|
|
|
|
Menelusuri Sejarah Peradaban Papua di Pulau Mansinam Tanggal 04 Mar 2015 oleh Muhammad Arif Nurrohman17. |
Berbicara mengenai sejarah peradaban Papua maka tidak akan terlepas dari peran para misionaris di masa lalu yang datang ke Papua untuk mengabarkan kabar baik dalam Injil. Selain mengajarkan tentang ajaran-ajaran Kristiani yang terdapat dalam Injil, para misionaris ini juga mengajarkan budaya dan tata-cara hidup modern kepada penduduk lokal Papua yang masih tergolong primitif. Bahkan, mereka dengan penuh kasih ikut masuk ke dalam kehidupan sehari-hari para penduduk lokal dan membaur di pergaulan sembari mulai mengenalkan ajaran-ajaran Injil serta gaya hidup modern. Sejarah mencatat bahwa masuknya Injil pertama kali di Papua adalah tonggak penting yang menandai pula munculnya peradaban modern di tanah Papua. Inilah sebuah sejarah yang terjadi sekitar 160 tahun lalu di sebuah pulau bernama Mansinam.
Mansinam berada di Teluk Doreh yang merupakan bagian wilayah ibukota Papua Barat, Manokwari. Bila diamati, tidak ada yang istimewa dengan pulau berpenduduk tidak lebih dari 800 jiwa ini. Deretan pohon kelapa yang menghiasi pinggir pantai dan sebuah bukit hijau yang ditumbuhi pepohonan teduh menjadi pemandangan umum yang banyak dijumpai di Mansinam. Selain itu, tidak ada jalan raya di pulau ini, hanya jalan-jalan beton berukuran sedang yang masih terus dibangun sesuai instruksi pemerintah. Mansinam tak berbeda dari pulau-pulau lain di sekitarnya.
Namun, keistimewaan pulau yang berjarak sekitar 6 kilometer dari pusat kota Manokwari ini memang bukan terletak pada panorama alamnya. Mansinam adalah saksi sejarah dimana sebuah peradaban baru dimulai di pulau ini, Manokwari, dan pada akhirnya menyebar hingga ke seluruh daratan Papua. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Papua tidak akan mengenal modernisasi bila para misionaris tidak menginjakkan kaki di Pulau Mansinam.
Pada tanggal 5 Februari 1855, dua orang misionaris asal Jerman yang bernama Carl Wilhelm Ottouw dan Johann Gottlob Geissler menginjakkan kaki di wilayah Papua untuk pertama kalinya. Mereka sampai di pulau Mansinam setelah sebelumnya melakukan pelayaran panjang dan singgah di Batavia, Makasar, serta Ternate. Sebagai misionaris, tugas utama mereka adalah memberitakan kabar baik yang tertulis di dalam Injil, namun di dalam pelaksanaannya mereka dituntut juga untuk dapat beradaptasi dan membaur dengan masyarakat setempat yang ketika itu masih sangat primitif. Hari demi hari pun berlalu dan pelayanan kasih Ottouw-Geissler terus berlanjut, hingga mereka benar-benar jatuh hati pada Mansinam serta penduduknya.
Banyak peninggalan bersejarah terkait keberadaan Ottouw-Geissler yang dapat ditemui di Pulau Mansinam. Dimulai dari sebuah salib tugu peringatan masuknya Injil di tanah Papua, ia berdiri begitu indah dan mempunyai prasasti bertuliskan bahasa Jerman dengan penjelasan bahwa Ottouw-Geissler adalah misionaris pertama yang tiba di Mansinam pada tanggal 5 Februari 1855. Dahulu, tugu ini sempat lama sekali tidak terawat dan begitu memprihatinkan, hingga pada tahun 2013, Pemerintah Indonesia menginstruksikan untuk merenovasi tugu ini menjadi sebuah monumen yang megah. Hal ini ditujukan agar Mansinam selalu diingat sebagai tempat berkembangnya peradaban modern di Papua untuk pertama kalinya.
Selain monumen yang begitu fenomenal, sisa bangunan gereja yang dulu pertama dibangun oleh Ottouw-Geissler pun masih dapat dilihat. Memang saat ini hanya tinggal pondasinya saja, tetapi sudah cukup untuk menjadi pengingat betapa gigihnya perjuangan kedua misionaris ini dalam mengenalkan dunia modern kepada penduduk lokal pada saat itu. Di samping gereja, terdapat sebuah sumur tua yang dulu dibuat oleh Ottouw-Geissler sebagai sumber air yang berguna bagi seluruh penduduk pulau. Hebatnya, sumur tua itu masih tetap digunakan hingga kini dan menjadi saksi penting dari sejarah peradaban di pulau Mansinam.
Ada satu lagi obyek yang sangat menarik untuk disaksikan di Pulau Mansinam. Bila sedikit menelusuri jalan beton yang mengular ke arah bukit, maka sebuah Patung Yesus Kristus dalam ukuran raksasa akan terlihat. Patung ini adalah sebuah gagasan positif dari pemerintah Indonesia yang menjadi bentuk penghargaan terhadap sejarah peradaban Papua di Mansinam. Patung ini sekilas mirip patung Yesus yang berada di Rio de Janeiro, Brazil, tetapi dalam ukuran yang sedikit lebih kecil. Obyek ini baru saja selesai pada tahun 2014 dan berdiri sangat megah serta penuh wibawa. Dengan tangan yang terbuka, Yesus Kristus tampak penuh kasih menerima siapapun yang berkunjung ke Mansinam.
Kondisi fisik pulau Mansinam yang biasa saja akan menjadi luar biasa setelah kita menelusuri sejarah dan berbagai bukti peninggalan awal berdirinya peradaban modern di tanah Papua. Mansinam menyimpan kisah yang luar biasa terkait perjuangan Ottouw-Geissler terhadap perkembangan kehidupan masyarakat Mansinam khususnya dan masyarakat Papua pada umumnya. Sangat tidak lengkap, apabila berkunjung ke Manokwari namun belum datang ke pulau ini. Pulau Mansinam adalah sebuah pulau wisata penuh sejarah dan sarat akan nilai-nilai religiusitas di dalamnya.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |