Masjid Agung Nur Sulaiman merupakan salah satu bangunan cagar budaya di Kabupaten Banyumas yang telah terdaftar oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah pada 2004 dengan Nomor 11-12/Bas/44/TB/04. Masjid yang berlokasi di sebelah barat Alun-Alun Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas ini dilindungi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Semula masjid tersebut dikenal dengan sebutan Masjid Agung Banyumas. Namun sejak 1992 berganti nama menjadi Masjid Agung Nur Sulaiman Banyumas. Masuknya Masjid Agung Nur Sulaiman ke dalam daftar cagar budaya bukan tanpa alasan. Bangunan tersebut merupakan peninggalan sejarah yang dibangun saat ibu kota kabupaten itu masih berada di Banyumas atau sebelum dipindah ke Purwokerto.
Masjid tersebut diperkirakan dibangun tidak lama setelah pembangunan pendopo "Bale Sipanji" atau rumah kabupaten. Berdasarkan Babad Banyumas yang dihimpun Oemardani dan Poerbasewojo, pendopo "Bale Sipanji" dibangun Raden Tumenggung Yudhonegoro III (Bupati IX Banyumas) menggantikan Tumenggung Yudhonegoro II yang diangkat menjadi Patih I Keraton Yogyakarta sekitar tahun 1755.
Dengan demikian, Masjid Agung Nur Sulaiman diperkirakan dibangun pascapembangunan pendopo "Bale Sipanji" atau setelah tahun 1755. Juru Pelihara Masjid Agung Nur Sulaiman BP3 Jateng Djoni Muhammad Farid mengatakan bangunan masjid tersebut merupakan bangunan khas Banyumas yang berbentuk limasan.
Pada awalnya, mustaka atau atap bangunan masjid itu menggunakan welit (anyaman) daun tebu dan selanjutnya diganti menggunakan seng bergelombang karena anyaman tersebut sulit didapatkan dan tidak awet. "Namun tidak diketahui secara pasti kapan pertama kali atap bangunan masjid itu diganti dengan seng," katanya.
Selain itu, kata dia, lantai masjid yang semula hanya berupa semen telah diganti menjadi tegel pada 1929. Bangunan masjid tersebut secara umum masih asli tanpa adanya penambahan ornamen baru. Bahkan, jendela-jendela di sekeliling tembok masjid masih menggunakan kayu jati.
Salah satu yang menarik dari Masjid Agung Nur Sulaiman berupa atap mihrab atau ruang imam yang terpisah dengan atap bangunan utama. "Biasanya, atap mihrab menjadi satu dengan bangunan utama, namun di masjid ini terpisah. Ruang mihrab memiliki atap sendiri," jelasnya.
Selain itu, di bagian atas atap bangunan utama maupun mihrab Masjid Agung Nur Sulaiman juga terdapat "mustaka" (kepala) yang berbentuk gada. Kendati demikian, "mustaka" yang terpasang saat sekarang merupakan pengganti dari "mustaka" yang tersambar petir sekitar 1950.
Di sekitar masjid diadakan penambahan bangunan pelengkap berupa Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Banyumas pada 1973. Sedangkan perbaikan-perbaikan yang dilakukan pada 1980 berupa pembongkaran pagar tembok di serambi, pengecatan atap seng dan penggantian seng yang rusak, perubahan teras serambu, penggantian kayu usuk serambi, perbaikan tempat wudhu sebelah utara masjid, perbaikan pagar tembok sisi barat dan selatan, serta pengecatan dinding dan tiang-tiang masjid.
Selanjutnya pada 1984 dilakukan pengecatan tembok masjid dan pada 1989 kembali dilakukan perbaikan tempat wudu sebelah utara, pemberian hamparan kerikil di halaman masjid, serta pemasangan jaringan air minum dan instalasi listrik.
Pada tahun anggaran 1996/1997 dilakukan pemugaran karena adanya kerusakan konstruksi masjid. Dalam pemugaran tersebut juga dilakukan penelitian untuk mengetahui pokok permasalahan kerusakan di masjid agar dapat tertanggulangi sehingga Masjid Agung Nur Sulaiman yang merupakan saksi sejarah Banyumas dapat dilestarikan.
Terkait dengan kegiatan konservasi, Djoni mengatakan setelah dijadikan sebagai bangunan cagar budaya, semua perbaikan skala besar harus dikoordinasikan dengan BP3 Jateng dan renovasi yang harus sesuai dengan aslinya.
Berdasarkan prasasti yang pernah ditemukan pada gapura sisi barat terdapat tulisan 1889, sedangkan di tembok tempat wanita berwudu terdapat tulisan "Dipugar Ke-I 1889 Ke-II 1980", sehingga angka-angka "1889" tersebut diperkirakan sebagai tahun pemugaran, bukan tahun pembangunan.
Djoni mengatakan selain banyak dikunjungi oleh umat Islam dari berbagai daerah, Masjid Agung Nur Sulaiman juga sering dikunjungi akademisi yang ingin mempelajari konstruksi bangunan. Umat Islam yang datang ke Masjid Agung Nur Sulaiman tidak sekadar melaksanakan ibadah salat, tetapi juga untuk berziarah, mempelajari agama Islam, dan sebagainya.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyumas Asis Kusumandani mengatakan dengan dijadikannya Masjid Agung Nur Sulaiman sebagai bangunan cagar budaya, segala pemugaran atau rehabilitasi tidak boleh berbeda dengan aslinya.
"Kalau ada renovasi, ya harus seperti itu, tidak boleh mengubah bentuk aslinya. Semua harus dikoordinasikan dengan BP3 Jateng," katanya.
Ia mengatakan secara filosofi, pusat pemerintahan pada zaman dulu identik dengan adanya bangunan masjid di sebelah kanan (barat alun-alun) yang mencerminkan kebenaran atau kebaikan, sedangkan di sebelah kiri (timur alun-alun) terdapat pengadilan atau penjara yang mencerminkan tempat bagi orrang-orang yang berbuat salah.
Menurut dia, kondisi bangunan Masjid Agung Nur Sulaiman hingga saat ini masih bagus dan mencerminkan sejarah Banyumas sehingga dimasukkan ke dalam daftar bangunan cagar budaya agar tetap terjaga kelestariannya.
Selain Masjid Agung Nur Sulaiman, kata dia, di Kabupaten Banyumas juga terdapat dua masjid lain yang merupakan cagar budaya, yakni Masjid Cikakak di Kecamatan Wangon dan Masjid Legok di Kecamatan Pekuncen.
"Kedua masjid tersebut dikenal dengan sebutan Masjid Saka Tunggal," katanya.
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...