Indonesia memiliki banyak sekali Budaya yang unik dan berbeda untuk setiap daerah. Indonesia yang memiliki Kekayaan Budaya yang beragam dari sabang sampai merauke merupakan suatu kebanggaan bagi kita. Dan kita sebagai penerus bangsa sudah sewajarnya melestarikannya dan selalu mengabadikannya untuk anak cucu kita nanti, dan mengenalkan kepada mereka identitas kita sebagai negara yang besar.
Dalam kesempatan ini saya akan mengupas tentang salah satu Tradisi adat Batak toba yaitu Mangokal Holi (menggali dan memindahkan tulang belulang leluhur) sebagai bentuk cagar budaya, yang kita harapkan dapat menjadi sarana pelestarian budaya, agar kelak para generasi penerus kita tidak kehilangan identitas bangsa kita tercinta ini. Adapun Tradisi mangokkal holi atau menggali dan memindahkan tulang belulang leluhur Bagi masyarakat Batak Toba di Sumatra Utara, merupakan ajang untuk menghormati para leluhur. Lewat mangokal holi juga, orang Batak Toba berharap mendapat limpahan berkat, berupa banyak keturunan, panjang umur, dan kekayaan. Dan Mangokal holi juga akan mengangkat martabat sebuah marga dengan menghormati orangtua dan para leluhur. kuburan dan tugu leluhur yang megah nan indah. Semakin indah dan mahal sebuah makam atau tugu, menjadi semakin jelas status Marga pemilik tugu tersebut dan Semakin menambah gengsi.Dalam upacara Mangokal holi,Tulang-belulang para leluhur dari marga batak yang mengadakan acara ini.Akan Menggali kembali kuburan para leluhur mereka yang dulunya dikuburkan secara terpisah. Setelah tulang-belulang para leluhur mereka sudah dikumpulkan dan dicuci bersih maka kemudian tulang-belulang para leluhur ini akan dimasukkan kedalam kotak atau peti dan dikubur kembali dalam sebuah tugu peringatan yang telah dibangun. Di Tugu peringatan inilah tulang-belulang para leluhur yang mengadakan Mangokal Holi Tersebut telah disatukan. Adapun prosesi dari menggali tulang-belulang hingga di kuburkan kembali dalam Tugu. Biasanya bisa memakan waktu berhari-hari dan butuh dana yang besar. Tapi walau melelahkan dan butuh dana yang besar,bagi orang Batak biaya puluhan juta rupiah untuk membangun tugu, sebanding dengan penghormatan bagi orangtua dan leluhur mereka. Karena itu sudah tradisi bagi mereka orang batak, yang telah mapan secara ekonomi, terutama yang berhasil di perantauan, untuk menyisihkan uang, membangun kuburan bagi orangtua mereka, dan tugu buat para leluhur.
Kenapa saya katakana tadi butuh dana yang besar dan memakan waktu berhari-hari? Karena dalam meresmikan tugu dan acara Mangokal Holi, harus diadakan adatnya sesuai dengan adat batak. Dalam acara ini pun marga yang mangokal Holi tulang-belulang leluhurnya harus menjamu seluruh keluarga besar dan tetangga kampung. Yang dihidangkan, daging kerbau dan nasi. Jambar, berupa kepala dan buntut kerbau, diberikan kepada hula-hula atau keluarga pihak istri, sebagai simbol penghargaan buat yang paling tinggi.
Dan giliran pihak hula-hula. Mereka memberikan ulos sebagai simbol penghargaan kepada leluhur. Dalam masyarakat Batak, seseorang sudah punya posisi dalam keluarga besar, begitu ia lahir. Dalihan Na Tolu, begitu istilahnya dalam bahasa Toba. Yang paling dihormati adalah hula-hula atau keluarga pihak istri. Sementara dengan dongan tubu atau saudara semarga, berarti posisinya sejajar. Dan boru yang antara lain adalah saudara perempuan dan pihak marga suaminya, menempatkan orang tersebut dalam posisi melayani. Tapi sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu ini bukanlah kasta. Karena setiap orang punya kesempatan untuk ketiga posisi tersebut. Ada saatnya menjadi yang dituakan, dan ada saatnya ia menjadi boru yang harus melayani pihak hula-hula.
Penghargaan buat para leluhur yang mengadakan Mangokal Holi, dari pihak hula-hula, dibalas pihak yang Mangokal Holi dengan memberikan tandok. Ucapan terimakasih, berupa sejumlah uang, yang diletakkan dalam tempat beras atau piring berisi beras dan daun sirih.
Malam harinya, diisi dengan kebaktian. Walau tradisi leluhur masih mereka jalankan, orang Batak Toba juga kebanyakan adalah penganut agama Kristen dan Katolik yang taat. Sebuah kontradiksi yang mungkin hanya bisa dipahami mereka.
Bunyi musik gondang mengiringi acara Mangokal Holi tersebut. Dalam alunan musik khas Batak ini, semua berharap, acara penguburan di tugu makam besok, mendapat restu dari debata atau Tuhan dan leluhur. Dan pada hari ritual puncak mangokal holi akan berlangsung. Pagi hari, tiang borotan ditanam di depan rumah leluhur. Tiang borotan ini semacam tiang pancang bagi hewan yang akan dikurbankan. Di pucuk tiang, dipasang kain putih sebagai lambang kesucian.
Selain kain putih, juga ada ulos pengiring. Maksudnya berkah akan terus mengiringi setiap keturunan. Sementara daun silinjuang yang dipasang, bermakna, setiap generasi marga yang mengadakan Mangokal Holi akan menang melawan musuh, dan mengalah terhadap kawan.
Seekor kuda berwarna hitam, yang disebut huda debata, atau kuda tuhan, menjadi simbol persembahan buat Yang Maha Kuasa. Dan peti tulang-belulang para leluhur akhirnya dikeluarkan, dijunjung diatas kepala para boru yang mengadakan Mangokal holi dari yang paling tua dan yang bungsu.Maka keluarga dan Marga yang Mangokal Holi leluhurnya yang hadir akan menari marnortor, mengelilingi tiang borotan, sebagai ungkapan sukacita. Ritual untuk membawa tulang belulang ke tempat yang baru yaitu Tugu yang baru dibangun. Sumber:https://amp-kaskus-co-id.cdn.ampproject.org/v/s/amp.kaskus.co.id/thread/50a306ca562acf325a000195/tradisi-adat-batak-toba-mangokal-holi-menggali-dan-memindahkan-tulang-belulang?ampjsv=a1&gsa=1&usqp=mq331AQGCAEYASgB#amptf=Dari%20%251%24s&share=https%3A%2F%2Fwww.kaskus.co.id%2Fthread%2F50a306ca562acf325a000195%2Ftradisi-adat-batak-toba-mangokal-holi-menggali-dan-memindahkan-tulang-belulang
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...