Ritual
Ritual
Tradisi Jawa Tengah Indonesia
Mai Song

Masyarakat Tionghoa pertama masuk ke Indonesia disebabkan oleh faktor-faktor antara lain faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal tersebut seperti keadaan di Tionghoa pada saat itu sangat tidak baik. Tionghoa merupakan daerah yang miskin sehingga banyak terjadi tindak kriminal, selain itu sering terjadi bencana kelaparan dan bencana alam. Hal ini didukung oleh pemerintah Tionghoa yang mengizinkan rakyatnya untuk bermigrasi. Keinginan mereka untuk bermigrasi juga didorong oleh transportasi di Tionghoa yang semakin lancar, contoh: kapal uap. Sedangkan faktor eksternalnya seperti ketertarikan masyarakat Tionghoa akan Indonesia karena kekayaan alamnya dan letak strategisnya sehingga memberi peluang cerah sehingga menarik orang-orang Tionghoa untuk datang dan membuka usaha di Nusantara.

Saat masyarakat Tionghoa masuk ke Indonesia, secara tidak langsung membawa tradisi-tradisi yang sering mereka lakukan. Antara lain tradisi kelahiran, hari-hari besar, perkawinan serta kematian dan banyak tradisi lainnya. Kelompok kami akan membahas salah satu tradisi yang dibawa oleh masyarakat Tionghoa yang juga sudah diterapkan oleh keturunan Tionghoa yang ada di Indonesia yaitu tradisi kematian atau dikenal sebagai Mai Song.

       Mai Song adalah salah satu tradisi orang Tionghoa yang berhubungan dengan kematian orang Tionghoa, dimana dalam budaya tersebut terdapat banyak sekali keunikan. Keunikan-keunikan tersebut dimulai dari tradisi-tradisi dalam melakukannya maupun kisah dari tradisi ini bagaimana tradisi ini dapat bertahan dan masih berlangsung sampai saat ini. Secara singkat, tradisi Mai Song merupakan sebuah kepercayaan dimana orang yang kaya saat di dunia akan kaya di kehidupan yang kekal saat kelak di surga melainkan orang miskin di dunia akan tetap miskin di surga. Dalam kepercayaan Mai Song, anak dan cucu dari leluhur yang meninggal akan memberikan persembahan dengan cara membakar uang-uangan ataupun rumah-rumahan dan kebutuhan lain dalam bentuk miniature sehingga di surga dapat menjadi kebutuhan berwujud nyata dan bisa berguna bagi arwah mereka, sedangkan orang miskin biasanya tidak dapat membeli miniature tersebut sehingga arwah mereka akan tetap miskin. Selain itu, pewarisan Mai Song hingga saat ini tidak semudah yang kami bayangkan, banyak permasalahan yang timbul mulai dari masa Orde Baru dan timbulnya perbedaan kepercayaan.  

       Pada zaman sekarang ini, Mai Song yang merupakan tradisi suku Tionghoa sudah menjadi sedikit asing bagi masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa. Mai Song merupakan tradisi kematian yang unik dengan berbagai kepercayaan di dalam rangkaian kegiatannya yang berasal dari Tiongkok dan sudah lama berlangsung atau menjadi tradisi bagi orang-orang yang termasuk dalam etnis Tionghoa maupun tidak.

       Seperti yang kita ketahui bahwa pada masa Orde Baru semua hal yang berhubungan dengan "Cina" dihantam. Pemerintah pun berusaha mengasimiliasikan orang – orang etnis Tionghoa itu dan melakukan berbagai cara untuk memutuskan hubungan mereka dengan leluhur mereka, proses asimilasi ini terlihat dalam :

  1. Aturan penggantian nama Tionghoa menjadi nama Indonesia
  2. Melarang segala bentuk penerbitan dengan Bahasa serta aksara Tionghoa
  3. Memberikan batasan pada kegiatan upacara tradisi ( hanya boleh dalam keluarga )
  4. Tidak mengizinkan pagelaran dalam perayaan hari raya tradisional Tionghoa di muka umum.
  5. Melarang sekolah – sekolah Tionghoa dan menganjurkan anak – anak Tionghoa masuk ke sekolah umum atau swasta. *

 

*http://www.tionghoa.info/diskriminasi-etnis-tionghoa-di-indonesia-pada-masa-orde-lama-dan-orde-baru/

       Namun karena Mai Song merupakan tradisi turun - temurun yang sudah melekat di dalam tubuh masyarakat Tionghoa pada zaman itu dan tidak hanya dikenang sebagai sebuah keharusan atau sebagai sebuah tindakan, melainkan sebagai sebuah bagian dari kehidupan sehari-hari. Jadi ketika Orde Baru, mereka memang menyembunyikan tradisi tersebut dari kalangan masyarakat namun bukan berarti mereka lupa karena tidak melanjutkan tradisi tersebut selama beberapa saat, namun mereka tetap mewariskan tradisi tersebut karena dedikasinya sebagai orang Tionghoa demi sukunya atau sifat mendarah daging yang sudah tumbuh dalam masyarakat Tionghoa menjadikan tradisi ini tidak menghilang begitu saja saat masa Orde Baru melainkan menambah keistimewaan dari tradisi ini karena dapat selamat dari masa Orde Baru.

 

  1. Pengertian Mai Song                        

        Mai Song merupakan tradisi yang berasal dari suku Tionghoa dan juga dilakukan di Indonesia. Mai Song merupakan salah satu tradisi kematian Tionghoa yang berhubungan erat dengan tradisi Ceng Beng, Rebutan (Setan Lapar) dan Sincia.

        Ceng Beng adalah suatu ritual tahunan dari etnis Tionghoa untuk bersembahyang dan ziarah kubur sesuai dengan ajaran Konghuchu, biasanya tradisi ini dilaksanakan setiap tanggal 5 April dalam setiap tahun (setelah terjadi titik balik matahari di musim dingin). Secara Astronomi dalam terminologi matahari festival Ceng Beng dilaksanakan pada hari pertama dari 5 terminologi matahari yang juga diberi nama Qing Ming.  Nama yang menandakan waktu untuk orang pergi keluar dan menikmati hijaunya musim semi dan juga ditunjukkan kepada orang – orang untuk berziarah kubur. Hari festival ini dijadikan libur umum di Tiongkok, Hongkong, Macau, dan Taiwan.

        Upacara rebutan adalah suatu tradisi perayaan dari etnis Tionghoa yang dimana dalam tradisi tersebut terdapat sebuah acara untuk memberi makan arwah – arwah kelaparan yang telah dilupakan oleh anak dan cucu mereka, biasanya makanan – makanan ini ditumpuk menyerupai gunung dan mereka percaya bahwa arwah – arwah tersebut akan berebut mengambil makanan yang telah disediakan.

        Sincia adalah sebuah tradisi dari etnis Tionghoa dimana biasanya anggota – anggota keluarga besar berkumpul bersama disuatu tempat dan saling bercengkrama serta berbagi kebahagiaan yang telah mereka dapatkan selama tahun tersebut dan bersiap untuk menyambut suka cita di tahun yang akan datang, biasanya orang yang lebih muda akan memberikan suatu bentuk penghormatan kepada orang yang lebih tua dan orang yang lebih tua akan memberikan suatu bentuk hadiah berupa angpao berwarna merah yang melambangkan keberuntungan, kesejahteraan, kebahagiaan di tahun yang akan datang.

        Mai Song merupakan sebuah tradisi yang mengawali berjalannya ketiga tradisi ini. Ketiga tradisi tersebut dilakukan berurutan dalam satu tahun. Latar belakang dari pemilihan waktu pelaksanaan tradisi adalah para penganut agama Kong Hu Chu mempercayai bahwa satu tahun di dunia sama dengan satu hari di dunia akhirat. Ketiga tradisi tersebut dianggap ibarat jam makan pada manusia: Ceng Beng diibaratkan sebagai makan pagi, Rebutan diibaratkan sebagai makan siang, dan Sincia sebagai makan malam. Semua tradisi ini didasari dan diawali oleh tradisi Mai Song, dimana Mai Song merupakan awal mula orang Tionghoa melakukan tradisi-tradisi selanjutnya.

  1. Upacara Mai Song   

       Tradisi Mai Song biasanya dilakukan sebelum penguburan leluhur maupun tradisi dalam upacara-upacara kematian orang Tionghoa dimana sebagai kali terakhir melihat leluhur mereka. Kegiatan-kegitan yang dilakukan saat tradisi Mai Song tergantung pada agama atau kepercayaan yang dianut, seperti agama Kristen dimana dalam acara Mai Song hanyalah seperti tradisi kematian biasa (mirip dengan tradisi orang Barat), berbeda dengan kegiatan Mai Song bagi agama Kong Hu Chu maupun Buddha, dimana biasanya kegiatan Mai Song terdapat sembayangan bagi orang yang sudah meninggal, membakar persembahan-persembahan yang harus diganti secara rutin, dan juga tradisi ini biasanya dilakukan dengan cara dibakar, ataupun dibuang ke laut. Jika mayat itu dibakar, biasanya abu dari mayat tersebut dapat disimpan oleh keluarga yang bersangkutan dalam wadah tertentu dan terkadang diletakkan di gedung tertentu berisikan wadah-wadah abu. Jika di buang ke laut berarti bahwa keluarga mereka tidak bisa mengurus atau melanjutkan tradisi-tradisi terhadap abu orang mati tersebut ataupun orang yang meninggal tidak ingin keluarganya repot.

  1. Tata cara dan tahapan Mai Song

Dalam pelaksanaan Mai Song terdapat beberapa tata cara dan beberapa tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya. Pertama, mayat dimandikan dan jika orang tersebut masih berusia muda, maka dapat di make up dan diberi pakaian yang bagus. Selanjutnya, badan mayat tersebut dimasukkan kedalam peti dan penutupan peti ditunggu sampai anak-anak ataupun anak cucu mereka pulang dan berkumpul bersama sehingga dapat melihat wajah dari orang mati tersebut secara bersamaan sebagai satu keluarga. Penutup peti biasanya terbuat dari kaca supaya dapat melihat wajah dan badan akan orang mati tersebut. Kalau sudah melakukan penutupan peti, maka akan didempul dimana jika orang tersebut makin terkenal  dan berjasa, maka pelaksanaa Mai Song akan semakin lama (disemayamkan). Dalam pemilihan lamanya upacara penyemayaman atau Mai Song tersebut harus angka ganjil atau harinya harus ganjil dan biasanya ditentukan oleh Suhu atau Jaipo.

       Saat dilaksanakan Mai Song, para pengunjung akan menghibur dan saling mengurangi rasa sedih para kerabat dan keluarga yang di tinggalkan. Dalam tradisi Mai Song terdapat beberapa kepercayaan atau pelaksanaan upacara yang berbeda menurut agama masing-masing orang atau kepercayaan nenek moyang mereka dimana jika ia beragama Kong Hu Chu, maka dalam upacara penyemayamannya akan dimasukkan atau diberikan mutiara-mutiara berjumlah sebanyak 7 antara lain 2 di mata, hidung 2, mulut 1, telinga 2 yang bertujuan nanti saat mati bisa melihat saat kehidupan selanjutnya dan dapat memiliki seluruh panca indranya saat di kehidupan yang baru. Kepercayaan Kong Hu Chu yaitu keluarga orang yang di semayamkan tidak boleh membawa logam masuk ke peti orang yang di semayamkan agar tidak terkena petir saat sudah di kubur nanti.

       Sedangkan jika pelaksanaan tradisi Mai Song bagi orang Tionghoa yang beragama Kristen, dalam upacaranya tidak ada upacara-upacara yang khusus seperti dalam kepercayaan agama Kong Hu Chu, dalam agama Kristen upacara Mai Song hanya berisikan penyemayaman dan pembacaan doa serta pidato terimakasih kepada para pengunjung dari kerabat orang yang di semayamkan, dan para pengunjung juga akan berbincang kepada para kerabat orang mati tersebut yang bertujuan untuk mengurangi rasa sedih dan menyemangati mereka supaya dapat menjalankan hidup dengan lancar tanpa hambatan.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline