dengan menyusuri hutan belantara. Uang yang dipakai untuk berdagang tersebut adalah pemberian ayahnya, namun dengan satu syarat, uang itu tidak boleh habis kecuali untuk modal berdagang.

Selama dalam perjalanan atau pengembaraannya, Rohib selalu menemukan orang-orang kampung yang menganiaya binatang. Oleh karena tidak tega melihat binatang yang tak berdosa itu dianiaya, ia pun memberi mereka imbalan uang jika mereka mau menghentikan perbuatan itu. Akhirnya tanpa disadarinya, uang untuk modal berdagang telah habis ia bagi-bagikan kepada mereka. Menyadari hal itu, ia pun merasa khawatir jika nanti pulang ke istana. Tentu ayahnya akan bertambah marah kepadanya, sebab sebelum berangkat berdagang, ia berjanji akan berbuat baik dan membawa pulang keuntungan yang banyak untuk orang tuanya. Di tengah kebingungan tersebut, apa yang akan dilakukan Rohib agar ia tidak dimarahi oleh ayahnya? Adakah orang yang akan menolongnya? Ingin tahu jawabannya? Ikuti kisahnya dalam cerita Mentiko Betuah berikut ini!

* * *
Konon, pada zaman dahulu di negeri Semeulue, tersebutlah seorang raja yang kaya-raya. Raja itu sangat disenangi oleh rakyatnya, karena kedermawanannya. Namun, ia tidak memiliki anak setelah sepuluh tahun menikah dengan permaisurinya. Oleh karena sudah tidak tahan lagi ingin punya keturunan, Raja itu pun pergi bersama permaisurinya ke hulu sungai yang airnya sangat dingin untuk berlimau dan bernazar, agar dikaruniai seorang anak yang kelak akan mewarisi tahta kerajaan.

Tempat yang akan dituju itu berada sangat jauh dari keramaian. Untuk menuju ke sana, mereka harus menyusuri hutan belantara, menyeberangi sungai-sungai, serta mendaki dan menuruni gunung. Mereka pun berangkat dengan membawa bekal secukupnya. Setiba kedua suami-istri di sana, mereka mulai melaksanakan maksud dari kedatangan mereka. Setelah sehari-semalam berlimau dan bernazar, mereka pun kembali ke istana.

Setelah menunggu berhari-hari dan berminggu-minggu, akhirnya doa mereka terkabul. Permaisuri diketahui telah mengandung satu bulan. Delapan bulan kemudian, Permaisuri pun melahirkan seorang anak laki-laki, dan diberinya nama Rohib. Raja sangat gembira menyambut kelahiran putranya itu, yang selama ini diidam-idamkannya. Raja kemudian memukul beduk untuk memberitahukan kepada seluruh rakyatnya agar berkumpul di pendopo istana. Selanjutnya, Raja menyampaikan bahwa ia hendak mengadakan selamatan sebagai tanda syukur atas rahmat Tuhan yang telah menganugerahinya anak. Keesokan harinya, selamatan pun dilangsungkan sangat meriah dengan berbagai macam pertunjukan.

Raja dan permaisuri mendidik dan membesarkan putra mereka dengan penuh kasih sayang. Mereka sangat memanjakannya, sehingga anak itu tumbuh menjadi anak yang sangat manja. Waktu terus berlalu, Rohib pun bertambah besar. Rohib kemudian dikirim oleh orang tuanya ke kota untuk belajar di sebuah perguruan. Sebelum berangkat, Rohib mendapat pesan dari ayahnya agar belajar dengan tekun. Setelah itu, ia pun berpamitan kepada orang tuanya. Sudah beberapa tahun Rohib belajar, Rohib belum juga mampu menyelesaikana pelajarannya karena sudah terbiasa manja. Ayahnya menjadi sangat marah kepadanya, bahkan ingin menghukumnya, ketika ia kembali ke istana.

(Hai, Rohib! Anak macam apa kamu! Dasar anak keras kepala! Sudah tidak mau mendengar nasihat orang tua. Pengawal! Gantung anak ini sampai mati!) perintah sang Raja. Mendengar perintah suaminya kepada pengawal, Permaisuri pun segera bersujud di hadapan suaminya.

(Ampun, Kakanda! Rohib adalah anak kita satu-satunya. Adinda mohon, Rohib jangan dihukum mati. Berilah ia hukuman lainnya!) pinta sang Permaisuri kepada suaminya.

(Tapi, Kanda sudah muak melihat muka anak ini!) jawab sang Raja dengan geramnya.

(Bagaimana kalau kita usir saja dia dari istana ini? Tapi dengan syarat, Kakanda bersedia memberinya uang sebagai modal untuk berdagang,) usul sang Permaisuri.

(Baiklah, Dinda! Usulan Dinda aku terima. Tapi dengan syarat, uang yang aku berikan kepada Rohib tidak boleh ia habiskan kecuali untuk berdagang,) jawab sang Raja.

(Bagaimana pendapatmu, Anakku?) Permaisuri balik bertanya kepada Rohib.

(Baiklah, Bunda! Rohib bersediah memenuhi syarat itu. Terima kasih, Bunda!) jawab Rohib.

(Jika kamu melanggar lagi, maka tidak ada ampun bagimu, Rohib!) tambah Raja menegaskan kepada putranya itu.

Setelah itu, Rohib berpamitan kepada orang tuanya untuk pergi berdagang. Ia pergi dari satu kampung ke kampung dengan menyusuri hutan belantara. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan anak-anak kampung yang sedang menembak burung dengan ketapel.

(Wahai, Saudara-saudaraku! Janganlah kalian menganiaya burung itu, karena burung itu tidak berdosa.) tegur si Rohib kepada anak-anak itu.

(Hei, kamu siapa? Berani-beraninya kamu melarang kami,) bantah salah seorang dari anak-anak kampung itu.

(Jika kalian berhenti menembaki burung itu, aku akan memberi kalian uang,) tawar Rohib.

Anak-anak kampung itu menerima tawaran Rohib.

Setelah memberikan uang kepada mereka, Rohib pun melanjutkan perjalanannya. Belum jauh berjalan, ia menemukan lagi orang-orang kampung yang sedang memukuli seekor ular. Rohib tidak tega melihat perbuatan mereka tersebut. Ia kemudian memberikan uang kepada orang-orang tersebut agar berhenti menganiaya ular itu. Setelah itu, ia melanjutkan lagi perjalanannya menyusuri hutan lebat menuju ke sebuah perkampungan. Demikian seterusnya, selama dalam perjalanannya, ia selalu memberi uang kepada orang-orang yang menganiaya binatang, sehingga tanpa disadarinya uang yang seharusnya dijadikan modal berdagang sudah habis.

Setelah sadar, ia pun mulai gelisah dan berpikir bagaimana jika ia pulang ke istana. Tentu ayahnya akan sangat marah dan akan menghukumnya. Apalagi ia telah dua kali melakukan kesalahan besar, pasti ayahnya tidak akan mengampuninya lagi. Oleh karena kelelahan seharian berjalan, ia pun memutuskan untuk beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang. Ia kemudian duduk di atas sebuah batu besar yang ada di bawah pohon itu sambil menangis tersedu-sedu. Pada saat itu, tiba-tiba seekor ular besar mendekatinya. Rohib sangat ketakutan, mengira dirinya akan dimangsa ular itu.

(Jangan takut, Anak muda! Saya tidak akan memakanmu,) kata ular itu. Melihat ular itu dapat berbicara, rasa takut Rohib pun mulai hilang.

(Hai, Ular besar! Kamu siapa? Kenapa kamu bisa berbicara?) tanya si Rohib mulai akrab.

(Aku adalah Raja Ular di hutan ini,) jawab ular itu.

(Kamu sendiri siapa? Kenapa kamu bersedih?) ular itu balik bertanya kepada si Rohib.

(Aku adalah si Rohib,) jawab Rohib, lalu menceritakan semua masalahnya dan semua kejadian yang telah dialami selama dalam perjalanannya.

(Kamu adalah anak yang baik, Hib,) kata Ular itu dengan akrabnya.

(Karena kamu telah melindungi hewan-hewan di hutan ini dari orang-orang kampung yang menganiayanya, aku akan memberimu hadiah sebagai tanda terima kasihku,) tambah ular itu lalu kemudian mengeluarkan sesuatu dari mulutnya.

(Benda apa itu?) tanya si Rohib penasaran.

(Benda itu adalah benda yang sangat ajaib. Apapun yang kamu minta, pasti akan dikabulkan. Namanya Mentiko Betuah,) jelas Ular itu, lalu pergi meninggalkan si Rohib.

Sementara itu, Rohib masih asyik mengamati Mentiko Betuah itu. (Waw, hebat sekali benda ini. Berarti benda ini bisa menolongku dari kemurkaan ayah,) gumam Rohib dengan perasaan gembira. Berbekal Mentiko Betuah itu, Rohib memberanikan diri kembali ke istana untuk menghadap kepada ayahnya. Namun, sebelum sampai di istana, terlebih dahulu ia memohon kepada Mentiko Betuah agar memberinya uang yang banyak untuk menggantikan modalnya yang telah dibagi-bagikan kepada orang-orang kampung, dan keuntungan dari hasil dagangannya. Ayahnya pun sangat senang menyambut putranya yang telah membawa uang yang banyak dari hasil dagangannya. Akhirnya, Rohib diterima kembali oleh ayahnya dan terbebas dari ancaman hukuman mati. Semua itu berkat pertolongan Mentiko Betuah, pemberian ular itu.

Setelah itu, Rohib berpikir bagaimana cara untuk menyimpan Mentiko Betuah itu agar tidak hilang. Suatu hari, ia menemukan sebuah cara, yaitu ia hendak menempanya menjadi sebuah cincin. Lalu dibawanya Mentiko Betuah itu kepada seorang tukang emas. Namun tanpa disangkanya, tukang emas itu menipunya dengan membawa lari benda itu. Oleh karena Rohib sudah bersahabat dengan hewan-hewan, ia pun meminta bantuan kepada mereka. Tikus, kucing dan anjing pun bersedia menolongnya. Anjing dengan indera penciumannya, berhasil menemukan jejak si tukang emas, yang telah melarikan diri ke seberang sungai. Kini, giliran si Kucing dan si Tikus untuk mencari cara bagaimana cara mengambil cincin itu yang disimpan di dalam mulut tukang emas. Pada tengah malam, si Tikus memasukkan ekornya ke dalam lubang hidung si Tukang Emas yang sedang tertidur. Tak berapa lama, Tukang Emas itu bersin, sehingga Mentiko Betuah terlempar keluar dari mulutnya. Pada saat itulah, si Tikus segera mengambil benda itu.

Namun, ketika Mentiko Betuah akan dikembalikan kepada Rohib, si Tikus menipu kedua temannya dengan mengatakan bahwa Mentiko Betuah terjatuh ke dalam sungai. Padahal sebenarnya benda itu ada di dalam mulutnya. Pada saat kedua temannya mencari benda itu ke dasar sungai, ia segera menghadap kepada si Rohib. Dengan demikian, si Tikuslah yang dianggap sebagai pahlawan dalam hal ini. Sementara, si Kucing dan si Anjing merasa sangat bersalah, karena tidak berhasil membawa Mentiko Betuah. Ketika diketahui bahwa si Rohib telah menemukan Mentiko Betuahnya, yang dibawa oleh si Tikus, maka tahulah si Kucing dan si Anjing bahwa si Tikus telah melakukan kelicikan.

Menurut masyarakat setempat, bahwa berawal dari cerita inilah mengapa tikus sangat dibenci oleh anjing dan kucing hingga saat ini.

* * *

Cerita rakyat di atas termasuk ke dalam cerita-cerita teladan yang mengandung pesan-pesan moral. Ada beberapa pesan moral yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari, yaitu di antaranya; sikap suka menolong, akibat buruk terlalu memanjakan anak dan akibat buruk suka berbuat licik. Pertama, sikap suka menolong. Sikap ini tercermin pada sikap Rohib yang selalu melindungi hewan-hewan dari orang-orang kampung yang menganiayanya, meskipun ia harus berkorban dengan memberikan uang modal dagangannya kepada mereka. Namun, berkat ketulus-ikhlasannya tersebut, ia mendapat pertolongan dari seekor ular, sehingga ia terbebas dari hukuman ayahnya. Sikap Rohib ini sangat patut untuk dijadikan sebagai suri teladan dalam kehidupan sehari-hari. Sikap ini juga sangat diutamakan dalam kehidupan orang-orang Melayu, sebagaimana yang dikemukakan dalama tunjuk ajar Melayu berikut ini:

wahai ananda dengarlah amanat,tulus dan ikhlas jadikan azimatberkorban menolong sesama umat semoga hidupmu beroleh rahmat


wahai ananda dengarlah amanat,
tulus dan ikhlas jadikan azimat
berkorban menolong sesama umat
semoga hidupmu beroleh rahmat


Kedua, akibat buruk terlalu memanjakan anak. Sikap ini tercermin pada kedua orang tua Rohib yang selalu memanjakannya ketika ia masih kecil. Akibatnya, sifat manja itu terbawa-bawa sampai Rohib menjadi besar. Oleh karena sifat manjanya itu, ia tidak berhasil menyelesaikan pendidikannya di kota sebagaimana yang diharapkan oleh orang tuanya. Sikap terlalu memanjakan anak ini tidak patut untuk dijadikan suri teladan, karena sangat memengaruhi perkembangan mental dan perilaku anak. Sifat manja dapat membuat anak menjadi malas belajar. Anak yang malas belajar, tentu memiliki wawasan yang sempit. Terkait dengan sifat malas belajar dan berwawasan sempit ini, Tenas Effendy dalam bukunya "Ejekan" Terhadap Orang Melayu Riau dan Pantangan Orang Melayu Riau menyebutkan beberapa ungkapan pantangan mengenai kedua sifat tersebut, yaitu:


Pertama, ungkapan tentang sifat malas belajar dikatakan:


menuntut ilmu bermalas-malas,
orang tegak awak terlindas


Kedua, ungkapan tentang sifat berwawasan sempit dikatakan:


kalau hidup tidak senonoh,
pandangan sempit pikiran bodoh


Ketiga, akibat buruk suka berbuat curang dan licik. Sikap ini tercermin pada perilaku si Tikus yang telah menipu si Kucing dan si Anjing, karena hanya ingin mencari muka dan mendapat pujian dari si Rohib, putra raja itu. Akibat kelicikannya itu, ia pun sangat dibenci oleh kucing dan anjing. Sikap licik ini termasuk sifat yang tercela, sehingga tidak patut untuk dijadikan sebagai suri teladan dalam kehidupan sehari-hari. Terkait dengan sifat curang dan licik ini, Tenas Effendy juga menyatakannya dalam ungkapan seperti berikut:


apa tanda orang yang licik,
janji mungkir cakap terbalik



Sumber:


http://cerita.web.id/cerita-rakyat-mentiko-betuah.html



Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline