Tari Magebug dan Mekare merupakan dua tari tradisional yang hampir sama. Seperti halnya olahraga tinju, Magebug dan Mekare mencari sasaran bagian tubuh lawan untuk memenangkan pertandingan. Yang membedakan dengan pertandingan tinju mungkin alat pemukul dan musik yang selalu mengiringi, sehingga bentuknya pun inukul dan musik yang selalu mengiringi, sehingga bentuknya lebih dikenal dengan tarian. Megebug mempergunakan rotan sebagai alat pemukul sedangkan Mekare mempergunakan seikat pohon pandan berduri. Sebagai alat pelindung, setiap penari (pemain) dibekali dengan sebuah perisai. Sehingga tari ini dapat digolongkan sebagai tari perang.
Magebug dikenal di Desa Seraya dan Mekare dikenal di Desa Tengan Pegringsingan. Desa Seraya terletak di ujung timur pulau Bali termasuk dalam Kecamatan Karangasem. Sedang Desa Tenganan, sebuah desa kuno yang sudah cukup dikenal terletak di Kabupaten yang sama dan juga tidak jauh dari kota Amlapura. Mungkin karena dikelilingi oleh bukit-bukit kecil dan tanah yang tandus, tari yang "keras" ini tetap disukai di tempat tersebut.
Tari Magebug hanya berkembang di Desa Seraya, tidak di Desa-desa lain di sekitarnya, hal ini menunjukkan bahwa seni Magebug bukan seni asli Bali. Kerajaan Karangasem pernah memerintah di Lombok, sehingga diperkirakan seni Magebug ini berasal dari Lombok.
Sedangkan di Lombok permainan sejenis Magebug berkembang dengan baik dan dikenal dengan nama perisean. Sedang tari makare di Desa Tenganan diperkirakan ada hubungan dengan tabuh rah (upacara meneteskan darah ke bumi). Hal ini dihubungkan karena ternyata diselenggarakan bila ada upacara-upacara khusus.Sebagai tari perang, baik Magebug maupun Mekare juga berfungsi sebagai latihan ketangkasan dan keberanian.
Berkaitan dengan ketangkasan dan keberanian ini kemudian muncul usaha-usaha menuju arah kekebalan, Orang-orang yang membawa kekebalan baik berupa jimat maupun lainnya percaya bahwa dirinya tidak akan sakit walau terkena pukulan sekeras apapun.
Suasana adu kekebalan akan tampak manakala jagoan yang akan bertanding berasal dari beberapa desa. Hal ini terjadi pada penyelenggaraan tari Magebug pada jaman dulu. Mereka bertanding ibarat maju berperang ke medan laga. Tentu saja dalam batas-batas etika permainan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Saat ini Magebug di Karangasem tidak lagi merupakan tari yang senantiasa memperlihatkan unsur-unsur kekebalan. Kini Magebug sudah menjadi permainan hiburan yang dapat membawa suasana gembira, baik di desa asalnya di Seraya maupun di kota Amlapura.
Perang Pandan
Mekare di Desa Tenganan Pegringsingan dapat pula digolongkan sebagai tari perang. Yang unik dari Mekare ini adalah senjata yang dipergunakan. Kalau Magebug mempergunakan rotan, Mekare mempergunakan daun pandan berduri yang banyak tumbuh di sekitar desa. Masyarakat di Bali lebih mengenal makare ini dengan sebutan perang pandan.
Mekare sebagai tari perang masih menunjukkan unsur-unsur tari primitif. Gerakan-gerakannya masih monoton dan sederhana, pakaiannya terdiri dari kain dan pada ujung bawah (kancut) diciutkan ke belakang sehingga menyerupai celana pendek. Pengiring tarian ini terdiri dari musik selonding yang merupakan salah satu instrumen atau gamelan Bali yang tergolong tua. Jenis gamelan seperti ini sekarang hanya ada di beberapa desa di Bali.
Sama halnya seperti apa yang ada dalam Magebug di Desa Seraya, penggunaan kekebalan tetap ada. Karena itu pula, prajurit dari desa ini konon dikenal gagah berani ketika mengabdi kepada raja Karangasem. Saat ini tari makare sudah dikategorikan sebagai tari sakral yang hanya diselenggarakan pada waktu ada upacara saja.
Mekare hanya diselenggarakan pada sasih (bulan) ke lima (perhitungan bulan Bali), dalam rangkaian ngusaba sambah (upacara yang dilakukan secara berkala) di Desa Tenganan.
Sebelum dimulai perang pandan didahului dengan serangkaian upacara dan Mekare secara simbolis. Dari rangkaian upacara tersebut akan tampak bahwa Mekare berfungsi sebagai tari pelengkap upacara. Pada saat ini undangan juga disebarkan kepada desa-desa tetangga untuk ikut menyaksikan upacara tersebut.
Tatacara Magebug
Dalam seni tari Magebug beberapa pelaku yang memegang peranan antara lain, dua pria pemain terdiri dari anak-anak, pemuda, maupun orang tua. Dua orang atau lebih menjadi pakembar yang fungsinya kurang lebih sebagai pengatur pertandingan. Disamping itu ada pula enam orang yang bertugas memisahkan apabila terjadi suatu pelanggaran dalam pertandingan. Enam orang tersebut jongkok pada setiap sudut pertandingan dan setiap orang dilengkapi dengan perisai. Tugas enam orang ini disamping memisahkan pemain bila terjadi kericuhan, juga bertugas sebagai penjaga ketertiban penonton.
Biasanya suasana akan menjadi ramai karena setiap pakembar (orang yang mempertemukan) akan membawa suporter sendiri-sendiri.
Perisai dibuat dari kulit sapi berbentuk bundar dengan garis tengah kurang lebih 80 cm. Rotan (penyalin) dipilih yang cukup tua dan lurus, panjangnya kurang lebih 163 cm (dulu dipergunakan ukuran setinggi manusia dewasa). Pada jaman dulu rotan (penyalin) ini pada ujungnya diberi lapisan timah atau kekala (tahi lebah) yang dikeringkan. Pada saat itu Magebug masih dikaitkan dengan ilmu kekebalan sehingga diperlukan alat pemukul yang lebih berat. Saat ini hal tersebut sudah tidak tampak lagi dan unsur kekebalan sudah lama diabaikan. Magebug biasanya dilaksanakan siang hari di sembarang tempat yang dianggap enak, misalnya di bawah pohon rindang atau di tanah lapang.
Pakaian yang dikenakan: baju biasa, destar (alat penutup kepala dari kain), kain dan dodot (yang berfungsi sebagai ikat pinggang). Kain kemudian diikat agak tinggi (kurang lebih sedikit di atas lutut) agar kalau bermain tidak terinjak. Sedangkan alat gamelan yang mengiringi terdiri dari dua kendang, dua buah reong atau bonang, sepasang cengceng, satu kempul dan satu gong.
Bagi orang yang sudah keranjingan seni tari Magebug, begitu mendengar suara gamelan semangat mereka terbakar, ingin segera datang ke arena pertandingan. Ada kalanya pakembar sengaja menampilkan jago tua yang sudah beken sebagai permulaan untuk menarik minat penonton. Biasanya jago tersebut bentuk tariannya dianggap bagus.
Ada beberapa peraturan yang harus ditaati oleh pemain, antara lain tidak boleh melewati batas permainan, tidak boleh memukul di bawah pinggang, tidak boleh memukul dengan perisai, tidak boleh meruket (saling rangkul), tidak boleh memukul dengan sengaja jari lawan, tidak diperkenankan kain diciutkan ke belakang (karena dianggap kurang sopan) dan aturan-aturan lainnya.
Masing-masing pemain Magebug biasanya menunjukkan gayanya sendiri-sendiri, ada yang loncat-loncat dengan kaki satu dan ada pula yang melenggak-lenggok menggerakkan pinggang dan lain sebagainya.
Tatacara Mekare
Mekare yang waktunya sudah ditetapkan biasanya mengambil tempat di halaman Bale Agung, pelaksanaannya pada pukul 13.00-15.00. Alat yang dipergunakan adalah tameng (perisai) dibuat dari rotan, bentuknya lebih besar dari perisai Magebug. Senjatanya adalah seikat daun pandan berduri, dan diiringi dengan alunan seperangkat gamelan selonding. Pakaian yang digunakan hanya kain yang dililitkan ke belakang dan biasanya tanpa memakai baju.
Beberapa peraturan yang harus diikuti oleh pemain Mekare antara lain, dilarang menggores muka lawan, tidak diperbolehkan bergumul dan tidak diperkenankan memakai baju. Tidak seperti pada Magebug yang tidak menyediakan obat khusus, pada Mekare digunakan obat yang terdiri dari cuka, kunir, lengkuas, dan bangle. Ramuan ini dioleskan pada luka-luka. Gerakan-gerakan yang ditunjukkan pada Mekare sangat dan hampir sama dengan Magebug, hanya cara berpakaian yang tampak berbeda.
Dari tari tradisional ini khususnya Mekare di Tenganan telah mampu menjadi acara langka yang sangat digemari oleh wisatawan asing maupun domestik yang datang berkunjung ke Bali. Hal tersebu: terjadi bila tiba saatnya upacara yang dilengkapi Mekare diselenggarakan di desa Tenganan Pegringsingan.
Di mana-mana di seluruh pelosok Indonesia yang beraneka budaya ini terdapat tari-tarian yang unik dan menarik. Bukan mustahil pula hal ini akan menjadi pendukung yang baik bagi pengembangan wisata budaya di bumi Nusantara tercinta.
Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/991/magebug-dan-makare
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...